Advertorial

Perbanyak Konten Positif untuk Lawan Dampak Negatif di Dunia Digital

Kompas.com - 12/08/2021, 09:14 WIB

KOMPAS.com – Digitalisasi yang terjadi akibat kemajuan teknologi membawa sejumlah dampak bagi kehidupan, termasuk juga dampak negatif.

Dampak negatif terjadi lantaran penyebaran konten negatif secara masif di internet. Untuk itu, salah satu cara menyiasatinya adalah memperbanyak konten positif yang inovatif dan inspiratif.

Hal tersebut diamini oleh comic artist and illustrator Muhammad Iqbal pada webinar “Konten Positif yang Siap Viral” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia, Jumat (6/8/2021).

Pada webinar tersebut, Iqbal mengatakan, terdapat dua jenis konten positif yang siap viral untuk melawan penyebaran konten negatif.

“Pertama, (konten) solutif. Dengan begitu, kita semua dapat mencari jalan keluar bersama (agar orang lain juga) membuat konten yang positif. Selanjutnya, inspiratif dan interaktif sehingga mendukung nilai personal media sosial sebagai pernyataan sikap,” kata Iqbal dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (10/8/2021).

Ia melanjutkan, membuat konten positif merupakan hal yang mudah. Pasalnya, pembuat konten atau content creator dapat memulai dengan membuat materi berdasarkan hobi dan passion yang sesuai.

“Kalau hal tersebut sudah ditentukan, baru dibuat menjadi konten. Setelah itu, pembuat konten harus memiliki pemikiran yang out of the box dan tetap positif. Supaya konten terkenal, tetapi bermanfaat,” papar Iqbal.

Lebih lanjut, key opinion leader (KOL) Ramadhinisar menjelaskan mengenai langkah dalam membuat konten positif.

“Hal pertama yang harus dilakukan adalah melihat diri di depan kamera dahulu. Kira-kira percaya diri apa tidak, lalu melihat hobi dan passion yang dapat digali terlebih dahulu,” kata Ramadhinisar.

Ia juga menambahkan bahwa rasa malu dan takut ketika membuat konten harus dikesampingkan agar mendapatkan hasil yang maksimal.

“Untuk mengatasi nervous, tenangkan diri dengan tarik nafas dalam-dalam lalu buang agar lebih relaks. Karena kalaupun salah tidak apa-apa, kita bisa belajar dari kesalahan. Ketika ingin membuat konten, harus tahu apakah bermanfaat atau tidak. Usahakan kontennya tetap positif,” papar Ramadhinisar.

Perkuat literasi digital

Mengamini Iqbal, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (Fishum) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga sekaligus anggota Japelidi Yanti Dwi Astuti mengatakan, seluruh masyarakat harus membantu menekan penyebarannya dengan memviralkan konten positif.

“Konten positif adalah konten-konten yang bermuatan informasi untuk mengedukasi dan menginspirasi masyarakat ke arah kebaikan,” kata Yanti.

Yanti memaparkan, konten negatif dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Konten ini juga gampang tersebar secara luas.

Adapun motivasi pembuatan konten negatif biasanya dilandasi beragam faktor, seperti ekonomi, mencari kambing hitam, politik, dan memecah belah persatuan.

Oleh karena itu, literasi digital menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital. Tujuannya, agar dapat dilakukan secara produktif dan bertanggung jawab. 

Sebagai contoh, dengan adanya literasi digital dalam berinternet, pengguna bisa mendapatkan sejumlah manfaat positif, seperti memudahkan komunikasi dan pencarian informasi.

“Tanpa diiringi dengan literasi digital, pengguna akan dengan mudah membaca, melihat, dan menyebarkan beragam konten berbau hoaks, pornografi, dan penipuan online,” jelas Yanti.

Yanti melanjutkan, ketika menemukan konten negatif, pengguna dapat meninggalkan konten tersebut.

“Hal itu bertujuan agar algoritme (konten negatif) tidak bekerja. Jangan sukai dan bagikan karena makin berbahaya. Jika ada konten yang berbau sara dan hoaks, langsung adukan ke aduankonten atau polisisiber,” paparnya.

Terkait produksi konten negatif, anggota Kaizen Room Rizki Ayu mengatakan, karakteristik masyarakat digital atau digital society yang tidak menyukai aturan turut memengaruhi.

“Lebih jelasnya, tidak suka diatur-atur karena tersedia beberapa opsi. Masyarakat digital juga senang mengekspresikan diri, khususnya melalui platform media sosial. Terbiasa untuk belajar bukan dari instruksi, melainkan dengan mencari,” papar Rizki.

Selain itu, masyarakat digital juga tidak memiliki keraguan untuk mengunduh dan mengunggah. Sebab, masyarakat digital merasa tidak eksis jika tidak mengunggah konten.

“Dengan mengunggah, mereka merasa berinteraksi di media sosial, berbagi, dan melakukan aktivitas kesenangan bersama,” ungkap Rizki.

Tanpa dilandasi literasi digital, konten yang diunggah berpotensi memiliki muatan negatif. Sebaliknya, jika kreator konten punya kecakapan tersebut, konten yang diunggah pun dapat bermuatan positif.

Menghargai perbedaan

Pada kesempatan yang sama, dosen Magister Administrasi Publik (MAP) Universitas Ngurah Rai sekaligus anggota Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Nyoman Diah mengatakan, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari beragam budaya.

“Budaya adalah gagasan, rasa, tindakan, dan karya yang dihasilkan oleh manusia dalam kehidupan masyarakat. Budaya juga sebuah cipta dan karsa manusia. Budaya memberikan gagasan sekaligus ide dan pelajaran hidup yang dapat diterima melalui media, termasuk media digital melalui ruang digital,” kata Diah.

Untuk itu, tambahnya, menghormati beragam perbedaan merupakan efek positif untuk masyarakat agar memiliki rasa sopan santun dan menghargai satu sama lain.

“Masyarakat harus menghindari bullying. Jadi, kita harus respek terhadap budaya dan orang lain,” papar Diah.

Untuk diketahui, webinar “Konten Positif yang Siap Viral” merupakan bagian dari seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital yang akan diadakan hingga akhir 2021.

Webinar itu terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital. Peserta yang mengikutinya juga akan mendapatkan e-certificate.

Adapun informasi yang disampaikan pada rangkaian webinar tersebut termasuk dalam Seri Modul Literasi Digital yang digagas Kemenkominfo bersama dengan Japelidi dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia.

Seri Modul Literasi Digital memiliki empat tema besar, yakni Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.

Melalui program tersebut, masyarakat Indonesia diharapkan bisa memanfaatkan teknologi digital dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.

Program literasi digital juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak yang terlibat sehingga dapat mencapai target 12,5 juta partisipan.

Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa mengikuti akun Instagram @siberkreasi @siberkreasi.dkibanten.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com