KOMPAS.com – Pada akhir Agustus 2021, aksi pelemparan terhadap kereta api kembali muncul. Aksi yang dilakukan di kilometer (KM) 425+8 Lahat-Sukacinta, Tanjung Telang, Lahat, Sumatera Selatan, tersebut mengakibatkan seorang masinis terluka dan harus mendapatkan perawatan medis.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mengecam aksi pelemparan tersebut. Pasalnya, selain membahayakan petugas dan penumpang, aksi tersebut juga berpotensi membahayakan perjalanan kereta api.
KAI juga menyayangkan aksi pelemparan terhadap sarana dan prasarana kereta api masih muncul. Padahal, pemerintah telah mengeluarkan aturan dan sanksi pidana bagi pelaku aksi pelemparan.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab VII mengenai Kejahatan yang Membahayakan Keamanan Umum bagi Orang atau Barang Pasal 194 ayat 1, barang siapa dengan sengaja menimbulkan bahaya bagi lalu lintas umum yang digerakkan oleh tenaga uap atau kekuatan mesin lain di jalan kereta api atau trem, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Selanjutnya, pada ayat 2 dinyatakan bahwa jika perbuatan tersebut mengakibatkan kematian, pihak bersalah dapat dikenakan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.
Tak hanya itu, Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian juga mengatur hal yang sama terkait aktivitas vandalisme.
Pada Pasal 180 disebutkan bahwa setiap orang dilarang menghilangkan, merusak, atau melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan atau tidak berfungsinya prasarana dan sarana perkeretaapian.
Pelaku perusakan akan diancam hukuman pidana 3-15 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Vice President Public Relations KAI Joni Martinus mengatakan, selain merusak aset pelayanan publik, pelemparan batu pada kereta api juga berpotensi menimbulkan korban jiwa.
“KAI sangat mengecam aksi pelemparan pada sarana maupun prasarana perkeretaapian. Selain merugikan operator secara materiel, aksi vandalisme ini juga berpotensi membahayakan keselamatan banyak orang,” ujar Joni dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Rabu (1/9/2021).
Sebagai informasi, pada 2018, tercatat ada sekitar 336 pelemparan kereta api. Jumlah kasus pelemparan mengalami penurunan pada 2019 dengan 256 kasus dan 2020 sebanyak 125 kasus.
Sementara pada periode Januari hingga Agustus 2021 telah terjadi 132 kasus pelemparan. Pelemparan batu dilakukan oleh mayoritas anak-anak.
Hal tersebut dilakukan berdasarkan faktor iseng semata. Meski begitu, hal ini dapat membahayakan perjalanan kereta api secara keseluruhan.
Kondisi pandemi Covid-19 juga disinyalir turut berpengaruh terhadap adanya aksi pelemparan. Banyaknya anak yang bermain di sekitar jalur rel diperkirakan karena tidak adanya aktivitas belajar di sekolah seperti saat kondisi normal.
Adapun proses hukum yang diberlakukan kepada anak sebagai pelaku memang berbeda, yakni berupa sanksi dari KAI.
Para pelaku yang merupakan anak-anak juga akan diberlakukan Pasal 170 Kitab KUHP tentang Kekerasan terhadap Orang atau Barang juncto UU No 11/2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
Pihak kepolisian yang bekerja sama dengan KAI juga akan memanggil orangtua pelaku untuk proses ganti rugi dan pertanggungjawaban.
Berbagai upaya telah dilakukan KAI sebagai respons dan tindakan preventif atas aksi pelemparan terhadap kereta api, seperti sosialisasi dan penyaluran program corporate social responsibility (CSR) di daerah rawan gangguan keamanan dan ketertiban (kamtib).
Hal tersebut dilakukan agar masyarakat sekitar ikut andil dalam menjaga keselamatan dan keamanan perjalanan kereta api.
KAI juga mengajak para orang tua untuk terus mengingatkan anak-anaknya agar tidak bermain di sekitar rel.
Sejak Januari 2020 hingga Agustus 2021, KAI telah melakukan 205 kegiatan sosialisasi keamanan dan keselamatan perjalanan kereta api.
Pada beberapa kegiatan tersebut, KAI juga menyalurkan bantuan CSR dalam program community relations berupa pemberian sarana olahraga, ibadah, serta alat pencegahan Covid-19 untuk sekolah dan rumah ibadah yang berada di sekitar rel kereta api.
Selain itu, selama Januari 2020 sampai Juni 2021, CSR KAI juga telah menyalurkan 334 bantuan bina lingkungan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar rel dengan total dana yang diberikan Rp 13.070.396.335.
Program Bina Lingkungan tersebut disalurkan dalam bentuk bantuan korban bencana alam dan bencana nonalam, bantuan pendidikan, bantuan peningkatan kesehatan, bantuan pengembangan prasarana dan sarana umum, bantuan sarana ibadah, bantuan pelestarian alam, serta bantuan sosial kemasyarakatan.
Joni menambahkan, seluruh upaya yang dilakukan KAI untuk meminimalisasi aksi pelemparan tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya dukungan dari masyarakat.
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat untuk mau melaporkan kepada petugas berwajib jika melihat aksi yang dapat mengganggu kelancaran perjalanan kereta api.
“Selain itu, bagi para orangtua yang bermukim di sekitar jalur kereta api diharapkan tidak bosan untuk memberikan peringatan dan memerhatikan anak-anaknya supaya tidak bermain di sekitar rel. Selain mengganggu kelancaran perjalanan kereta api, hal itu juga dapat mengancam jiwa,” jelas Joni.