Advertorial

Subholding Upstream Pertamina Berhasil Catatkan 112 Persen Optimasi Biaya Pasca-Restrukturisasi

Kompas.com - 13/09/2021, 18:59 WIB

KOMPAS.com – Melalui town hall meeting Subholding Upstream Pertamina, Senin (6/9/2021), manajemen mengemukakan keseluruhan kinerja, upaya, dan capaian optimasi yang telah dilakukan pada semester I 2021.

Sebagai informasi, usai restrukturisasi pada 2020, Subholding Upstream yang mengelola seluruh wilayah kerja hulu minyak dan gas (migas) Pertamina terus melakukan berbagai inovasi. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan optimasi biaya operasinal guna menjaga keberlanjutan usaha serta kemampuan berinvestasi.

Aktivitas optimasi biaya yang disebut Optimization Upstream (Optimus) dikelola oleh tim lintas fungsi di lingkungan Subholding Upstream, baik dari subholding, regional, maupun zona. Tim ini merumuskan kegiatan-kegiatan terkait optimasi biaya.

Berdasarkan dara Subholding Upstream, capaian optimasi Anggaran Biaya Operasi (ABO) yang terealisasi hingga akhir Juni 2021 mencapai 349 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau 112 persen dari target tahunan yang ditetapkan.

Vice President (VP) Development and Production (D&P) Technical Excellence and Coordination Henricus Herwin yang juga menjadi Project Manager dari Tim Cost Optimization menjelaskan, pendirian Optimus bertujuan untuk membangun budaya optimasi biaya dalam etos kerja serta mempertahankan operasi perusahaan secara berkelanjutan dengan biaya efektif dan efisien.

Optimus juga menyasar optimasi biaya untuk aktivitas pengembangan. Hal tersebut memungkinkan perusahaan dapat terus mengembangkan sumber daya dan produksi secara lebih agresif serta berkelanjutan. 

“Optimus dilakukan dengan menggunakan tujuh pilar, yaitu peningkatan akurasi budget, inovasi teknis dan standardisasi desain, perubahan filosofi kerja, optimasi operasional, optimasi supply-chain, kerja sama antar perusahaan dan renegosiasi kontrak, serta organisasi yang adaptif,” ujar Henricus dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (13/9/2021).

Tujuh pilar tersebut, lanjutnya, sangat mungkin dijalankan dengan adanya regionalisasi dan operasi tanpa batas atau borderless operation. Selain itu, pilar tersebut juga dapat digunakan untuk pemanfaatan fasilitas bersama dan didukung dengan digitalisasi.

Capaian target optimasi biaya Subholding Upstream 2021 diperoleh dari berbagai kegiatan berdasarkan tujuh pilar tersebut. Salah satunya adalah melalui penerapan Diesel Rotary Uninterruptible Power Supply (DRUPS ).

Sumber listrik dari DRUPS diambil dari layanan PLN Super Ultima-2 Power Plant di Pertamina EP (PEP) Tanjung Field yang masuk dalam pengelolaan Regional Kalimantan .

“Penerapan teknologi DRUPS sangat berdampak baik pada peningkatan power quality-reliability menjadi di atas 99 persen serta dapat mengurangi beban biaya produksi lebih dari 45 persen,” kata Henricus.

Subholding Upstream Pertamina lakukan optimasi biaya. Dok. Pertamina Subholding Upstream Pertamina lakukan optimasi biaya.

Ia juga menjelaskan bahwa biaya produksi PEP Tanjung Field sebelumnya cukup tinggi. Pengeluaran tersebut sebagian besar untuk penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan pelumas pada power supply. Oleh karena itu, perseroan mencari alternative power supply yang lebih ekonomis dan tetap reliable

Selain dari biaya produksi dan reliability, penerapan DRUPS juga sebagai bentuk sinergi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). DRUPS juga dapat berpotensi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sampai dengan 35 juta ton CO2eq. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) pun dapat ditekan.

Subholding Upstream juga melakukan optimasi biaya operasional di Blok Mahakam yang dikelola PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM). Dengan optimasi well intervention melalui metode redesign dan kolaborasi, PHM yang termasuk dalam Zona 8 Regional Kalimantan mampu melakukan penghematan biaya.

Optimasi lainnya adalah penggunaan chemical di lapangan Banyu Urip dan Kedung Keris yang berada di Zona 12 Regional Indonesia Timur Subholding Upstream. Adapun proyek dua lapangan hulu migas tersebut dikerjakan Subholding Upstream Pertamina dan operator ExxonMobil.

Optimasi dilakukan melalui inisiatif optimasi penggunaan Pour Point Depressant (PPD) dan menjaga pipeline tidak terjadi wax built up.

Subholding Upstream dengan pola regionalisasi dan borderless operation juga mempunyai potensi optimasi lainnya, termasuk dari supply chain management (SCM) dan asset management.

Beberapa inisiatif yang dilakukan adalah sentralisasi pengadaan barang dan jasa, renegosiasi kontrak aktif, stockless policy dan pemanfaatan material bersama, optimalisasi warehouse management, kegiatan terkait marine and aviation dan asset management, serta value creation dari aliansi kerja sama strategis.

Kontribusi terbesar dari cost efficiency di bidang SCM adalah proses sentralisasi pengadaan atau agregasi demand. Ini merupakan bagian dari strategic planning SCM dalam penggabungan kebutuhan atau permintaan sejenis dari berbagai zona. Dengan demikian, didapatkan efisiensi melalui pembelian dalam jumlah besar. 

Secara keseluruhan hingga Juli 2021, Subholding Upstream telah melaksanakan 125 program optimasi biaya.

Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Subholding Upstream John H Simamora menyampaikan bahwa dengan pola regionalisasi dan borderless operationvalue creation serta optimasi biaya akan tercipta dari seluruh proses. Operasional Subholding Upstream Pertamina pun menjadi lebih kolaboratif antarzona dan wilayah kerja. 

“Saya yakin dengan solidaritas dan kekuatan seluruh aset sumber daya yang dimiliki, khususnya SDM yang berkualitas, berkomitmen, dan berkontribusi, akan menjadi bekal untuk mencapai semua target serta aspirasi perusahaan,” ujar John.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau