KOMPAS.com – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI resmi menerbitkan prospektus Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) kepada para pemegang saham perseroan dalam rangka penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD).
Adapun jumlah dana hasil penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang (inbreng) yang akan diperoleh perseroan sehubungan dengan aksi korporasi tersebut maksimal Rp 95,92 triliun.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, tujuan dari transaksi tersebut adalah untuk memperkuat pertumbuhan bisnis perseroan di masa yang akan datang melalui pembentukan dan penguatan ekosistem ultra mikro.
Hal itu ditempuh dengan menambah portofolio anak perusahaan yang selama ini bergerak dan memiliki kinerja baik di segmen usaha ultra mikro, yaitu Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
“Perseroan memerlukan sumber pertumbuhan baru ke depan, yaitu segmen usaha ultra mikro. Dengan demikian, perseroan dapat tumbuh (secara) berkelanjutan dan memberikan kontribusi positif bagi para pemegang saham serta pemangku kepentingan lainnya. Tak terkecuali pelaku usaha ultra mikro serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM),” kata Sunarso dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (31/8/2021).
Seperti diketahui, BRI mendapatkan persetujuan rights issue dengan mekanisme PMHMETD dari mayoritas pemegang saham pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Kamis (22/7/2021). Dalam aksi korporasi tersebut, BRI menawarkan 28,6 miliar saham baru.
Pemerintah akan melaksanakan seluruh haknya sesuai dengan porsi kepemilikan saham BRI dengan cara inbreng sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No 73 Tahun 2021.
Seluruh saham Seri B milik pemerintah dalam Pegadaian dan PNM akan dialihkan kepada BRI melalui mekanisme inbreng.
Dana segar yang diraup dari publik melalui rights issue diperkirakan mencapai Rp 41 triliun. Namun, bila ditotal dengan nilai inbreng, optimalisasi aksi korporasi BRI diperkirakan bernilai sekitar Rp 96 triliun.
Dana hasil dari aksi korporasi itu di antaranya akan dimanfaatkan oleh BRI untuk pembentukan holding BUMN UMi bersama kedua BUMN tersebut.
Oleh karena itu, Sunarso berharap agar minority shareholder dapat menunaikan haknya dalam aksi rights issue tersebut karena prospeknya sangat baik.
Bahkan, Sunarso merinci proyeksi bisnis perseroan. Jika rights issue terserap optimal, lima tahun ke depan pertumbuhan kredit dalam ekosistem usaha UMi akan tumbuh rata-rata 14 persen per tahun.
Namun, jika investor publik mengeksekusi rights-nya hanya 50 persen, pertumbuhan kredit perseroan hanya memiliki rata-rata 10,7 persen per tahun untuk lima tahun ke depan.
Manajemen BRI pun menjanjikan akan menjaga dividen payout ratio tidak kurang dari 50 persen. Jika tidak diambil, saham akan terdilusi sekitar 18 persen.
“Nanti, dapat peluang pertumbuhannya seperti itu. Revenue-nya ikut naik, income-nya juga ikut naik. Kemudian, kami menjanjikan akan menjaga dividen payout ratio tidak kurang dari 50 persen. Jadi, pilihannya ambil dengan prospek seperti tadi atau tidak ambil tapi terdilusi,” ujar Sunarso.
Sunarso pun menyebut, aksi korporasi tersebut sejalan dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan nasional. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, inklusi keuangan di Indonesia baru mencapai 76,6 persen pada akhir 2019.
Di sisi lain, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pemerintah menargetkan inklusi keuangan nasional naik menjadi 90 persen pada 2024.
Karenanya, ekosistem usaha ultra mikro yang kuat bertujuan untuk memberikan akses layanan keuangan yang lebih luas dan mudah kepada segmen usaha ultra mikro di Indonesia.
Sunarso memaparkan, melalui holding bisnis model BRI, Pegadaian dan PNM akan saling melengkapi untuk memberikan layanan keuangan yang terintegrasi.
Sementara itu, Direktur Keuangan BRI Viviana Dyah Ayu Retno K menekankan bahwa aksi korporasi tersebut diharapkan mampu mendukung perseroan dalam melakukan pengelolaan modal yang prudent untuk memitigasi risiko yang tidak terprediksi dalam lingkungan yang menantang.
“(Aksi tersebut) juga untuk mendanai pertumbuhan bisnis di masa depan. Dengan demikian, mampu memberikan nilai tambah yang berkelanjutan bagi pemegang saham,” ujarnya.
Vivi menyebutkan, harga saham baru yang diterbitkan BRI sebesar Rp 3.400 per lembar.
“Kami sampaikan dalam penetapan pricing rights issue, kami mempertimbangkan banyak faktor, termasuk kondisi makroekonomi dan industri terakhir, kinerja perseroan, fluktuasi harga perseroan, dan masukan dari para pemegang saham,” ujarnya.
Adapun jadwal waktu terkait rights issue BRI yang harus dicatat investor sebagai berikut.