KOMPAS.com – Organisasi Kepemudaan Internasional (AIESEC) Universitas Indonesia (UI) menggelar webinar bertajuk “Step Up Into Action, Broaden Your Horizon” yang dihadiri sekitar 1.000 mahasiswa dan pelajar sekolah menengah atas (SMA), Jumat (30/7/2021).
Webinar tersebut bertujuan untuk mengedukasi serta mengajak anak muda, khususnya pelajar sekolah menengah atas (SMA) dan mahasiswa, untuk dapat mengambil aksi nyata dengan mempertimbangkan isu-isu terkini. Misalnya, isu mengenai literasi finansial, akses edukasi, dan pemahaman lintas budaya.
Sebagai informasi, webinar itu merupakan puncak dari kegiatan Youth Connects yang terdiri atas tiga rangkaian, yakni Call to Action, Global Aficionado, dan Grand Webinar.
Dua acara, yakni Call to Action dan Global Aficionado, digelar khusus bagi kalangan internal. Sementara, Grand Webinar dibuka untuk publik.
Pada webinar tersebut, AIESEC in UI menghadirkan pembicara yang berasal dari berbagai kalangan. Di antaranya, Business Manager MNC Asset Annafrid Nikijuluw serta pelajar sekaligus Head of Academics and Development Woman Beyond Indonesia Jovita Komala.
Kemudian, founder Gores Denai—salah satu community partner AIESEC in UI—Ayesha Felice dan mahasiswa Seoul National University You-min Cho.
Grand Webinar dibagi dalam tiga sesi. Sesi pertama diisi oleh Annafrid Nikijuluw yang membahas tentang literasi finansial di Indonesia.
Perempuan yang akrab disapa Frima itu menekankan pentingnya literasi finansial untuk mewujudkan inklusi finansial di Indonesia, khususnya di masa pandemi Covid-19. Dia menilai, pandemi berdampak besar pada sektor industri dan ekonomi.
“Untuk bertahan di masa pandemi, kita membutuhkan manajemen finansial yang bagus,” ujar Frima dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (5/8/2021).
Frima mengatakan, inklusi finansial Indonesia mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Peningkatan ini perlu diimbangi dengan literasi keuangan yang baik pula.
“Oleh sebab itu, penggunaan produk jasa keuangan tidak hanya didasarkan pada kewajiban, tetapi juga pengetahuan yang baik mengenai manfaatnya,” imbuh Frima.
Menurut Frima, saat ini, sebagian besar inklusi finansial baru digunakan untuk kegiatan konsumsi saja. Sementara, produk jasa keuangan tidak banyak digunakan sebagai investasi.
Webinar kemudian berlanjut dengan pemaparan dari Jovita Komala. Pada sesi ini, dia menjelaskan mengenai akses edukasi di Indonesia.
Sebagai pembuka, Jovita menanyakan apakah edukasi yang baik merupakan hak bagi semua orang atau hak istimewa bagi sebagian orang.
“Menurut saya, edukasi yang baik adalah keduanya, a right and a privilege,” kata Jovita.
Jovita menjelaskan, berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 4, yaitu Pendidikan Bermutu, seluruh negara sepakat bahwa edukasi yang baik adalah hak bagi semua orang.
Namun, kenyataannya, edukasi bermutu masih menjadi hak istimewa karena belum semua orang mendapatkannya.
Lebih lanjut, Jovita memaparkan faktor-faktor penyebab ketidakmerataan pendidikan yang terjadi di Indonesia. Dia juga menunjukkan data yang menyebut bahwa jumlah siswa yang melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi hanya 16 persen dari total pelajar Indonesia.
Oleh karena itu, Jovita mengajak pemuda Indonesia untuk ikut serta mengambil bagian dalam pemerataan pendidikan dengan berbagai cara, seperti mengajar di daerah yang minim akses pendidikan, mengikuti kelas atau kursus online, dan berpartisipasi dalam organisasi yang bergerak di bidang pendidikan.
Sedikit berbeda dengan dua sesi sebelumnya, sesi terakhir diisi oleh dua pembicara yang datang dari latar belakang berbeda, yakni Ayesha Felice dan You-min Cho.
Keduanya membahas tentang pemahaman lintas budaya untuk mendukung SDGs nomor 16, yakni Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat.
You-min mengatakan, untuk mencapai tujuan tersebut, pemuda harus melihat pada masing-masing elemen dan kaitannya satu sama lain.
“Untuk mencapai kedamaian, diperlukan keadilan dan institusi yang kuat,” kata pemuda yang pernah tinggal di Indonesia itu.
Meskipun SDGs nomor 16 mencakup banyak isu, seperti perdagangan manusia dan rasisme, Ayesha serta You-min sepakat bahwa komunikasi antarnegara dan institusi merupakan salah satu solusi yang krusial untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Melalui webinar tersebut, AIESEC in UI berharap, pemaparan narasumber dapat menjadi batu loncatan bagi seluruh partisipan dalam mengambil aksi nyata untuk menyelesaikan masalah yang ada di lingkungan sekitar, khususnya mengenai literasi finansial, akses edukasi, dan pemahaman lintas budaya.