KOMPAS.com – Sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki sarana dan fasilitas bisnis yang lengkap, Pertamina kembali bergerak secara agresif dan inovatif.
Memanfaatkan kekuatan dan keunggulan Indonesia sebagai negara yang memiliki posisi strategis di jalur ekonomi internasional, Pertamina berupaya menciptakan dan menangkap peluang bisnis di pasar global.
Hal itu diwujudkan melalui upaya anak perusahaan Pertamina, PT Pertamina International Shipping (PIS), yang mengembangkan bisnis bungker di Selat Malaka, tepatnya di kawasan perairan Pulau Nipa, Kepulauan Riau.
Pada peresmian Subholding Shipping Pertamina, Menteri BUMN Erick Thohir mengutarakan harapannya agar PIS dapat memberikan kontribusi positif sebagai upaya pemenuhan supply chain nasional dan menjadi global player dalam industri marine logistic.
Direktur Utama (Dirut) PIS Erry Widiastono mengatakan, pengembangan bisnis bungker di perairan Pulau Nipa dan wilayah labuh jangkar di sekitar Selat Malaka sangat berpotensi memberikan pendapatan bagi negara.
“Pasalnya, lebih dari 100.000 kapal melewati Selat Malaka setiap tahun. Selain itu, lebih dari 90 persen kapal tersebut melakukan bunkering di Singapura dengan estimasi market size lebih dari 46 juta metrik ton (MT) dan estimasi value sebesar 20 miliar dollar Amerika Serikat (AS) pada 2020,” papar Erry dalam rilis yang diterima Kompas.com, Senin (16/8/2021).
Dengan adanya potensi pengembangan bisnis bunkering di Selat Malaka, tambahnya, Nipa berpeluang menjadi blending hub serta anchorage area dengan mengambil pasar Singapura dan Tanjung Pelepas.
Bisnis bunkering tersebut juga berpotensi untuk meningkatkan utilisasi terminal Pertamina Group, yaitu Tanjung Uban dan Sambu, serta potensi pemanfaatan storage3rd party di Nipa dan Oil Tanking Karimun.
“Untuk menangkap peluang itu, kami akan bersinergi dengan subholding lain dan mitra di luar Pertamina,” ujar Erry.
Strategi bisnis bunkering
Untuk diketahui, PIS telah menyiapkan sejumlah strategi bisnis bunkering dengan memerhatikan berbagai kesiapan yang perlu dilakukan.
Pertama, component supply. Pertamina International Marketing and Distribution (PIMD) yang merupakan anak perusahaan PT Patra Niaga sebagai Subholding Commercial and Trading (C&T) dan Subholding Refinery & Petrochemical (R&P) berperan sebagai penyedia bahan baku.
Bahan baku tersebut dibutuhkan untuk memproduksi bungker yang comply dengan regulasi international maritime organization (IMO) 2020 very low sulfur fuel oil (VLSFO) 0,5 persen sulfur.
Kedua, blending process. PIMD akan berperan sebagai operator untuk memastikan proses blending bahan baku di atas floating storage facility yang disediakan oleh Subholding Shipping di area Pusat Logistik Berikat (PLB) Nipa.
Ketiga, marketing atau penjualan. Pada strategi ini, PIMD akan mengambil produk untuk kebutuhan konsumen international market dan berkolaborasi dengan induknya, Patra Niaga.
Kolaborasi tersebut terkait dengan Izin Niaga Umum (INU) dalam penjualan bungker di Perairan Nipa. Sementara, Patra Niaga juga dapat mengambil produk untuk kebutuhan konsumen domestic market.
Keempat, integrated marine logistics. PIS sebagai Subholding Shipping Pertamina akan berperan sentral dalam penyiapan armada dan sarana marine logistic dalam menggarap bungker bisnis.
Tidak hanya itu, PIS juga memiliki peranan penting terhadap usaha marine dan kepelabuhanan di area Nipa, termasuk melalui anak perusahaannya, yaitu Pertamina Trans Kontinental (PTK).
Langkah tersebut dilakukan untuk mendukung pengadaan kapal, tongkang, dan barge boat yang dilengkapi flowmeter untuk digunakan dalam proses suplai bungker ke kapal pelanggan.
Sarana dan fasilitas (sarfas) pendukung, seperti tugboat, fasilitas tambat, dan pencegahan pencemaran untuk proses ship to ship di floating storage juga didukung oleh PTK.
Selain itu, PTK juga melaksanakan kegiatan keagenan dengan bekerja sama dengan badan usaha pelabuhan (BUP) setempat, yaitu PT Asinusa Putra Sekawan dan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo).
“Saat ini, Pertamina melalui PIMD telah berhasil melakukan penetrasi ke pasar bunkering di Singapura dengan marketsize 1,3 juta MT atau 3 persen total market size Singapura pada 2020,” kata Erry.
Ia menambahkan, PIS juga telah melakukan kerja sama dengan world class company, yaitu Freepoint.
Kerja sama tersebut dilakukan melalui penyediaan floating storage bunker sejak 2019 hingga 2021 di Tanjung Pelepas menggunakan very large crude carrier (VLCC) PIS Pioneer.
Dukungan pemerintah
Lebih lanjut, Erick mengaku bahwa pemerintah sangat mendukung pengembangan kawasan Nipa, Kepulauan Riau, sebagai sentral bisnis bunkering di jalur Selat Malaka.
Pasalnya, pengembangan tersebut berpotensi memberikan pemasukan bagi negara dan meningkatkan perekonomian, khususnya di kawasan Nipa, Kepulauan Riau.
Selain itu, pengembangan kawasan tersebut dinilai dapat mewujudkan semangat nasionalisme dan membuktikan bahwa Indonesia melalui Pertamina mampu bersaing di kancah internasional.
Dukungan dari pemerintah melalui kementerian terkait dalam aspek regulasi dan fleksibilitas juga sangat berarti untuk Pertamina.
Hal tersebut berkaitan dengan tujuan untuk mewujudkan pengembangan bisnis di wilayah Nipa, Kepulauan Riau, dan memberikan layanan terbaik, harga produk, serta biaya pelabuhan yang lebih kompetitif.
Dengan begitu, kawasan bungker Nipa akan memiliki daya tarik bagi pihak kapal yang selama ini mengisi bungker di perairan Singapura dan Malaysia.
“Pengembangan bisnis bunkering di Nipa akan menambah pemasukan bagi Indonesia secara lebih menyeluruh, baik dalam penjualan produk bungker maupun dalam penyediaan jasa pelayanan kepada kapal luar negeri yang selama ini dilayani di perairan Singapura,” papar Erry.
Selain itu, lanjutnya, terdapat potensi bisnis yang dapat dihadirkan sebagai supporting ecosystem dalam mendukung bisnis bunkering.
Bisnis tersebut di antaranya adalah kegiatan ship-to-ship (STS), blending, tank cleaning, penyediaan fresh water, surveyor lab, dan crewing facilities dengan bersinergi bersama perusahaan dalam negeri.