KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali, Senin (30/8/2021). Kebijakan ini berlaku selama sepekan sejak 31 Agustus hingga 6 September 2021.
Secara umum, penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang baik. Salah satunya berkat kerja sama pemerintah dan masyarakat dalam penerapan beberapa penyesuaian.
Meski PPKM diperpanjang, pemerintah memberlakukan beberapa penyesuaian agar kegiatan sosial masyarakat bisa berjalan.
Maka dari itu, penerapan protokol kesehatan (prokes) secara disiplin pada semua sektor menjadi perhatian pemerintah. Tak ketinggalan, kolaborasi untuk memperkuat upaya testing, tracing, dan treatment (3T) serta percepatan vaksinasi.
Guna melanjutkan tren positif penanganan Covid-19, pemerintah juga terus mengajak masyarakat untuk tetap disiplin menerapkan prokes. Sebab, kedisiplinan dan kesadaran menjadi satu faktor penentu dalam upaya menahan laju penularan wabah.
Hal tersebut ditegaskan Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas Covid-19 Dr Sonny Harry B Harmadi dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9)-KPCPEN bertajuk “Dialog Semangat Selasa”.
Acara itu digelar secara virtual di Media Center Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jakarta, Selasa (31/08/2021).
Kendati demikian, kata Sonny, semua pihak harus meneruskan ikhtiar dan menjaga tren positif tersebut agar bisa terus ditingkatkan. Angka positivity rate, misalnya, sekarang sudah cukup rendah, yakni 12,3 persen. Akan tetapi, menurutnya, angka ini masih harus diturunkan hingga di bawah 5 persen.
Oleh karena itu, Sonny mengatakan, penerapan prokes secara disiplin oleh masyarakat sangat penting. Belajar dari negara-negara lain, lonjakan kasus sering kali terjadi ketika penerapan prokes dilonggarkan.
“Sementara, mutasi virus baru muncul ketika terjadi lonjakan kasus. Varian baru virus ini berpotensi mengganggu efektivitas vaksin. Karena itu, kita harus berupaya agar lonjakan kasus tidak terjadi dengan cara mempertahankan protokol kesehatan,” katanya dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa.
Sonny menjelaskan, berbagai Negara di dunia melalui otoritas berwenang maupun ahli-ahli di bidangnya berpendapat bahwa nantinya manusia akan hidup berdampingan dengan virus Covid-19. Virus ini pun diprediksi tidak akan hilang sepenuhnya hingga masuk ke fase endemik.
Untuk itu, imbuhnya, kewaspadaan tetap dibutuhkan, khususnya dalam hal penggunaan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak harus menjadi kebiasaan baru. Hal ini akan menyeimbangkan upaya perlindungan kesehatan dengan pembukaan kegiatan masyarakat.
“Kita berharap, masyarakat tidak sekadar patuh, tetapi sadar bahwa protokol kesehatan itu perlu. Saat ini, tingkat kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya protokol kesehatan mencapai 60 persen,” tegasnya.
Penunjukkan Duta GPM
Hingga saat ini, perilaku masyarakat dalam menerapkan prokes sudah cukup berubah dengan signifikan.
Untuk memonitor perubahan perilaku masyarakat itu, Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 merangkul lebih dari 115.000 Duta Perubahan Perilaku di seluruh Indonesia. Bersama TNI dan Polri, para Duta Perubahan Perilaku ini bertugas melakukan evaluasi dan melaporkan kondisi di lapangan kepada Satgas Covid-19.
Salah satu Duta Perubahan Perilaku adalah dokter Grace Hananta C Ht mengatakan, gerakan ini bertujuan untuk membantu pemerintah dalam memotivasi masyarakat untuk selalu memakai masker dan menyempurnakannya dengan prokes lain, seperti mencuci tangan dan menjaga jarak.
Dalam upaya edukasi menggunakan masker tersebut, dr Grace yang juga menjabat sebagai Campaign Director Gerakan Pakai Masker (GPM), turut menekankan pentingnya melakukan ajakan dengan cara yang nyaman dan menyenangkan, khususnya kepada generasi muda.
“Kita harus tunjukkan seberapa hebat kita bisa terus sadar mengenakan masker. Inti ajakan dari GPM adalah pokoknya pakai masker dulu. Masker apapun jenisnya. Kita harus sadar bahwa sekarang mengenakan masker itu seperti halnya kita mengenakan baju,” ujar dr Grace.
Sementara itu, pelaku seni Jeremy Teti menambahkan bahwa saat ini masker telah berkembang menjadi salah satu item fesyen.
“Jadi, tidak perlu merasa penampilan kita berkurang karena mengenakan masker. Masker justru bisa meningkatkan fashion. Dengan masker, kita punya penampilan yang sehat, penampilan yang prokes,” katanya.
Tak lupa, Jeremy juga mengingatkan pentingnya mengenakan masker secara benar, khususnya bagi orang dengan mobilitas tinggi. Selain masker, lanjutnya, membersihkan diri juga mutlak dilakukan sebelum memasuki rumah untuk melindungi keluarga.
“Public figure punya tanggung jawab moral menjadi role model (tokoh panutan) orang-orang sekitarnya. Kita harus mencontohkan prokes yang benar. Selain itu, memotivasi dan meyakinkan masyarakat untuk segera mendapatkan vaksin,” ujar Jeremy.
Pada kesempatan tersebut, ketiga narasumber juga mengimbau masyarakat untuk tidak terjebak dalam euforia pascapenurunan level PPKM di Jawa-Bali. Perbaikan situasi Covid-19 tidak boleh membuat masyarakat lengah. Akan tetapi, harus tetap disikapi dengan hati-hati dan penuh kewaspadaan.