KOMPAS.com - Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Pusat berupaya menekan laju angka obesitas pada anak dan remaja.
Pasalnya, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) penduduk Indonesia pada 2018 menunjukkan, obesitas pada anak usia 8-12 tahun mencapai 10,8 persen. Angka ini meningkat 2 persen dari riset serupa pada 2013.
Selain itu, data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengungkap bahwa prevalensi obesitas pada anak di dunia terus meningkat. Pada 2020, pergerakannya mencapai angka 9,1 persen dari jumlah penduduk dunia.
Merespons kondisi tersebut, TP-PKK menggelar Obrol Santai Kader Inspiratif (Obras Kain) PKK secara virtual dengan tema “Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja”, Kamis (26/8/2021).
TP-PKK menghadirkan Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM Aryono Hendarto sebagai narasumber pada kegiatan virtual tersebut.
Ketua Umum TP-PKK Tri Tito Karnavian mengatakan, maraknya obesitas pada anak salah satunya akibat perilaku orangtua dalam mengasuh anak.
“Anak yang sehat kerap diasumsikan memiliki postur tubuh yang gemuk,” kata Tri dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis.
Asumsi tersebut, lanjut Tito, membuat anak kerap diberikan asupan makanan dan minuman yang menekankan pada penggemukan badan. Padalah, pemahaman tersebut tidak benar.
“Jangan sampai orangtua berlomba-lomba membuat anaknya gemar makan sehingga sedikit-sedikit disuruh makan karena takut anaknya sakit,” kata Tri.
Kebiasaan tersebut, lanjut Tri, dapat memengaruhi pola makan dan kesehatan anak hingga beranjak dewasa.
Tri menjelaskan, kekhawatiran orangtua terhadap pertumbuhan anak harus diimbangi dengan pengetahuan perihal asupan yang perlu dikonsumsi.
“Dengan begitu, makanan yang dikonsumsi anak bakal seimbang. Pertumbuhan mereka (sepatutnya) tak hanya dilihat dari gemuknya tubuh, tetapi dari tinggi badan, lingkar badan, dan lain-lain, sesuai dengan indeks kesehatan anak,” imbuh Tri.
Di lain sisi, tambah Tri, persoalan obesitas tak hanya merupakan masalah kesehatan, tetapi juga berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi, seperti gaya hidup dan tingkat pendapatan orangtua.
Kondisi itu didukung pula oleh tingkat pendidikan orangtua dan kurangnya aktivitas fisik atau olahraga yang teratur pada anak.
“Orangtua sering kali mengabaikan prinsip mengkonsumsi makanan yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman (B2SA). Akhirnya, malah memberikan nutrisi yang terlalu berlebih kepada anak,” tutur Tri.
Dia menjelaskan, baik stunting maupun obesitas, keduanya diakibatkan ketidakseimbangan asupan gizi. Keduanya mempunyai dampak yang sama, yaitu terganggunya kondisi tumbuh kembang anak yang akan berpengaruh pada kualitas hidup mereka.
Tri berharap, melalui kegiatan tersebut para kader PKK dan Dasawisma dapat memperoleh informasi yang bermanfaat. Informasi ini dapat menjadi bekal para kader saat melakukan sosialisasi kepada masyarakat luas perihal pencegahan obesitas pada anak dan remaja.
“Bilamana permasalahan obesitas anak dan remaja ini bisa ditekan, kami membantu program pemerintah menyiapkan tunas-tunas bangsa sebagai sumber daya manusia yang berkualitas,” jelas Tri.