Advertorial

Endometriosis, Berawal dari Nyeri Haid hingga Sebabkan Gangguan Kesuburan

Kompas.com - 10/08/2021, 19:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Nyeri pada daerah perut yang dirasakan wanita saat menstruasi merupakan hal yang wajar. Namun, jika rasa nyeri yang dirasakan tidak tertahankan hingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bisa saja itu menjadi tanda penyakit endometriosis.

Endometriosis merupakan kondisi ketika jaringan yang membentuk lapisan dalam dinding rahim (endometrium) tumbuh di luar rahim.

Untuk diketahui, lapisan endometrium mengalami penebalan setiap masa subur dalam siklus reproduksi perempuan. Endometrium menebal agar dapat menjadi tempat menempelnya sel telur yang akan dibuahi. Apabila pembuahan tidak terjadi, endometrium akan luruh dan menstruasi pun terjadi.

Pada penderita endometriosis, jaringan endometrium tumbuh dan menebal di tempat yang tidak seharusnya, seperti ovarium, usus, saluran kencing, otot rahim, dan paru-paru.

Akibatnya, jaringan endometrium terus menebal dan tidak dapat luruh atau keluar dari tubuh. Kondisi yang dikenal dengan endometriosis ini menyebabkan munculnya bercak-bercak dan kista tumbuh di luar rahim serta nyeri yang luar biasa, khususnya ketika datang bulan.

Spesialis kebidanan dan kandungan konsultan fertilitas-endokrinologi reproduksi Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr M Luky Satria Marwali mengatakan, rasa nyeri yang dialami penderita endometriosis sering kali dianggap sama dengan nyeri menstruasi biasa. Padahal, rasa nyeri datang bulan dengan endometriosis memiliki sejumlah perbedaan.

Menurut dr Luky, nyeri haid yang normal biasanya dirasakan di hari pertama dan kedua. Rasa nyeri tersebut wajar dan tidak memerlukan konsumsi obat. Sementara, perempuan yang mengalami endometriosis biasanya merasakan nyeri hebat dengan pola tidak wajar. 

“Nyeri pada penderita endometriosis biasanya (terasa) sejak sebelum, sepanjang, hingga sesudah menstruasi. Rasa nyeri yang dialami penderita endometriosis juga (membuat penderitanya) sampai butuh obat pereda nyeri,” jelas dr Luky saat dihubungi Kompas.com, Senin (2/8/2021).

Tidak hanya saat menstruasi, lanjutnya, rasa nyeri yang dialami penderita endometriosis juga bisa dirasakan saat buang air besar (BAB), buang air kecil, dan berhubungan suami istri.

“Secara tidak langsung, rasa nyeri yang dialami pengidap endometriosis (dapat) menurunkan kualitas hidup. Hal ini disebabkan rasa sakit luar biasa yang mereka alami setiap bulannya,” kata dr Luky.

Adapun penyakit endometriosis dapat menyerang wanita pada usia reproduksi atau dimulai sejak mengalami menstruasi pertama sampai menopause.

Lebih lanjut dr Luky menjelaskan, penyebab pasti penyakit endometriosis masih belum diketahui. Sejauh ini, pakar kesehatan hanya bisa menerka-nerka dari sejumlah teori kesehatan.

“Kami baru bisa menerka dari teori-teori yang ada, seperti teori balik aliran darah menstruasi. Jadi, ada darah menstruasi yang harusnya keluar dari vagina, malah masuk ke rongga perut. Namun, (ini pun tidak dapat dipastikan karena) 80 persen perempuan ketika menstruasi mengalami hal itu dan tidak semuanya mengidap endometriosis,” paparnya.

Sementara, faktor risiko yang meningkatkan kemungkinanan seseorang mengidap endometriosis di antaranya faktor genetik, seperti adanya keluarga yang mengidap endometriosis. Kemudian, faktor lingkungan, seperti terpapar polusi dan dioksin.

“Dioksin itu bisa merupakan bahan kimia yang bisa tercipta dari sisa limbah plastik. Ketika secara tidak sadar masuk ke dalam tubuh, faktor risiko terjadinya endometriosis menjadi lebih tinggi,” kata dr Luky.

Sebagai penyakit yang progresif, lanjutnya, endometriosis terbagi menjadi empat tingkat keparahan.

Pertama, endometriosis minimal. Pada tingkatan ini, peradangan dapat terjadi di sekitar rongga panggul dengan kemunculan jaringan endometrium yang kecil dan dangkal.

Kedua, endometriosis ringan dengan jaringan endometrium yang kecil dan dangkal di indung telur serta dinding panggul.

Ketiga, endometriosis menengah. Pada tingkatan ini, terdapat sejumlah jaringan endometrium yang cukup dalam di indung telur.

Terakhir, endometriosis berat dengan jaringan endometrium sudah tersebar di sejumlah wilayah, seperti indung telur, dinding panggul, usus, bahkan paru-paru.

“Sementara, masalah selanjutnya adalah tingkat keparahan dan keluhan yang dialami penderita endometriosis tidak berbanding lurus. Tidak jarang, pasien endometriosis berat justru memiliki keluhan yang ringan. Sebaliknya, pasien endometriosis ringan bisa saja mengalami keluhan yang lebih berat,” jelas dr Luky.

Ia melanjutkan, mendiagnosis penyakit endometriosis bukan suatu perkara yang mudah.

“Pasalnya, sejak pertama penderita merasakan keluhan sampai terdiagnosis bisa butuh waktu 8-10 tahun,” kata dr Luky.

Ia mengatakan, hal tersebut disebabkan oleh rendahnya awareness terhadap endometriosis. Pasien mengabaikan rasa nyeri saat haid yang sebenarnya tidak normal karena menganggapnya hal yang lumrah terjadi.

Di sisi lain, tenaga medis juga kerap telat menyadari dan menganggap rasa nyeri yang dialami penderita saat menstruasi adalah keluhan yang umum.

“Untuk itu, awareness terhadap endometriosis harus ditingkatkan agar hal seperti itu tidak terjadi. Pasalnya, 1 dari 10 perempuan usia reproduksi di dunia terkena endometriosis,” lanjut dr Luky.

Sebagai informasi, sebanyak 50 persen perempuan yang mengidap endometriosis memiliki masalah kesulitan hamil.

“Bukan mandul, tetapi lebih ke arah gangguan kesuburan. Mereka bisa hamil, tetapi perlu solusi program hamil. Bagi pasien yang berhasil hamil, endometriosisnya akan mengecil. Anaknya lahir juga akan sehat-sehat, tetapi setelah melahirkan ada kemungkinan kambuh lagi,” kata dr Luky.

Untuk itu, lanjutnya, perempuan usia reproduksi perlu meningkatkan kesadarannya terkait rasa nyeri pada saat menstruasi.

“Karena penyebab pasti endometriosis belum diketahui, perempuan perlu membangun awareness terhadap penyakit ini. Jangan (sampai) setelah mengalami pingsan berkali-kali ketika menstruasi baru diperiksakan. Jangan juga baru sadar setelah menikah saat kesulitan hamil,” ungkap dr Luky.

Penanganan endometriosis

Lebih lanjut dr Luky menjelaskan, pengidap endometriosis yang mengalami kesulitan kehamilan perlu segera mendapatkan penanganan lebih lanjut untuk menjalankan program kehamilan.

“Sementara kalau masalahnya di nyeri, berarti harus memakai obat-obatan hormonal atau operasi. Perlu dijaga agar endometriosisnya tidak memberat. Hindari makanan yang mengandung fitoestrogen, seperti kacang kedelai dan gandum,” kata dr Luky.

Ia menambahkan, tidak mengonsumsi makanan yang mengandung fitoestrogen memang tidak menghindarkan perempuan dari endometriosis atau menyembuhkan. Akan tetapi, menghindari jenis makanan tersebut dapat memperlambat pertumbuhannya.

“Endometriosis bisa sembuh ketika menopause. Penyakit ini juga tidak menyebabkan kematian, tetapi penderitanya akan tersiksa dengan rasa nyerinya,” papar dr Luky.

Sebagai informasi, penanganan endometriosis dapat dilakukan pada sejumlah rumah sakit. Di Mayapada Hospital, lanjutnya, penanganan yang dilakukan dokter akan dimulai dari sejumlah pemeriksaan. Pemeriksaan ini di antaranya ultrasonografi (USG), magnetic resonance imaging (MRI), hingga anamnesis.

“Endometriosis memiliki beragam bentuk. Endometriosis yang berbentuk kista paling mudah dideteksi. Kalau endometriosis yang berbentuk bercak-bercak lebih susah untuk dideteksi. Kalau diperlukan, kami akan melakukan tindakan laparoskopi,” ujar dr Luky.

Selanjutnya, Mayapada Hospital juga memiliki tim untuk menangani endometriosis yang terdiri dari sejumlah dokter dengan pendekatan multidisiplin, seperti obgyn, gizi, radiologi, urologi, klinik nyeri, dan psikiatri.

“Pusat pelayanan endometriosis Mayapada Hospital dibentuk karena kami sadar akan banyak masalah-masalah lain dari endometriosis tidak hanya perlu ditangani obgyn. Endometriosis biasanya menyebar. Oleh karena itu, perlu penanganan multidisiplin,” kata dr Luky.

Adapun untuk penanganan pembedahan pada kasus endometriosis yang sudah parah memerlukan banyak pertimbangan jangka panjang.

“Pembedahan pada endometriosis diperlukan kehati-hatian, khususnya yang berbentuk kista. Kami perlu memikirkan 1.000 kali untuk membedah kista endometriosis. Sebab, pengangkatan kista endometriosis membuat cadangan telur berkurang,” jelas dr Luky.

Dokter Luky menambahkan, keputusan pembedahan kista endometriosis tersebut juga tidak menutup kemungkinan endometriosis akan tumbuh lagi.

“Untuk itu, pembedahan endometriosis perlu diangkat seluruhnya. Semua bagian yang ada endometriosisnya, harus bersih, tetapi dengan pertimbangan jangan mengurangi cadangan sel telurnya agar pasien tetap bisa hamil,” paparya

Ia juga berharap, perempuan dapat meningkatkan awareness terhadap endometriosis agar bisa mendapatkan penanganan yang serius sebelum semakin parah.

“Jangan mudah memutuskan untuk melakukan pembedahan juga. Karena angka kekambuhannya tinggi dan berisiko mengurangi cadangan sel telur,” ungkapnya.

Sebagai informasi, pada kuartal III 2021, Mayapada Hospital akan membuka cabang di Kota Surabaya, Jawa Timur. Tepatnya, berada di Jalan Mayjen Sungkono Nomor 20, Surabaya Barat.

Bagi Anda yang berdomisili di Kota Surabaya dapat mengunjungi fasilitas kesehatan tersebut untuk pemeriksaan endometriosis.

Selain itu, Mayapada Hospital juga membuka layanan telekonsul terkait berbagai gangguan kesehatan. Bagi yang ingin menggunakan layanan tersebut, silakan hubungi 150770.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com