Advertorial

Mengenal Tanaman Porang yang Menjadi Primadona Petani

Kompas.com - 19/08/2021, 13:50 WIB

KOMPAS.com – Beberapa waktu belakangan, tanaman porang atau yang sering disebut iles-iles menjadi primadona petani di Tanah Air. Sebelum menjadi tren, porang dianggap sebagai tumbuhan liar di pekarangan rumah.

Untuk diketahui, porang yang memiliki nama latin Amorphophallus muelleri merupakan tanaman penghasil umbi. Berat umbi porang bisa mencapai 5 kilogram (kg) dan dapat diolah untuk dikonsumsi ataupun untuk kebutuhan lain.

Saat ini, banyak petani menanam porang karena dapat menjadi komoditas bernilai tinggi. Terlebih, penanamannya relatif mudah. Porang dapat beradaptasi pada berbagai jenis tanah dengan ketinggian lahan bervariasi, yakni dari 0 hingga 700 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Selain itu, porang dapat ditanam secara tumpang sari dengan toleransi naungan 60 persen. Produktivitas porang tergolong tinggi karena 1 hektare (ha) lahan tanaman itu mampu menghasilkan sekitar 5–10 ton umbi basah sekali panen.

Dengan berbagai kelebihan tersebut, tak heran bila porang unggul dari segi ekonomi. Umbi porang juga bisa dijual dalam berbagai variasi, yakni bentuk basah, irisan kering, tepung, dan glukomanan.

Untuk diketahui, harga umbi porang basah berkisar Rp 4.000–Rp 15.000 per kg. Sementara, bila sudah dikeringkan, harganya mencapai RP 55.000–Rp 65.000 per kg.

Menurut data dari Kementerian Pertanian (Kementan), nilai ekspor porang pada 2020 mencapai Rp 923,6 miliar. Jumlah ini amat menjanjikan untuk menyejahterakan petani atau masyarakat yang membudidayakan porang.

Selain itu, pasar ekspor porang juga masih luas. Adapun negara tujuan ekspor porang antara lain Jepang, China, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Vietnam, Australia, serta sejumlah negara di Amerika dan Eropa.

Nilai ekonomis porang

Salah satu keunggulan utama porang yang menjadi nilai ekonomis adalah kandungan glukomanan. Sebagai informasi, glukomanan merupakan polisakarida larut dalam air yang dianggap sebagai serat makanan dan dapat dijadikan pengental alami.

Selain sebagai bahan pangan, porang juga dapat diolah menjadi bahan baku beragam kebutuhan, mulai dari pembuat lem, kapsul, pengikat formulasi tablet, pengganti gel, campuran dalam pembuatan kertas, silikon, hingga isolator listrik.

Karena multifungsi, tak heran bila porang dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri, mulai dari industri makanan, kecantikan, bahan bangunan, sampai penerbangan.

Porang sebagai sumber ekonomi baru

Menurut Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi, saat ini ada 20.000 ha lahan di Indonesia yang ditanami porang. Jumlahnya diprediksi akan terus bertambah.

Salah satu lokasi budidaya porang terdapat di Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Kepala Desa (Kades) Klangon Didik Kuswandi menceritakan keberhasilannya dalam menjadikan tepian hutan di desa menjadi sumber ekonomi baru.

Didik yang juga merupakan ketua kelompok dari klaster tani porang binaan Bank Rakyat Indonesia (BRI) melakukan budidaya tanaman porang dan mengembangan potensi ekowisata di Desa Klangon.

Didik menceritakan bahwa pada 2005, ia membina sekitar 600 anggota kelompok (klaster) tani porang di atas lahan seluas 100 ha.

“Perlahan tapi pasti, harga jual porang semakin tinggi sehingga menarik minat masyarakat sekitar untuk ikut budidaya tanaman porang,” kata Didik dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (18/8/2021).

Didik mengatakan bahwa saat ini, tercatat sebanyak 1.500 masyarakat yang ikut menanam porang dengan area tanam seluas 1.500 ha di Desa Klangon. Menurutnya, peningkatan jumlah anggota kelompok tani porang juga terlihat selama periode tiga tahun terakhir.

Hal tersebut terlihat pada pertumbuhan populasi tanaman porang setiap tahunnya yang mencapai lebih dari 70 persen.

Dengan aset pertanian yang dimiliki kelompoknya, lanjut Didik, ia memiliki visi untuk menjadikan Desa Klangon sebagai ibu kota komoditas porang di Indonesia, bahkan dunia.

Tak hanya itu, ia juga ingin mengembangkan konsep ekowisata di Desa Klangon karena wilayah ini memiliki kekayaan situs dan sejarah.

“Misalnya, dengan mengembangkan beberapa situs sejarah dan wisata lereng Gunung Pandan sehingga dapat menarik wisatawan luar kota. Inovasi tersebut dilakukan untuk memperkenalkan dan meningkatkan ekonomi desa, serta memberdayakan masyarakat desa Klangon supaya lebih sejahtera,” kata Didik.

Pemberdayaan klaster BRI

Keberhasilan kelompok tani membudidayakan porang di Desa Klangon tak lepas dari program pemberdayaan BRI yang diberikan sesuai dengan kebutuhan petani.

Sebagai informasi, BRI memiliki berbagai program pemberdayaan, mulai dari pembiayaan modal usaha, pengaturan keuangan (inklusi dan literasi), sampai bantuan sarana prasarana yang dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok.

Direktur Bisnis Mikro BRI Supari sedang berdiskusi denganketua kelompok petani porang Desa Klangon.DOK. BRI Direktur Bisnis Mikro BRI Supari sedang berdiskusi denganketua kelompok petani porang Desa Klangon.

Contoh bantuan sarana prasarana yang diberikan BRI, yakni pengadaan gedung yang dilengkapi dengan bangunan joglo dan bisa dimanfaatkan untuk tempat edukasi, pelatihan, dan studi banding budidaya porang dari seluruh penjuru wilayah.

Adapun strategi pengembangan klaster binaan BRI diarahkan pada tiga hal. Pertama, peningkatan produktivitas lebih dari 6.000 pemberdayaan berupa pelatihan dan bantuan sarana produksi untuk peningkatan kapasitas dan produktivitas.

Kedua, peningkatan akses pasar melalui inovasi dan kolaborasi, mulai dari penyediaan platform hingga kerja sama dengan e-commerce.

Ketiga, peningkatan kualitas dan nilai tambah (value added) seluruh pelaku ekosistem bisnis yang terhubung dengan rantai perdagangan, seperti perusahaan, petani, kelompok tani, pengumpul, pengolah, pedagang, dan pasar.

Sejalan dengan pemberdayaan kepada petani di Desa Klangon, BRI mendukung program pemerintah secara konsisten dalam mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan melalui komoditas porang.

Hal tersebut tecermin dari besarnya penyaluran pembiayaan BRI terhadap komoditas porang atau umbi-umbian secara nasional dengan total lebih dari Rp 600 miliar pada semester I 2021. 

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau