Advertorial

Adaptif, Kreatif, dan Humanis, Ini Kisah Pelaku UMKM yang Berhasil Meraih Sukses

Kompas.com - 15/08/2021, 22:15 WIB

KOMPAS.com - Untuk bertahan di tengah hantaman pandemi Covid-19, para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dituntut adaptif dan kreatif. Mereka perlu melakukan berbagai upaya agar bisnis tetap berjalan.

Adapun salah satu hal yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan dan mengolah berbagai sumber daya sehingga memiliki nilai jual. Sumber daya tersebut, misalnya, rempah-rempah, buah-buahan, bunga lokal, rimpang, dan empon-empon.

Salah satu bunga lokal yang tengah naik daun adalah bunga telang atau clitoria ternatea. Dulu, bunga telang dianggap sebagai tanaman liar. Kini, bunga berwarna ungu ini semakin dilirik dan memiliki nilai ekonomis jika diolah dengan benar.

Potensi bunga telang tersebut tak ingin dilewatkan begitu saja oleh Anneke Putri Purwidyantari. Pelaku usaha asal Sleman, Yogyakarta ini memanfaatkannya sebagai salah satu bahan baku sirop brand lokal, Ramu Padu.

Pendiri CV Ramu Padu Nusantara itu memang bercita-cita menghidupkan kembali potensi rempah-rempah lokal sebagai bahan baku produk pangan. Setelah melalui berbagai riset dan uji coba, perempuan yang akrab disapa Putik itu berhasil meracik sirop bunga telang.

Usaha Putik pun membuahkan hasil. Kini, sirop Ramu Padu dikenal banyak orang. Tak hanya dipasarkan di Yogyakarta dan sekitarnya, Ramu Padu juga didistribusikan ke Jakarta.

Namun demikian, usahanya membangun brand sirop lokal tak semudah membalik telapak tangan. Terlebih, tantangan yang dihadapi semakin terasa selama masa pandemi, khususnya dari segi pasar atau market.

Putik menjelaskan, dalam proses bisnisnya, Ramu Padu memiliki dua segmen pasar dengan karakteristik berbeda. Pertama, business to business (B2B) market, seperti hotel, restoran, dan cafe (horeca). Kedua, end user market.

“Sejak pandemi Covid-19, perilaku konsumen dari kedua segmen tersebut berubah. Perubahan terlihat dari kesadaran masyarakat terhadap berbagai produk yang dikonsumsi, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan,” ujar Putik dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Kamis (12/8/2021).

-Dok. BRI -

Putik menyebutkan, dari segmen horeca, pemilik usaha kini berorientasi menyuguhkan menu yang terbuat dari bahan-bahan alami. Sementara, dari end user, semakin kritis terhadap berbagai komposisi sebuah produk.

“Masyarakat yang semula tidak aware terhadap produk yang mereka konsumsi, kini semakin sadar dan memperhatikan komposisi dalam suatu produk, terutama yang berkaitan dengan kesehatan,” jelas Putik.

Meski demikian, hal itu dilihatnya sebagai peluang untuk membangun sense of belonging konsumen terhadap produk Ramu Padu. Untuk itu, ia berupaya mengomunikasikan secara tepat kepada pelanggan terkait hal yang dilakukan Ramu Padu dalam memproduksi berbagai varian sirop.

Putik mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan petani lokal untuk memasok bahan baku, termasuk dengan petani-petani perempuan yang menanam bunga telang.

“Kami juga berupaya menghubungkan apa yang ada di hulu dan hilir, yakni petani bunga telang dengan konsumen. Petani mendapat manfaat secara ekonomi dan masyarakat memperoleh efek positif bagi kesehatan” jelasnya.

Dengan demikian, imbuh Putik, konsumen semakin paham, bahwa produk Ramu Padu tak hanya dibuat dari bahan-bahan alami berkualitas, tetapi juga melibatkan partisipasi petani perempuan sebagai nilai tambah dari sebuah brand lokal.

-Dok. BRI -

Pentingnya kolaborasi

Selain mengoptimalkan sumber daya, hal yang tak kalah penting untuk mengembangkan usaha di sektor UMKM adalah kolaborasi.

Dengan terbentuknya kolaborasi, bisnis yang dijalankan bisa berkembang, bahkan berpotensi go global. Contoh penerapannya dibuktikan oleh I Wayan Tuges, pendiri Blueberry Guitar. Bermodalkan kemauan untuk belajar dan kolaborasi, Tuges berhasil memproduksi gitar dengan ukiran khas Bali bercita rasa tinggi.

Tak main-main, gitar buatannya dibanderol dengan harga puluhan juta rupiah dengan segmen pasar internasional, seperti Jepang, Kanada, Eropa, dan Amerika Serikat (AS).

Sebagai seniman ukir, Tuges mengaku bahwa dirinya tak paham mengenai seluk beluk gitar.

“Memainkan gitar juga enggak bisa. Saya enggak paham senar, apalagi chord. Namun dengan kolaborasi, gitar dengan paduan ukir Bali dan seni Eropa bisa dipadukan,” terang Tuges.

Ia menjelaskan, ide membuat gitar otentik dengan seni ukir khas Bali muncul manakala pengusaha sekaligus musisi asal Kanada, Danny Fonfeder, tertarik dengan seni pahat karya Tuges.

Agar gitar buatannya tak sekadar indah dengan sentuhan artistik seni pahat, Tuges belajar membuat gitar dari seorang pengrajin gitar asal AS, George Morris.

-Dok. BRI -

“Gitar Blueberry buatan saya merupakan penggabungan antara seni barat dan timur. Sisi baratnya dalam hal pembuatan teknis gitar, sedangkan timur dengan sentuhan ukir khas Bali. Jadi, kami kolaborasikan keduanya,” jelasnya.

Selain Tuges, inspirasi tentang geliat usaha pelaku UMKM di Tanah Air juga datang dari pemilik Batik Kultur asal Semarang, Jawa Tengah (Jateng).

Selain mengembangkan dan melestarikan industri batik, Dea Valencia, pendiri Batik Kultur itu juga melibatkan para penyandang disabilitas dalam proses produksinya.

Meski begitu, Dea mengaku, ada pertimbangan mengapa dirinya mempekerjakan para penyandang disabilitas. Ia memegang prinsip bahwa setiap orang tetap memiliki peluang untuk berhasil, termasuk penyandang disabilitas.

Untuk itu, dalam memberdayakan penyandang disabilitas tersebut, Dea memberikan pelatihan menjahit di Solo selama satu tahun. Tujuannya, agar mereka menjadi pekerja yang terampil sehingga mampu meningkatkan taraf hidup.

“Usaha batik saya organik dan bersifat handicraft. Untuk membentuk mereka (penyandang disabilitas) dari penjahit biasa menjadi penjahit halusan dengan hasil jahitan yang berkualitas, itu challenging sekali,” ungkap Dea.

Dea menyadari, memberdayakan penyandang disabilitas menjadi nilai tambah bagi bisnis Batik Kultur. Dengan demikian, konsumennya secara tak langsung turut terlibat dalam penerapan inklusi sosial.

Meski demikian, hal tersebut tak lantas mendorong Dea untuk menjadikannya sebagai brand image. Ia berprinsip, pelanggan tetapnya membeli produk karena kualitas yang apik.

-Dok. BRI -

“Untuk keberlanjutan bisnis, kami memproduksi barang yang berkualitas. Pelanggan kami beli bukan semata-mata karena tahu diproduksi oleh orang disabilitas, tapi mereka tahu produk Batik Kultur berkualitas sehingga tetap balik ke sini lagi,” ungkapnya.

Ekosistem usaha bagi pelaku UMKM

Demi mendukung keberlanjutan UMKM di Tanah Air, Direktur Bisnis Mikro PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Supari mengatakan, pendampingan terhadap pelaku UMKM merupakan hal penting.

Masih dalam rangka memperingati Hari UMKM pada 12 Agustus 2021, Supari mengingatkan berbagai pihak untuk merealisasikan dukungannya bagi pelaku UMKM.

Ia mengatakan, pendampingan tersebut dapat dilakukan secara bersama-sama. Pasalnya, Indonesia punya sumber daya potensial yang bisa dioptimalkan untuk mendukung pelaku UMKM.

Mulai dari perguruan tinggi, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), hingga industri perbankan, punya peran untuk itu.

“Pelaku UMKM perlu terus ditemani dalam berproses. Prinsip menemani dan ditemani ini sangat penting agar ekosistem usaha terbentuk dengan baik dan UMKM bisa berdampak positif bagi perekonomian nasional,” jelas Supari.

Ia mencontohkan perguruan tinggi sebagai salah satu akselerator industri UMKM. Berbagai hasil riset yang dilakukan akademisi di bidang ekonomi, dapat menjadi acuan kebijakan pengambil keputusan untuk menyokong pertumbuhan UMKM di Indonesia.

Namun demikian, hasil riset saja tak cukup. Perlu partisipasi berbagai pihak sehingga menjadi sebuah gerakan untuk mendukung terbentuknya ekosistem UMKM.

-Dok. BRI -

Untuk diketahui, BRI sebagai industri perbankan punya berbagai platform dan infrastruktur untuk membantu para pelaku UMKM di berbagai daerah. Untuk diketahui, BRI memiliki berbagai macam fasilitas kredit bagi masyarakat di akar rumput.

Misalnya, bagi petani, BRI punya kredit musiman. Kredit ini bisa dimanfaatkan petani untuk menyewa lahan pertanian sehingga jumlah produksinya meningkat.

"(Kami) punya banyak platform untuk membantu mereka. Persoalannya, bagaimana mereka bisa mengakses itu," jelasnya.

Sementara, dari segi infrastruktur, BRI menyiapkan sumber daya manusia (SDM) sebagai garda terdepan untuk menyosialisasikan berbagai produk kredit mikro kepada pelaku UMKM.

“Misalnya, Mantri BRI yang bisa lebih dekat dengan masyarakat. Jadi, kalau ada Mantri BRI, masyarakat tinggal bertanya pada mereka kemudian akan dihubungkan dengan platform kredit BRI sesuai dengan kebutuhan mereka,” kata Supari.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com