JAKARTA, KOMPAS.com – Bank Indonesia (BI) memperkuat implementasi kerja sama penyelesaian transaksi dengan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) bersama Malaysia.
Kebijakan tersebut mencakup penguatan implementasi LCS berupa kegiatan investasi langsung atau foreign direct investment (FDI) dan transaksi berjalan ( current account), termasuk di dalamnya income transfer dan remitansi.
Dengan kebijakan itu, kedua negara dapat bertransaksi menggunakan rupiah dan ringgit tanpa perlu melibatkan nominal transaksi dalam mata uang dollar Amerika Serikat (AS).
Untuk pengaplikasiannya, seluruh pihak dalam akan menggunakan layanan bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia sebagai Bank Appointed Cross Currency Dealer (ACCD).
Hal itu diumumkan dalam acara bertajuk “Taklimat Media: Penguatan Kerangka Penyelesaian Transaksi dalam Mata Uang Lokal dengan Malaysia dan Jepang” yang digelar oleh BI secara virtual, Kamis (6/8/2021).
Sebagai informasi, LCS berbasis ACCD telah diimplementasikan BI bersama Malaysia dan Thailand sejak 2 Januari 2018, serta untuk transaksi LCS Indonesia dengan Jepang dimulai pada 31 Agustus 2020.
LCS merupakan bentuk kerja sama Indonesia dan sejumlah bank sentral dan otoritas di negara lain yang ditujukan untuk mempercepat pengembangan pasar, mengurangi volatilitas terhadap nilai tukar rupiah, dan meningkatkan efisiensi pasar.
Sementara dari sisi mikro, pengembangan LCS juga memberikan manfaat bagi pengusaha. Di antaranya nasabah dapat membeli mata uang negara mitra secara direct trading dengan menggunakan rupiah secara langsung tanpa melalui dollar AS.
Tak hanya itu, nasabah juga dapat melakukan remitansi dalam mata uang lokal, memperoleh pembiayaan untuk kebutuhan perdagangan, investasi.
Dengan adanya LCS, biaya transaksi dan hedging pun akan lebih murah karena dilakukan secara langsung tanpa melalui dollar AS.
Dengan penerapan LCS, ketergantungan terhadap penggunaan dollar AS pada transaksi luar negeri bisa dikurangi sehingga meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah dan membantu meningkatkan stabilitas sistem keuangan.
Mencakup remitansi
Pada kesempatan tersebut, Kepala Departemen Internasional BI Doddy Zulverdi mengatakan, awalnya, transaksi LCS antara Indonesia dan Malaysia hanya mencakup aktivitas dan transaksi yang berkaitan dengan perdagangan.
“Akan tetapi, saat ini kami sudah melakukan penguatan kerja sama. Kerja sama ini diperluas hingga underlying transaksi LCS mencakup foreign direct investment (FDI), income transfer, termasuk remitansi,” kata Doddy.
Hal tersebut bertujuan untuk menyamakan kerja sama Indonesia dan Jepang yang sejak awal cakupannya sudah meliputi perdagangan, FDI, dan income transfer (mencakup remitansi).
Untuk diketahui, remitansi adalah kegiatan transfer uang dari satu negara ke negara lainnya. Pada pekerja asing, uang biasanya ditransfer pada penerima di negara asalnya.
Doddy menambahkan, transaksi LCS antara Indonesia dan Jepang juga menunjukkan tren peningkatan secara signifikan.
Pada 2020, porsi transaksi LCS Indonesia dan Jepang terhadap total transaksi current account yang mencakup perdagangan, remitansi, dan investasi langsung berada di angka 9.8 juta dollar AS per bulan atau sekitar 0,7 persen dari total transaksi perdagangan Indonesia-Jepang. Angka tersebut pun meningkat menjadi 87.1 juta dollar AS per bulan atau 3,4 persen di tahun 2021.
Selain Jepang, transaksi LCS antara Indonesia dan Malaysia terus menunjukkan tren positif seiring dengan peningkatan transaksi.
Peningkatan itu ditunjukkan dari 22.5 juta dollar AS per bulan atau 1,4 persen dari total perdagangan Indonesia dan Malaysia di tahun 2018 menjadi 47.7 juta dollar per bulan atau 3,0 persen di tahun 2021.
Ke depan, kerja sama LCS Indonesia dengan Malaysia diharapkan memberikan hasil yang semakin baik. Terlebih, saat ini penerapan LCS untuk Indonesia dan Malaysia sudah mencakup remitansi.
Khusus soal itu, Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, Donny Hutabarat punya penjelasan sendiri. Untuk tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia, uang penghasilan biasanya ditransfer pada penerima di negara asalnya dalam mata uang dollar AS.
Dengan adanya LCS, tenaga kerja asing di Indonesia dapat mengirimkan penghasilannya dalam mata uang rupiah atau mata uang lokal di negara mitra.
Demikian pula, pekerja migran Indonesia di negara mitra dapat mengirimkan penghasilannya dalam mata uang lokal atau mata uang Rupiah ke Indonesia melalui Bank ACCD yang ditunjuk.
Selain tenaga kerja asing, kegiatan remitansi ini juga dapat dilakukan oleh pelajar yang melanjutkan sekolah di negara asing untuk berkirim atau menerima uang dari negara asal, serta warga negara Indonesia yang hidup di negara mitra untuk kebutuhan biaya hidup.
Berbagai variasi transaksi tersebut dapat dilakukan dalam mata uang lokal dengan menggunakan LCS.
Disamping itu, kemudahan LCS juga menjadi peluang penguatan infrastruktur pasar uang antarnegara. Remitansi antar kedua negara mitra dapat berkembang menggunakan infrastruktur digital ke depannya.
Lebih lanjut, Donny menjelaskan, terdapat beberapa aturan yang harus dipenuhi nasabah saat melakukan sejumlah transaksi tersebut pada bank ACCD.
“Untuk membeli mata uang negara mitra diatas jumlah tertentu harus menyampaikan dokumen underlying. Namun, batas penyampaian dokumen underlying juga telah direlaksasi untuk LCS Indonesia dan Malaysia,” katanya
Batas tersebut di anataranya dari tidak ada batasan menjadi equivalent (eqv) 200,000 dollar AS per transaksi. Sementara, transaksi LCS Indonesia dan Jepang dari 25,000 dollar AS per transaksi menjadi 500,000 dollar AS per transaksi.
“Selain itu, meskipun bersifat opsional, pembukaan rekening sub-Special Non-resident Account (sub-SNA) mitra pada bank ACCD di Indonesia, nasabah Indonesia perlu membawa bukti sebagai eksportir atau importir, investor, kebutuhan remitansi, atau TKA,” jelas Donny.
Sementara, tambahnya, nasabah di negara mitra dapat membuka rekening sub-SNA rupiah pada bank ACCD di negara mitra. Nasabah perlu membawa bukti sebagai eksportir atau importir, remitansi, serta sebagai investor atau PMI.
“Pembukaan rekening sub-SNA Rupiah di Jepang dan Malaysia bersifat opsional. Namun, eksportir yang ingin menerima proceed export dalam mata uang Jepang dan Malaysia, tetap harus buka rekening sub-SNA,” papar Donny.
Manfaat LCS ACCD bagi pelaku usaha
Doddy kembali melanjutkan bahwa LCS membawa sejumlah manfaat besar bagi pelaku usaha.
Pertama, mata uang lokal rupiah dan mitra dapat digunakan untuk memfasilitasi transaksi perdagangan, investasi, dan income transfer tanpa harus dikonversikan ke dollar AS.
Kedua, biaya konversi rupiah ke mata uang lokal tujuan mitra menjadi lebih efisien. Hal ini dikarenakan kuotasi harga dan transaksi dilakukan secara langsung tanpa perlu cross-rate terlebih dahulu ke dollar AS.
Ketiga, memperluas pelaku usaha ke mata uang selain dollar AS sehingga dapat mendiversifikasi eksposur mata uang yang digunakan saat penyelesaian transaksi.
Terakhir, LCS berbasis ACCD dapat menambah alternatif instrumen investasi selain dollar AS.
Ke depan, kata Doddy, BI akan terus mengupayakan peningkatan penggunaan mata uang non-dollar AS dalam transaksi perdagangan dan investasi luar negeri dengan negara-negara mitra lainnya.