KOMPAS.com– Pemerintah secara resmi memperpanjang penerapan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 hingga 16 Agustus 2021. Langkah ini diambil demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Seperti diketahui, pandemi yang berlangsung selama 1,5 tahun telah mengubah tatanan masyarakat. Kebiasaan baru seperti mematuhi protokol kesehatan (prokes) perlu diterapkan secara disiplin.
Aturan baru seperti kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diterapkan agar pandemi segera diatasi.
Pembatasan dan kemunculan berita duka akibat pandemi menimbulkan ketidaknyamanan. Pasalnya, hal ini dapat memengaruhi kesehatan mental masyarakat.
Menyoroti masalah tersebut, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) menyelenggarakan Dialog Semangat Selasa di Media Center KPCPEN, Jakarta, Selasa (10/8/2021).
Dialog tersebut membahas perkembangan dan evaluasi PPKM. Kemudian, dialog juga menyoroti pentingnya memelihara kesehatan mental selama pandemi.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Covid-19 Sonny Harry B Harmadi mengatakan, penerapan PPKM cukup efektif. Hal ini terlihat pada penurunan kasus aktif secara signifikan, membaiknya keterisian tempat tidur (BOR) hingga 54 persen, penurunan positivity rate, juga kesadaran penerapan prokes masyarakat yang terus meningkat.
“Karena itu, kebijakan ini baik untuk dilanjutkan dalam rangka menekan laju penularan Covid-19 di seluruh Indonesia,” tutur Sonny dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (11/8/2021).
Ia memaparkan, demi menjaga imun, masyarakat perlu menjaga kesehatan mental di samping kesehatan jasmani.
Pemerintah sendiri, lanjut Sonny, telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya, berkolaborasi dengan Himpunan Psikolog Indonesia membuka layanan bagi mereka yang membutuhkan konsultasi.
“Upaya menghentikan hoaks yang meresahkan orang lain, membangun empati dan gotong-royong, serta menggemakan narasi dan pesan-pesan positif juga bermanfaat untuk membangun ketenangan batin masyarakat,” imbuhnya.
Psikiater dan influencer dr Erickson Arthur Siahaan, SpKJ menjelaskan, menjaga kesehatan mental bisa dimulai dengan mengenali diri dan emosi. Kemudian disusul dengan usaha mengelola stres, mengalokasikan waktu untuk diri sendiri, sekaligus tetap mempertahankan kegiatan bersosialisasi.
Selama pandemi, kata dr Erickson, masyarakat bisa memanfaatkan teknologi untuk bersosialisasi. Misalnya, menggunakan sambungan telepon atau aplikasi berbagi pesan.
“Menjaga pola hidup sehat, makan, dan tidur yang cukup juga diperlukan karena tubuh dan mental yang sehat itu berkaitan. Kesehatan fisik, mental, dan sosial harus berdampingan,” tuturnya.
Co-Founder platform penyedia media bagi mereka yang ingin menyalurkan kegelisahan dengan cara berbagi bercerita, Menjadi Manusia, Rhaka Ghanisatria, sepakat dengan dr Erickson. Menurutnya, masyarakat bisa bercerita keluh kesah selama pandemi lewat platform digital.
Dengan bercerita, imbuh Rhaka, beban emosi akan berkurang. Orang lain yang membaca cerita tersebut merasa terhubung. Mereka pun akan merasa dikuatkan karena sadar bahwa dia tidak sendirian.
“Harapan kami, melalui Menjadi Manusia, kita bisa lebih menghargai perspektif orang lain, tidak mudah menghakimi, dan membuat orang-orang sadar bahwa kita tidak pernah sendiri,” tuturnya.
Untuk memperluas manfaat yang dapat diberikan bagi masyarakat, Rhaka dan kawan-kawannya menggalang donasi bagi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) melalui Digital Bergerak. Mereka juga membuat konsep percontohan sentra rehabilitasi kesehatan mental.
Pada kesempatan tersebut, para narasumber juga bersepakat bahwa kolaborasi lintas profesi dapat mempercepat terwujudnya masyarakat Indonesia yang sehat, baik fisik maupun mental.
Para narasumber juga mengajak masyarakat untuk saling mengulurkan tangan dan bahu-membahu dalam menghadapi masa sulit.
Pasalnya, gerakan dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat akan sangat berarti karena pemerintah tidak mungkin bekerja tanpa dukungan rakyat. Pada masa sulit, setiap orang harus menjadi bagian dari solusi.