Advertorial

Dorong Pertumbuhan Ekonomi, BI Dukung Kementerian ESDM untuk Hilirisasi Batu Bara

Kompas.com - 02/09/2021, 20:33 WIB

KOMPAS.com – Bank Indonesia (BI) mendukung upaya pemerintah dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam mengoptimalkan hilirisasi batu bara.

Dukungan tersebut disampaikan dalam acara Kompas Talk bertajuk “Hilirisasi Batu Bara untuk Pemulihan Ekonomi” yang berlangsung secara virtual pada Rabu (1/9/2021).

Hilirisasi batu bara dinilai dapat mendorong resiliensi perekonomian daerah, khususnya di wilayah Kalimantan. Pasalnya, Kalimantan merupakan salah satu daerah yang bergantung pada komoditas ini.

Selain itu, upaya tersebut juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui penciptaan nilai tambah sumber daya alam dan mengurangi impor.

Pada acara tersebut, Kepala Kantor Perwakilan BI Kalimantan Selatan Amanlison Sembiring mengatakan, Kalimantan merupakan daerah yang memiliki kontribusi signifikan terhadap produksi batu bara nasional. Sebagai informasi, sebanyak 90 persen dari total ekspor batu bara nasional berasal dari Kalimantan.

“Pada triwulan II 2021, produksi batu bara di Kalimantan Timur mencapai 56,45 persen dari total produksi Kalimantan. Sementara, Kalimantan Selatan 35,10 persen,” kata Amanlison.

Sayangnya, selama ini Indonesia masih menjual batu bara dalam bentuk mentah. Dengan demikian, nilai tambah yang diterima ekonomi nasional dari ekspor batu bara tidak optimal.

Oleh sebab itu, lanjutnya, Kalimantan menjadi daerah yang sejalan dengan keinginan pemerintah untuk mengoptimalisasi hilirisasi batu bara. 

 “Oleh karena itu, kami sangat mendorong hilirisasi batu bara,” kata Amanlison.

Optimalisasi hilirisasi batu bara juga dinilai memiliki sejumlah manfaat lain. Beberapa di antaranya adalah mengurangi ketergantungan impor akan bahan bakar minyak, mewujudkan rantai industri, dan membantu menurunkan current account deficit (CAD) atau transaksi berjalan.

Tiga poin hilirisasi industri batu bara

Asisten Gubernur BI Dwi Pranoto mengatakan, ada tiga poin utama dalam hilirisasi industri batu bara. Pertama, hilirisasi melalui gasifikasi batu bara. Hal ini sejalan dengan transisi energi global yang mendukung sustainable development.

“Gasifikasi batu bara akan menjadi energi alternatif di masa depan sehingga upaya hilirisasi ini bertujuan untuk mengurangi impor bahan bakar, meningkatkan ketahanan energi, dan mengurangi emisi,” kata Dwi.

Kedua, hilirisasi diharapkan dapat menopang resiliensi perekonomian daerah terhadap dinamika harga komoditas global.

“Transformasi energi terbarukan yang dilakukan China selama satu dekade berisiko dapat memengaruhi kinerja lapangan usaha pertambangan batu bara ke depan. Maka dari itu, upaya hilirisasi di industri batu bara harus diakselerasi,” papar Dwi.

Ia juga menilai, Kalimantan sebagai daerah penghasil batu bara terbesar di Indonesia dapat melakukan hilirisasi dengan metode terbaru.

Ketiga, rencana proyek gasifikasi batu bara, seperti coal to methanol, digadang-gadang menjadi industri pionir yang dapat meningkatkan local value chain di Indonesia. Pasalnya, kebutuhan metanol diprediksi semakin meningkat pada masa mendatang.

Untuk diketahui, industri metanol memegang peranan penting bagi pengembangan industri di hilir.

Metanol dapat diolah menjadi dimethyl ether (DME). DME dapat menjadi bahan baku utama dalam industri kimia, pendukung biodiesel, bahan bakar, serta kegiatan minyak dan gas (migas).

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan, hilirisasi merupakan langkah yang tepat untuk mengoptimalkan pemanfaatan batu bara, baik untuk bahan baku energi maupun industri.

Ia juga menjelaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan program roadmap yang terdiri dari delapan poin. Pertama, pengembangan batu bara untuk menghasilkan metanol dan DME untuk mengurangi ketergantungan impor.

Kedua, pengembangan batu bara untuk menghasilkan pasokan synthetic natural gas (SNG), amonia, dan hidrogen.

“Selanjutnya, pengembangan batu bara melalui briket untuk bahan baku atau bahan bakar bagi usaha kecil menengah (UKM) yang ada di dalam negeri,” kata Sujatmiko.

Keempat, pengembangan batu bara untuk metalurgi. Kelima, batu bara berpotensi memiliki material logam tanah jarang atau rare earth element. Material ini dapat digunakan sebagai material maju untuk pengembangan industri ke depan.

Keenam, batu bara untuk pupuk dan material agroindustri. Ketujuh, penyiapan infrastruktur coal upgrading yang dapat diolah mutunya sehingga cocok untuk berbagai penggunaan. 

“Terakhir, dapat menerapkan high efficiency low emissions. Delapan program ini yang akan menjadi arah program hilirisasi batu bara,” papar Sujatmiko.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com