Advertorial

Kenali dan Laporkan Berbagai Bentuk Pelecehan Seksual di Ranah Digital

Kompas.com - 18/08/2021, 21:55 WIB

KOMPAS.com –Tidak sedikit kasus pelecehan terjadi di ranah digital. Tindakan pelecehan tersebut masuk ke dalam kategori cybercrime dan harus dilaporkan ke pihak berwajib.

Menyikapi fenomena tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Stop di Kamu! Lawan Pelecehan Seksual di Media Digital”, Jumat (13/8/2021).

Webinar tersebut menhadirkan sejumlah narasumber, seperti perwakilan dari Japelidi dan Universitas Negeri Makassar Dr Citra Rosalyn Anwar, Princeton Bridge Year On-Site Director Indonesia Dr Sani Widowati, dan dosen Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman Dwiyanto Indidahono.

Selain itu, dalam forum tersebut hadir pula peneliti Magister Administrasi Publik (MAP) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan anggota Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Nanik Lestari serta Miss Earth Indonesia 2019 Cinthia Karani sebagai pembicara.

Nanik mengatakan bahwa keamanan digital tergantung pada apa yang diinput dan diterima, termasuk informasi. Maka dari itu, penting untuk menyaring apa yang akan dibagikan.

Berdasarkan buku The Basics of Cyber Safety (2017) karya Sammons dan Cross, lanjutnya, keamanan digital dimaknai sebagai proses memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring maupun luring, dilakukan secara aman dan nyaman.

Menurutnya, kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk kekerasan berbasis gender. Kekerasan seksual dapat berupa tindakan yang menimbulkan kerusakan atau penderitaan fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman dengan tindakan tertentu, pemaksaan, dan berbagai perampasan kebebasan.

“Penting untuk mengenali berbagai bentuk pelecehan pelecehan seksual di ranah digital agar dapat segera melaporkannya,” ujar Nanik dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (18/8/2021).

Bentuk-bentuk pelecehan seksual di ranah digital, kata Nanik, termasuk sexting, yaitu pelecehan melalui fitur chat berupa tulisan atau share foto atau gambar.

Kemudian, non-consensual dissemination of intimate images berupa suara, audio, video, atau ujaran yang berisi konten seksual milik seseorang tanpa persetujuan orang tersebut.

Selajutnya, bodyshaming atau mencela atau menghujat penampilan fisik seseorang karena dinilai tidak sesuai standar masyarakat.

Scammer atau aktivitas menipu seseorang lewat aplikasi kencan, membangun kepercayaan, lalu meminta uang juga termasuk dalam pelecehan seksual,” imbuhnya.

Selaku narasumber key opinion leader, Cinthia menyampaikan bahwa ada mendapatkan dampak positif dari media digital, yaitu kemudahan dalam mendapatkan informasi dan hiburan selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Menurut Cinthia, penggunaan media digital dan internet bermanfaat dan dapat menjadi sebuah pekerjaan. Sebab, ada peluang untuk meraih pendapatan melalui media sosial.

Meski demikian, hal negatif juga sering terjadi di media sosial, seperti cybercrime. Salah satu bentuknya adalah pelecehan seksual.

Cinthia mengingatkan bahwa apa pun yang ada di media sosial tidak bisa kita kontrol, khususnya apa yang orang lain unggah. Oleh karena itu, pengguna yang harus bijak memilih konten yang dikonsumsi dan juga harus memikirkan dampaknya.

“Kalau kita sadar, mau belajar, dan bisa bijak, hal-hal yang tidak baik lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadi. Kita harus aware sekali dengan apa yang akan kita bagikan di media sosial, mengingat dunia digital itu sangat luas,” ujarnya.

Salah satu peserta bernama Dewi pun menanyakan bagaimana cara yang tepat bagi orangtua untuk membimbing anak yang sedang belajar dalam menggunakan teknologi.

Dwiyanto pun menjawab bahwa untuk anak di bawah usia 13 tahun tidak boleh memegang gawai secara penuh. Maksudnya, gawai tidak boleh dikunci dengan password. Tujuannya, supaya orangtua bisa memantau aktivitas digital mereka.

“Ajarkan anak untuk mengirim pesan dengan kata-kata yang baik dan sopan. Orangtua harus memberikan contoh kepada anaknya,” ujar Dwiyanto.

Misalnya, lanjut Dwiyanto, anak melihat pesan orangtua untuk temannya. Contohkan dengan kata-kata yang baik, dari salam, ungkapan permohonan, lalu ucapan terima kasih.

Untuk diketahui, webinar tersebut merupakan salah satu rangkaian literasi digital yang digelar Kemenkominfo di Jakarta Pusat. Kegiatan ini terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital.

Penyelenggara pun membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada agenda webinar selanjutnya melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Bagi yang mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa mengikuti akun Instagram @siberkreasi.

Penyelenggara juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga program tersebut dapat berjalan dengan baik.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com