KOMPAS.com - Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang (PPIJ) bekerja sama dengan Merial Institute, PPI Dunia, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo baru saja selesai mengadakan The 4th Annual Scientific Symposium of Indonesia Collegian in Japan (ASSIGN).
Acara bertema “Indonesia Outlook: The prospect of Indonesia towards Society 5.0 in succeeding Indonesia Golden Era 2045” itu diadakan secara daring pada 4-6 September 2021.
Lewat laporan kegiatan yang disampaikan pada sesi pembukaan acara, Ketua Panitia sekaligus Ketua Divisi Kajian Strategis PPI Jepang Feri Fahrianto mengemukakan alasan PPI Jepang mengangkat tema tersebut. Ia bilang, hal ini sejalan dengan Pemerintah Jepang yang sedang mengampanyekan dan menerapkan Society 5.0 agar menjadi insight untuk Indonesia.
“Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi berbagai persoalan yang masih tersisa dari penerapan industri 4.0,” ujar Feri dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (9/9/2021).
Sebagai informasi, kegiatan ASSIGN merupakan wadah untuk membahas dan menghasilkan berbagai poin rekomendasi demi memuluskan transformasi Indonesia menuju Society 5.0 dalam upaya mensukseskan Indonesia Emas 2045.
Untuk diketahui, kegiatan tersebut tidak hanya diikuti oleh para mahasiswa dan pelajar di Jepang, tetapi juga berbagai komponen pemuda dan mahasiswa di Tanah Air dan negara lainnya.
Kombinasi dan kolaborasi dari mahasiswa Indonesia di dalam negeri, Jepang, dan luar negeri lainnya, diharapkan mampu menghasilkan berbagai poin rekomendasi yang lebih layak (feasible)dan terukur.
Selanjutnya, Ketua Umum PPI Jepang Yudi Ariesta Chandra yang menggagas kegiatan tersebut mengungkapkan bahwa Society 5.0 atau masyarakat super cerdas merupakan suatu keniscayaan di Indonesia.
Adapun penerapan program Peta Jalan Indonesia Digital oleh Pemerintah Indonesia dapat menjadi stepping stone untuk menuju era Society 5.0.
Hanya saja, ia menyadari bahwa berbagai tantangan masih perlu diselesaikan. Salah satunya adalah literasi digital yang tidak merata karena terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana.
“Selain itu, terdapat masalah lain yang tak kalah krusial, seperti kebocoran data digital, korupsi yang masih marak terjadi, sampai permasalahan sosial, ekonomi, dan politik,” kata Yudi.
Sementara itu, Koordinator PPI Dunia Faruq Ibnul Haqi memaparkan bahwa salah satu dampak dari Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 adalah dunia yang semakin mudah terkoneksi tanpa ada batas atau borderless society.
Menurutnya, menjadi suatu keniscayaan bagi masyarakat saat ini untuk memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) sebagai sarana untuk menghadapi era Society 5.0. Dalam menghadapinya, dunia pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Selain pendidikan, berbagai elemen dan pemangku kepentingan, seperti pemerintah dan organisasi kemasyarakatan juga turut andil dalam menyambut era Society 5.0.
“PPI Dunia ingin berperan sebagai kawah candradimuka dan berkomitmen untuk turut serta mendukung era Society 5.0. Khususnya, dalam mempersiapkan human capital yang unggul dan berkarakter mulia. Pertimbangan ini yang mendasari PPI Dunia untuk ikut serta terlibat dalam mensukseskan pelaksanaan kegiatan The 4th ASSIGN,” kata Faruq.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Merial Institut M Arief Rosyid Hasan mengapresiasi langkah PPI Jepang dalam menggandeng komponen pemuda dan mahasiswa di Tanah Air dalam kegiatan The 4th ASSIGN.
Menurutnya, hal tersebut menjadi langkah besar dalam menjembatani gagasan antara anak muda yang ada di luar dan dalam negeri.
Tak hanya itu, kolaborasi tersebut istimewa karena membahas harapan anak muda lintas negara dan daerah di Indonesia terhadap masa depan Indonesia.
Untuk diketahui, saat masih menjadi Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe menyampaikan bahwa Jepang telah membicarakan Society 5.0. Khususnya, tentang bagaimana kemajuan teknologi harus berpusat pada manusia.
Baginya, hal tersebut dapat menjadi peluang bagi Indonesia, mengingat Tanah Air memiliki berbagai potensi, mulai dari penggunaan teknologi informasi yang tinggi, bonus demografi, dan surplus anak muda di Indonesia. Hanya saja, salah satu masalah besar yang perlu dihadapi adalah kesenjangan antar anak muda.
“Kita butuh mengadadopsi Society 5.0 untuk mendorong tercapainya Indonesia maju,” kata Arief.
Sebagai informasi, acara The 4th ASSIGN turut dihadiri para tokoh dari Indonesia, seperti Menteri Perekonomian RI Airlangga Hartarto, Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute Agus Harimurti Yudhoyono, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Deputi Perencanaan Penanaman Modal Nurul Ichwan, Konsulat Jenderal RI di Osaka Dian Sutikno, dan pakar hukum Universitas Indonesia Parulian P Aritonang.
Untuk memperkaya diskusi, beberapa pakar dari Jepang dan luar negeri turut hadir memberikan paparan. Mereka adalah Prof Muhammad Aziz, PhD dari The University of Tokyo, Prof Tetsuo Ichikawa, DDS, PhD dari Tokushima University, dan Prof Michal Placek, PhD dari Charles University, Republik Ceko.
Kegiatan tersebut dibuka oleh Deputy Chief of Mission (DCM) KBRI Tokyo Tri Purnajaya. Kemudian, acara ditutup oleh Ketua Bidang Pusat Pergerakan PPI Jepang Muhammad Reza Rustam dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Tokyo Prof Yusli Wardiatno.
Dalam pidato penutupnya, Prof Yusli mengungkapkan bahwa KBRI Tokyo mendukung penuh kegiatan tersebut. Pasalnya, kegiatan ini menjadi sarana para pelajar Indonesia yang sedang bersekolah di luar negeri untuk turut serta dalam memajukan bangsa.
“Hal itu sekaligus menjadi bukti bahwa para pelajar Indonesia di Jepang selalu proaktif memberikan sumbangsih dalam pembangunan Tanah Air,” kata Prof Yusli.
Poin rekomendasi dari PPI
Di akhir kegiatan, PPI merangkum beberapa poin rekomendasi untuk mempercepat proses Indonesia menuju Society 5.0 di berbagai bidang, mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi, kesejahteraan sosial, pemerintahan, hukum, hingga keamanan.
Pada bidang pendidikan, infrastruktur digital perlu ditingkatkan lagi guna menjangkau daerah terpencil Indonesia. Hal ini untuk memudahkan proses pembelajaran yang inklusif bagi semua kalangan. Literasi digital bagi para guru dan murid mesti ditingkatkan lagi melalui berbagai pelatihan yang berkelanjutan.
Tak hanya itu, personalisasi pendidikan juga mungkin perlu dilakukan apabila aspek infrastruktur digital dan SDM sudah baik. Namun, perlu dipahami bahwa teknologi tidak bisa sepenuhnya melakukan transfer pendidikan karakter ataupun akhlak secara sendiri.
Dengan demikian, proses pendidikan harus tetap dibarengi dengan interaksi sosial guru, murid, serta orangtua murid.
Untuk bidang kesehatan, sharing informasi dan kolaborasi interprofesional harus dilakukan. Tujuannya, guna meningkatkan pelayanan kesehatan pada era informasi digital yang berujung pada meningkatkan pelayanan kesehatan ke masyarakat.
Literasi kesehatan juga dapat ditingkatkan dengan menggunakan aplikasi telemedicine yang mudah dan terjangkau oleh masyarakat banyak. Personalisasi layanan kesehatan juga sudah harus dilakukan untuk menunjang Society 5.0 sehingga pelayanan kesehatan dapat berkembang dari yang sifatnya transaksional menjadi relationship.
Selanjutnya, pada bidang ekonomi, perlu ada program nasional, seperti Kojin Bangou yang dimiliki Jepang, tetapi versi Indonesia.
Sebagai informasi, Kojin Bangou merupakan kartu individu yang terhubung dengan nomor penduduk, perpajakan, jaminan sosial, dan pensiun setiap penduduk di Jepang.
Dengan kartu tersebut, setiap penduduk Jepang bisa mendapatkan layanan kependudukan di convenience store. Kartu ini bisa dimanfaatkan untuk aktivitas masyarakat dalam bertransaksi sekaligus menumbuhkan ekonomi kerakyatan.
Selain itu, integrasi data dari berbagai fungsi kependudukan juga perlu dilakukan. Pasalnya, data yang dikumpulkan dapat memiliki arti dan manfaat bagi kualitas hidup setiap penduduk di Indonesia guna menjadi masyarakat digital 5.0.
Penyediaan big data yang memadai dan terjamin keamanan serta validitasnya juga patut dilakukan. Big data merupakan faktor krusial dalam ekonomi digital sehingga data yang penting serta valid harus dikelola secara kredibel dan profesional.
Selanjutnya, kejelasan aturan regulasi yang mengatur kode etik informasi yang boleh diakses pengusaha, khususnya dalam bidang keuangan. Transformasi digital memberikan berbagai alternatif pelayanan dan custom made financial service. Hal ini berkaitan dengan settlement, financing, insurance, dan formasi aset.
Selain itu, pada layanan cashless service, perusahaan teknologi finansial atau fintech memberikan banyak kemudahan dalam hal akses, low-cost, kenyamanan, prompt, hingga keamanan.
Dalam lingkup global, peningkatan akses jasa keuangan berkontribusi pada stabilitas, kebebasan ekonomi, standar hidup yang lebih tinggi, hingga pemerataan pendapatan di negara berkembang. Hal ini dapat terwujud melalui pemanfaatan teknologi digital dalam mendukung keuangan, formasi aset, insurance, settlement, dan aset.
Percepatan transformasi digital Indonesia 5.0 dapat dilakukan dengan peta digital yang didukung drown robot. Hal ini membutuhkan perluasan jaringan internet yang menjangkau daerah dengan tetap memperhatikan kualitas jaringan yang stabil.
Dalam pelaksanaan regulatory sandbox atau ruang uji terbatas, perlu memperhatikan empat area, yaitu perlindungan konsumen, kerahasiaan data, keamanan siber, dan terkait pembayaran elektronik atau e-wallet dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan. Tak kalah penting, perlu adanya sosialisasi dan edukasi yang berkesinambungan kepada seluruh lini lapisan masyarakat.
Penguatan infrastruktur dan kerangka regulasi ekonomi Indonesia juga perlu dikembangkan. Pasalnya, potensi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia sangat besar. Untuk itu, diperlukan usaha untuk mendorong terbentuknya data base UMKM guna mencapai Society 5.0.
Tak hanya itu, UMKM juga perlu mendapatkan support pembiayaan dan jaminan kemudahan dari pemerintah. Hal ini untuk memacu UMKM mendaftarkan izin usaha di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sehingga pemerintah bisa melakukan integrasi data UMKM di seluruh Indonesia.
Seperti diketahui, masih banyak UMKM yang belum mendaftarkan izin usaha karena takut bayar pajak. Karenanya, pemerintah perlu melakukan sosialisasi dan melakukan kebijakan insentif pajak bagi UMKM yang hendak mendaftarkan izin usaha kepada pemerintah.
Selain itu, Society 5.0 juga membutuhkan perubahan infrastruktur dan pola pikir. Masyarakat Indonesia akan diajak lebih mengedepankan pola pikir yang mengutamakan kemudahan dan solusi dalam menerapkan infrastruktur digital.
Pasalnya, penerapan pola pikir yang berorientasi pada solusi dapat mempercepat pengembangan infrastruktur digital yang membutuhkan kepercayaan dan integritas tinggi.
Pada akhirnya, kemudahan yang diberikan teknologi dan infrastruktur digital akan memberikan kepercayaan dan manfaat kepada masyarakat Indonesia. Hal ini dapat mengundang teknologi dan infrastruktur digital termutakhir untuk masuk ke Indonesia.
Pada bidang kesejahteraan sosial, pemerintah bisa membentuk program pemberdayaan masyarakat yang lebih terintegrasi dan terdata dengan baik. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi yang berbasis big data sehingga aktivitas ekonomi warga di level mikro dapat terjadi.
Selain itu, pembangunan daerah suburban dapat menggunakan pola 15 minute life circle point of interest based dan kecerdasan buatan.
Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pergerakan manusia, baik itu menggunakan interkoneksi data spasial maupun data perilaku masyarakat, serta penggunaan energi. Peningkatan produktivitas pertanian juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan teknologi, internet of things (IoT), dan literasi digital pada petani.
Tak hanya itu, masyarakat juga bisa menggunakan metode hermeneutika terhadap permasalahan yang ada di segala lini kehidupan. Dengan demikian, masalah yang kompleks dapat diselesaikan dan persatuan bangsa dapat terus dilestarikan. Tujuannya, untuk mencapai kesejahteraan hidup yang khas dan sesuai dengan kearifan lokal masyarakat Indonesia.
Pada bidang hukum dan keamanan, perlu ada edukasi dan literasi tentang pentingnya keamanan dan kerahasiaan data pribadi dalam menghadapi era Society 5.0.
Masyarakat perlu mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengisi kekosongan hukum di level undang-undang terkait keamanan dan kerahasiaan data. Terlebih, menyangkut perlindungan masyarakat atas segala layanan digital.
Rancangan regulasi tersebut harus melalui pembahasan, rekomendasi, dan best practice dari semua stakesholder, baik dari akademisi, praktisi, maupun masyarakat.
Pada bidang tata kelola pemerintahan, pemerintah perlu melakukan integrasi data pada data yang ada di aplikasi milik pemerintah, baik data internal pemerintah maupun data penduduk.
Selain infrastruktur digital, pemerintah perlu meningkatkan kualitas SDM, baik masyarakat maupun pegawai pemerintahan.
Pasalnya, salah satu hambatan penerapan e-government pada masyarakat adalah local culture atau ketidaksiapan instansi pemerintah di daerah dalam menyambut sistem tersebut.
Karenanya, PPIJ mendorong disegerakannya pengesahan peraturan mengenai pertahanan dan keamanan siber nasional. Nantinya, peraturan tersebut tidak hanya mengatur hal teknis, tetapi juga tata kelola serta manajemennya.
PPIJ mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat atas terselenggaranya acara tersebut. Sampai jumpa lagi di acara ASSIGN 2022. Otsukaresama deshita.