Advertorial

Ingin Membuat Konten Digital? Perhatikan Hal Berikut agar Hasilnya Berdampak Positif

Kompas.com - 12/08/2021, 09:12 WIB

KOMPAS.com - Saat ini, teknologi digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia.

Meski begitu, kehadiran teknologi digital yang tak diiringi dengan literasi yang baik dapat berdampak negatif bagi masyarakat. Pasalnya, literasi digital yang buruk membuat masyarakat mudah terpapar konten negatif, seperti hoaks, dan terpicu untuk memproduksi konten serupa.

Oleh karena itu, literasi digital diperlukan agar masyarakat mampu memilah dan mengkaji banyak hal sebelum mengakses atau membuat konten dan mengunggahnya di media sosial.

Menyikapi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) kembali menggelar seri web seminar (webinar) #MakinCakapDigital dengan tema "Konten Positif yang Siap Viral", Jumat (6/8/2021).

Webinar tersebut diisi oleh narasumber yang berasal dari berbagai bidang keahlian dan profesi, seperti Deputy Head of Communication Department Bina Nusantara University Mia Angeline serta praktisi dan dosen Manajemen Komunikasi Institut STIAMI Wulan Furrie.

Hadir pula penggiat advokasi sosial Ari Ujianto, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta sekaligus anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) Gilang Jiwana Adikara dan influencer Suci Patia.

Adapun isu yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

Sebagai pembicara pertama, Mia Angeline mengatakan, konten positif berfungsi sebagai sumber pengetahuan dan sudah seharusnya didasari fakta atau sumber yang valid.

"Sebelum membuat konten, kenali dulu siapa target audiens Anda. Lalu, pilih platform yang cocok. Saat ini, tersedia banyak tools yang bisa dipakai untuk membuat konten, seperti Canva, Anchor, Adobe Premier, dan Wattpad,” ujar Mia dalam rilis resmi yang diterima Kompas.com, Selasa (10/8/2021).

Menurutnya, beberapa hal penting lain juga harus diperhatikan dalam membuat konten.

Hal tersebut adalah membaca tren, jangan meniru konten orang lain, bersosialisasi dengan baik di internet, dan kemampuan membangun komunitas sendiri.

Menambahkan Mia, Ari Ujianto menitikberatkan pentingnya literasi digital. Menurutnya, literasi digital merupakan sebuah konsep dan praktik yang tidak hanya menitikberatkan kecakapan penguasaan teknologi, tetapi juga etika.

Menurutnya, literasi digital adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan alat digital, seperti merancang dan membuat konten yang menarik, mengakses, serta menggunakan berbagi informasi.

"Lalu, ada critical thinking yang mempertanyakan seberapa otentik, valid, dan bermanfaatnya informasi digital. Ada juga social engagement, yakni berkomunikasi dan berkolaborasi dengan orang lain di ruang digital," jelasnya.

Ia juga memberikan beberapa contoh dan ciri dari konten negatif, mulai dari berita bohong, pornografi, perjudian, narkoba, dan penipuan.

Selanjutnya, ada phishing, radikalisasi, kekerasan, ujaran kebencian atau SARA, dan pelanggaran hak atas kekayaan intelektual (HAKI).

"Sementara, konten positif adalah konten yang inspiratif, edukatif, informatif, serta menghibur," ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Wulan Furrie turut memberikan pemaparannya tentang budaya digital.

Menurutnya, budaya digital adalah kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, serta membangun wawasan kebangsaan dan nilai dalam dunia digital.

Ia juga mengingatkan tentang pentingnya menerapkan nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. Pasalnya, budaya merupakan bagian dari budi dan akal manusia.

"Budaya adalah pola atau cara hidup yang terus berkembang dari sekelompok orang dan diturunkan untuk generasi berikutnya. Sementara itu, budaya digital merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital agar masyarakat dapat beradaptasi dengan perkembangan digital,” jelas Wulan.

Wulan melanjutkan, budaya populer adalah gaya, gagasan atau ide maupun perspektif, dan sikap yang benar-benar berbeda dengan budaya arus utama.

Selain itu, budaya populer juga dapat diartikan sebagai budaya yang dijalani dalam kehidupan sosial sehari-hari.

"Budaya populer tidak lepas dari yang namanya media sosial. Ciri-ciri konten yang viral adalah banyak yang sharelike, atau komentar. Selain itu, membahas sesuatu yang baru dan segar serta cenderung berpihak pada salah satu golongan dan membangkitkan emosi pembaca," kata Wulan.

Sementara itu, Gilang Jiwana Adikara menjelaskan bahwa gawai adalah pintu menuju dunia digital.

Ia mengatakan, layaknya di dunia nyata, seseorang tidak dapat keluar pintu tanpa adanya persiapan. Pasalnya, banyak penipuan terjadi melalui penyebaran informasi di dunia digital.

“Jejak digital itu sulit untuk hilang. Agar aman, lakukan pengamanan terhadap perangkat digital, identitas, waspada penipuan, serta pahami rekam jejak dan keamanan digital bagi anak," ucapnya.

Rangkaian webinar dilanjutkan oleh Suci Patia yang mengemukakan bahwa keberadaan judul berita provokatif lebih mengundang minat seseorang untuk membacanya.

Hal tersebut marak terjadi dan dapat berakibat buruk jika tidak dibekali dengan kemampuan memilah informasi secara baik.

"Kita harus bisa berpikir kritis, memilah, dan memilih informasi yang ingin dikonsumsi. Jadi, manfaatkan media sosial dengan baik agar dapat menambah nilai ekonomi, intelektualitas, dan sosial," katanya.

Adapun pada sesi tanya jawab, terdapat peserta webinar yang bertanya mengenai cara mengarahkan anak-anak agar tak terpengaruh konten negatif.

Menjawab pertanyaan tersebut, Wulan mengatakan, sudah menjadi kewajiban orangtua untuk bisa mengawasi anaknya agar dapat terhindar dari hal tersebut. Terlebih, kepada anak yang masih memerlukan bimbingan.

"Karena jika anak masuk dunia yang bukan haknya (nanti) dapat merusak caranya belajar, berpikir, dan bermain. Baik itu guru maupun orangtua harus bisa memberikan wawasan kepada mereka," kata Wulan.

Sebagai informasi, webinar “Konten Positif yang Siap Viral” merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital yang diadakan di Kota Serang, Banten.

Masyarakat yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital dapat mengikuti kegiatan webinar tersebut.

Kegiatan webinar diharapkan dapat mengundang banyak partisipan dan dukungan banyak pihak agar dapat terselenggara dengan baik.

Program literasi dari Kemenkominfo tersebut ditargetkan dapat menjaring 12,5 juta partisipan.

Bagi yang berminat mengikuti webinar pada program literasi digital, silakan ikuti akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau