KOMPAS.com - Kanker ovarium masih menjadi ancaman serius bagi perempuan. Jenis kanker ini berasal dari indung telur dan saluran tuba wanita.
Untuk diketahui, sistem reproduksi wanita memiliki dua ovarium dan saluran tuba yang masing-masing berada satu pasang di setiap sisi rahim. Ovarium memiliki ukuran sebesar kacang almon dan berfungsi memproduksi sel telur (ovum), hormon estrogen, serta progesteron pada setiap siklus haid wanita.
Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Mayapada Hospital Yudi Andriansyah Eka Putra mengatakan bahwa kanker ovarium disebabkan oleh perubahan atau mutasi genetik pada sel-sel ovarium dan saluran tuba. Sel abnormal yang tumbuh dengan cepat dan tidak terkontrol itu lalu menyerang jaringan di sekitarnya. Sampai saat ini, penyebab mutasi genetik tersebut masih belum diketahui.
Pada awal pertumbuhannya, kata dr Yudi, kanker ovarium sering kali tidak terdeteksi. Sel kanker baru terdeteksi saat sudah menyebar di dalam rongga panggul dan perut. Kondisi kanker ovarium yang sudah meluas pada organ tubuh lain itu disebut sebagai stadium akhir.
“Jika sudah mencapai stadium akhir, proses pengobatan menjadi lebih sulit,” kata dokter Yudi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (18/8/2021).
Oleh karena itu, dr Yudi menyarankan pasien melakukan pemeriksaan secara dini guna mengetahui potensi atau gejala kanker ovarium. Pasalnya, angka keberhasilan terapi untuk kanker ovarium pada stadium awal lebih tinggi dibandingkan stadium lanjut.
Gejala kanker ovarium
Dokter Yudi menjelaskan bahwa kanker ovarium memiliki berbagai gejala yang menjadi pertanda bagi penderita. Umumnya, pada stadium awal, kanker ovarium tidak menimbulkan gejala. Lalu, pada stadium lanjut, penderita akan merasakan beberapa gejala umum yang tidak spesifik dan sering disalahartikan sebagai tumor jinak.
“Tanda dan gejala kanker ovarium, antara lain, perut kembung atau membesar, cepat merasa kenyang saat makan, penurunan berat badan dalam tiga bulan terakhir, ketidaknyamanan di daerah pinggul, perubahan kebiasaan buang air besar seperti sembelit, serta sering buang air kecil,” ujar dr. Yudi.
Menurut dr Yudi, terdapat berbagai faktor yang membuat perempuan lebih rentan terhadap kanker ovarium. Faktor tersebut adalah wanita berusia di atas 40 tahun, memiliki gen kanker BRCA1 dan BRCA2, memiliki sindrom Lynch, serta memiliki anggota keluarga dengan riwayat kanker ovarium atau kanker payudara.
Kemudian, wanita yang pernah menjalani terapi penggantian hormon estrogen, terutama terapi jangka panjang dan dalam dosis besar juga berpotensi mengidap kanker ovarium. Kanker ini juga bisa diderita oleh wanita yang mulai menstruasi pada usia dini atau mulai menopause pada usia lanjut atau keduanya.
Jenis kanker ovarium
Dokter Yudi menerangkan bahwa kanker ovarium memiliki beberapa jenis. Pertama, tumor epitel. Tumor ini berasal pada lapisan tipis jaringan yang menutupi bagian luar ovarium. Sekitar 90 persen kanker ovarium adalah tumor epitel.
Kedua, tumor stroma. Tumor ini berasal dari jaringan ovarium yang mengandung sel penghasil hormon. Tumor stroma biasanya dapat didiagnosis pada stadium lebih awal dibandingkan tumor ovarium lainnya. Sekitar 7 persen tumor ovarium berjenis tumor stroma.
“Terakhir, tumor sel germinal. Tumor ini bermula dari sel penghasil telur. Namun, jenis kanker ovarium ini cenderung langka dan cenderung terjadi pada wanita dengan usia lebih muda,” katanya.
Pengobatan kanker ovarium
Menurut dr Yudi, pasien yang menderita kanker ovarium bisa melakukan berbagai jenis pengobatan. Pertama, melalui operasi pengangkatan salah satu ovarium.
Operasi itu dilakukan pada kanker stadium awal yang belum menyebar ke ovarium lainnya. Tindakan ini bisa termasuk mengangkat ovarium beserta tuba falopi yang terkena sel kanker.
Tindakan operasi yang juga bisa dilakukan adalah pengangkatan kedua ovarium, uterus, kelenjar getah bening pelvis, paraaorta, omentum, dan sampel peritoneum (surgical staging procedure).
“Selain itu, pasien juga bisa mendapatkan operasi pembedahan untuk mengangkat kanker sebanyak mungkin diikuti dengan kemoterapi (debulking),” tutur dr Yudi.
Pengobatan kedua adalah kemoterapi. Menurut dr Yudi, kemoterapi diberikan setelah dilakukan pembedahan untuk membunuh sel-sel kanker yang dapat muncul kembali.
Kemoterapi juga dapat diberikan sebelum prosedur pembedahan dengan tujuan mengecilkan tumor agar mempermudah proses pengangkatan.
Kemoterapi diberikan dalam beberapa siklus tergantung kebutuhan dengan jeda 1-3 minggu.
“Prosedur pengobatan ini relatif aman bagi pasien,” ujarnya.
Pengobatan ketiga adalah terapi target. Terapi ini spesifik yang menargetkan kelemahan sel kanker dengan menggunakan obat-obatan. Obat terapi target biasanya disediakan untuk mengobati kanker ovarium yang kembali setelah pengobatan awal (residif) atau kanker yang menolak pengobatan lain. Di negara-negara maju, terapi target dilakukan bersamaan dengan kemoterapi.
Pengobatan terakhir adalah perawatan suportif (paliatif). Perawatan medis khusus ini berfokus pada pemberian obat atau bantuan untuk mengobati rasa sakit dan gejala penyakit serius lain. Terapi ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Meski memiliki banyak jenis pengobatan, lanjut dr Yudi, sebaiknya pasien melakukan pencegahan kanker ovarium sejak dini untuk meningkatkan peluang kesembuhan. Ia menyarankan pasien melakukan pemeriksaan panggul berkala ke dokter onkologi ginekologi.
Menurut dr Yudi, pasien juga bisa berkonsultasi ke dokter bila memiliki faktor risiko kanker ovarium. Pasalnya, pada beberapa kasus, biasanya dokter akan merujuk pasien ke konselor genetik yang dapat memutuskan tes genetik yang tepat untuk pasien.
“Jika ditemukan mutasi gen yang meningkatkan risiko kanker ovarium, tindakan operasi untuk mengangkat ovarium dapat menjadi pilihan untuk mencegah kanker,” ujar dr Yudi.
Anda bisa #SelangkahLebihSehat dengan melakukan skrining kesehatan organ reproduksi secara rutin di Mayapada Hospital. Oncology Center Mayapada Hospital menyediakan layanan komprehensif dan ditunjang dengan kolaborasi dokter multispesialis yang siap membantu mengatasi keluhan Anda.
Tak hanya itu, Mayapada Hospital juga membuka layanan telekonsul untuk penyakit lain. Bagi yang ingin menggunakan layanan tersebut, silakan hubungi Call Center Mayapada Hospital di 150770.
Sebagai informasi, pada kuartal III 2021, Mayapada Hospital akan membuka cabang di Kota Surabaya, Jawa Timur. Tepatnya, berada di Jalan Mayjen Sungkono nomor 20, Surabaya Barat.
Yuk, lakukan skrining rutin kesehatan organ reproduksi di Mayapada Hospital untuk menjaga kesehatan Anda dan keluarga.