KOMPAS.com – Di tengah pandemi Covid-19 yang berlangsung selama 1,5 tahun, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mampu mencatatkan kinerja positif.
Sampai akhir kuartal II 2021, BRI mampu mencatatkan laba sebesar Rp 12,54 triliun atau tumbuh double digit sebesar 22,93 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, penyaluran kredit BRI secara konsolidasian tercatat mencapai Rp 929,40 triliun. Dari angka tersebut, 80,62 persen di antaranya disalurkan kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Pencapaian kredit tersebut ditopang oleh kredit mikro BRI yang tumbuh sebesar 17 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
Keberhasilan tersebut merupakan hasil dari strategi transformasi BRI yang telah dipersiapkan sejak jauh hari.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, pada 2016, pihaknya sudah merancang strategi untuk menjaga pertumbuhan perseroan melalui konsep besar BRIvolution 1.0. Program tersebut diuji coba pada 2017 dan dilaksanakan hingga 2020.
Saat itu, berlandaskan BRIvolution 1.0, BRI ingin mencapai target menjadi The Most Valuable Bank in Southeast Asia and Home to The Best Talent.
Namun, masalah pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada awal 2020. Masalah kesehatan itu turut memukul perekonomian dunia, termasuk Indonesia.
Sunarso menjelaskan, krisis ekonomi karena pandemi kali ini berbeda dengan masalah ekonomi pada 1998, 2008, atau 2013. Pasalnya, krisis ini merata terjadi di seluruh dunia.
Akibat krisis tersebut, angka non-performing loan (NPL) tercatat mengalami peningkatan, terutama pada nasabah di segmen pelaku UMKM. Di sisi lain, UMKM adalah tulang punggung BRI.
“Itu (UMKM) yang dulu tidak kena krisis sekarang kena krisis. Maka, kami harus me-review transformasi. BRIvolution 1.0 itu menjadi BRIvolution 2.0. Kami tetapkan mulai 2020,” ujar Sunarso dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (24/8/2021).
Visi besar BRI pun turut diubah, lanjutnya, menjadi The Most Valuable Banking Group in Southeast Asia. Tantangan tersebut pun mendorong BRI untuk semakin melibatkan seluruh komponen anak perusahaan.
Selain itu, visi sebagai Home to The Best Talent difokuskan menjadi Champion of Financial Inclusion. Hal ini akan mengembalikan fokus bank dengan jejaring terluas di Tanah Air tersebut pada khitahnya di segmen UMKM, termasuk usaha ultra mikro (UMi).
Visi Champion of Financial Inclusion dimaksudkan untuk menjaga pertumbuhan berkesinambungan BRI. Pihaknya mencari sumber pertumbuhan baru dengan prinsip go smaller.
Prinsip tersebut fokus pada segmen usaha yang lebih kecil dari mikro yakni ultra mikro. BRI pun menyediakan tenor pendek sesuai kebutuhan atau go shorter.
BRI juga memperkuat digitalisasi layanan jasa keuangannya atas prinsip go faster. Dengan demikian, prinsip go cheaper atau berbiaya murah dan efisien tercipta.
“Maka, Champion of Financial Inclusion kami terjemahkan sebagai BRI harus mampu melayani masyarakat sebanyak mungkin dengan biaya semurah mungkin melalui digitalisasi,” tuturnya.
Transformasi yang dilakukan oleh BRI difokuskan pada dua area utama, yakni digital dan culture. Transformasi digital dilakukan dengan fokus untuk mendapatkan efisiensi melalui digitalisasi proses bisnis dan menciptakan value baru melalui new business model.
Contoh nyata efisiensi digitalisasi business process adalah adanya BRISPOT atau aplikasi pemrosesan kredit secara mobile yang digunakan oleh tenaga pemasar (Mantri) BRI.
“Dengan BRISPOT, proses booking kredit mikro (produktivitas) meningkat dari rata-rata Rp 2,5 triliun per bulan menjadi lebih dari Rp 4 triliun per bulan,” kata Sunarso.
Selain itu, kata SUnarso, proses kredit menjadi jauh lebih cepat. Dari sebelumnya membutuhkan waktu dua minggu menjadi rata-rata dua hari, bahkan dapat lebih cepat.
Contoh keberhasilan new business model dari transformasi digital yang dilakukan oleh BRI adalah layanan perbankan melalui agen yang dinamakan Agen BRILink.
“Volume transaksi (Agen BRILink) telah menembus Rp 800 triliun pada tahun lalu. Tahun ini kami targetkan mencapai lebih dari Rp 1.000 triliun. Digitalisasi terbukti mampu mengakselerasi kinerja BRI pada saat pandemi,” ujar Sunarso.
Contoh lain dari upaya digitalisasi yang dilakukan BRI adalah dengan menghadirkan aplikasi BRImo. Superapp milik BRI tersebut mampu mencatatkan pertumbuhan yang signifikan selama pandemi berlangsung.
Hingga akhir Juni 2021, pemakai BRImo tercatat mencapai 11,1 juta user (tumbuh 106,7 persen) dengan jumlah transaksi mencapai 710 juta transaksi (tumbuh 2.186 persen) dan volume transaksi tumbuh 663,2 persen.
Dari sisi culture, pada pertengahan 2020, BRI juga melakukan penyelarasan core value untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) perseroan.
“Sejak diluncurkan oleh Menteri BUMN pada Juli 2020, BRI langsung mengimplementasikan dan menyelaraskan AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) dengan core value perseroan,” kata Sunarso.
Hasilnya pun dapat dirasakan. Saat ini, seluruh insan BRIlian (pekerja BRI) menyadari peran pentingnya untuk memberikan makna bagi Indonesia, baik melalui economic value maupun social value.
Lebih lanjut, Sunarso mengungkapkan bahwa transformasi culture di BRI dilakukan untuk membangun performance driven culture. Budaya berbasis kinerja dilakukan dengan membangun performance management system. Sistem tersebut membutuhkan management information system yang didukung oleh data yang valid dan akurat.
“Dengan sistem tersebut, setiap individu akan mampu merancang dan merencanakan suksesnya sendiri. Tugas perusahaan adalah menyiapkan ‘lapangan’ atau kompetisi yang sehat, menyediakan aturan main berkompetisi (sistem), menyiapkan score board (Performance management system), dan pada akhirnya menyediakan rewards,” ujar Sunarso.
Dengan demkian, masing-masing individu dapat mengeluarkan potensi terbaiknya yang dikolaborasikan dengan KPI yang orkestratif sehingga menjadi potensi terbaik perusahaan.
“Dengan terus mengusung program transformasi ini, BRI sebagai salah satu BUMN terbesar optimistis mampu memberikan peran penting terhadap pemulihan perekonomian di tengah tanda-tanda kebangkitan ekonomi nasional,” tutur Sunarso.