Advertorial

Kerap Digunakan sebagai Terapi Kanker, Kenali Syarat dan Risiko Pengobatan Kemoterapi

Kompas.com - 17/09/2021, 14:08 WIB

KOMPAS.com – Kanker merupakan salah satu penyakit yang menjadi momok bagi banyak orang. Selain mematikan, penyembuhan kanker relatif lama sehingga membutuhkan ketekunan dan kesabaran dari penderitanya.

Untuk diketahui, kanker ditandai dengan pertumbuhan sel abnormal dan tidak terkendali pada tubuh. Pertumbuhan sel biasa diawali pada satu bagian tubuh kemudian menyebar ke berbagai jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang rusak menyebabkan permasalahan serius bagi pasien.

Dokter penyakit dalam dan konsultan hematologi onkologi medik Mayapada Hospital Tangerang Dr dr Noorwati Sutandyo, SpPD-KHOM mengatakan, pengobatan untuk kanker bisa dilakukan dengan berbagai terapi, seperti kemoterapi, operasi, terapi hormon, imunoterapi, targeted therapy, dan terapi radiasi. Di antara berbagai terapi tersebut, kemoterapi menjadi salah satu metode yang kerap digunakan dalam pengobatan kanker.

Kemoterapi, jelas dr Noorwati, menggunakan obat-obatan yang dimasukkan ke dalam tubuh untuk membunuh sel kanker di mana pun dia berada. Obat-obatan ini bekerja melalui pembuluh darah, lalu menyebar ke seluruh tubuh.

Pemberian obat-obatan kemoterapi bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari suntikan, infus, oral, krim, langsung ke area tubuh tertentu, hingga ditujukan langsung ke sel kanker.

“Kemoterapi dapat membunuh sel kanker primer. Misalnya, di payudara hingga perluasannya di paru-paru,” ujar dr Noorwati dalam wawancara daring via Zoom dengan Kompas.com, Senin (30/8/2021).

Ia melanjutkan, pemberian kemoterapi atau pengobatan kanker lainnya mempertimbangkan jenis dan stadium kanker. Salah satu jenis kanker yang kerap diobati menggunakan kemoterapi adalah kanker darah. Pasalnya, kanker ini dapat berkembang dengan cepat.

Tak hanya kanker darah, kanker padat yang memiliki perkembangan cukup cepat juga bisa diobati dengan kemoterapi. Untuk diketahui, kanker padat merupakan tumor yang ditandai dengan adanya pembengkakan atau benjolan, seperti pada kanker hati, kanker tulang, kanker paru-paru, dan kanker payudara.

Terkait tingkatan, dr Noorwati kembali menjelaskan, pasien kanker stadium 1 jarang diberikan kemoterapi. Meski demikian, dokter bisa mempertimbangkan hasil analisis algoritma dari pasien kanker sebelum menjalankan kemoterapi.

Jika hasil analisis menunjukkan bahwa kanker yang diderita bersifat agresif, kemoterapi bisa diterapkan kepada pasien.

Sementara, untuk pasien kanker stadium III dan IV, dokter dapat menggunakan kemoterapi. Selain kemoterapi, tidak tertutup kemungkinan pasien mendapatkan terapi lain, seperti terapi target atau targeted therapy bila kondisi tubuh tidak memungkinkan untuk kemoterapi.

Biasanya kanker stadium III dan IV bisa diatasi dengan kemoterapi, tapi hal ini tidak berlaku dengan kanker paru. Pada kanker ini, kata dr Noorwati, dokter harus melihat apakah jenis kanker yang diderita pasien bisa diatasi dengan kemoterapi atau terapi lain.

“Bila jenis kanker paru yang diderita pasien berjenis adenokarsinoma dan menimbulkan mutasi pada gen-gen tertentu, dokter akan menggunakan terapi target untuk mengecilkan tumor,” kata dr Noorwati.

Soal harapan hidup pasien kanker yang menjalani kemoterapi, dr Noorwati mengatakan bahwa hal tersebut tergantung dari jenis kanker dan tingkat stadiumnya.

Ia mencontohkan, pasien kanker payudara stadium I yang menjalani kemoterapi memiliki harapan hidup sebesar 98 persen selama lima tahun ke depan. Untuk pasien kanker payudara stadium II, harapan hidupnya turun menjadi 70 persen. Sementara, pasien kanker payudara stadium III dan IV harapan hidupnya turun menjadi 50 persen dan 35 persen.

“Dalam lima tahun, dari 100 orang penderita kanker payudara stadium IV hanya menyisakan 35 orang,” katanya.

Syarat kemoterapi

Dokter Noorwati menjelaskan, terdapat sejumlah syarat bagi pasien yang hendak melakukan kemoterapi. Pertama, pasien harus memiliki fungsi organ yang bagus, mulai dari hati, jantung, ginjal, hingga paru-paru. Hal tersebut dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium dan pencitraan.

Kedua, pasien juga harus memiliki kondisi fisik yang masih baik. Hal ini ditandai berbagai aktivitas yang dapat dilakukan secara normal, seperti mandi dan bangun tidur secara mandiri. Menurut dr Noorwati, faktor tersebut memperbesar peluang keberhasilan kemoterapi.

“Sebenarnya, pasien yang sudah tidak bisa berjalan juga bisa melakukan kemoterapi. Namun, efek sampingnya akan lebih berat,” ujar dr Noorwati.

Ketiga, kondisi psikis pasien juga patut dipertimbangkan. Dokter Noorwati mengatakan, di luar negeri, pasien yang hendak menjalani kemoterapi harus terlebih dulu melakukan konseling psikologi. Melalui konseling, pasien dapat mengetahui berbagai situasi kemoterapi serta mengonsultasikan kecemasannya kepada psikolog.

“Sayangnya, hal tersebut agak jarang dilakukan pasien di Indonesia sehingga dokter terkadang harus meyakinkan pasien untuk menjalani pengobatan,” katanya.

Meski demikian, terdapat berbagai kondisi yang membuat pasien tidak bisa melakukan kemoterapi. Walau pasien memiliki kondisi fisik yang bagus, kemoterapi tidak bisa dilakukan bila organ vital pasien bermasalah. Misalnya, jantung pasien hanya berfungsi sebesar 40 persen.

“Kemoterapi memiliki berbagai syarat. Salah satunya adalah tidak memiliki kerusakan organ vital. Satu syarat saja tidak terpenuhi, kemoterapi tidak bisa dilakukan,” kata dr Noorwati.

Efek samping kemoterapi

Walau dapat membunuh sel kanker, kemoterapi juga dapat membunuh sel normal. Dokter Noorwati mengatakan, sel normal yang mati ini dapat menimbulkan berbagai efek samping yang dapat terjadi di seluruh tubuh. Misalnya, bila sel di lambung terkelupas, pasien akan merasakan mual.

Tak hanya itu, dr Noorwati mengatakan bahwa kemoterapi memiliki berbagai efek samping ringan, mulai dari sariawan, lemas, hingga rambut rontok.

“Sementara, efek samping berat adalah penurunan jumlah sel darah putih, demam tinggi, dan sepsis. Namun, efek samping berat cukup jarang terjadi,” tuturnya.

Selain kemoterapi, imunoterapi dan targeted therapy kerap digunakan dalam pengobatan kanker. Pada imunoterapi, jelas dr Noorwati, pasien diberikan obat untuk menstimulasi sistem imun agar dapat membunuh sel kanker. Terapi ini cocok untuk pasien yang memiliki sistem imun yang masih bagus.

Sementara, terapi targeted therapy menggunakan satu macam obat yang mampu menarget satu macam jenis kanker. Menurut dr Noorwati, terapi ini tergolong mahal karena mampu menargetkan sel-sel tertentu guna menghindari efek samping yang tidak diperlukan.

“Kemoterapi kerap dikombinasikan dengan kemoterapi lain ataupun dengan pengobatan lainnya, seperti imunoterapi dan targeted therapy. Metode kombinasi dapat saling melengkapi sehingga hasilnya diharapkan dapat lebih baik. Namun, semuanya tergantung hasil analisis algoritma dari kanker yang diderita pasien,” ujar dr Noorwati.

Sama seperti kemoterapi, imunoterapi dan targeted therapy juga memiliki berbagai efek samping. Pengobatan dengan imunoterapi memberikan efek samping berupa reaksi alergi, seperti batuk-batuk, sesak napas dan demam. Sementara, targeted therapy memiliki efek samping, seperti diare dan timbul jerawat.

Meski demikian, pengobatan dengan metode kemoterapi, imunoterapi, dan targeted therapy tetap jadi pilihan untuk mengobati kanker. Guna mengetahui lebih lanjut mengenai terapi ataupun efek samping obat kanker, pasien bisa berkonsultasi dengan tim dokter seperti di Mayapada Hospital.

Sebagai informasi, Mayapada Hospital memiliki Departemen Oncology Center yang menyediakan pelayanan terbaik untuk penyakit kanker. Pasien bisa mendapatkan berbagai pelayanan terbaik, mulai dari pencegahan, diagnosis, pengobatan, hingga perawatan berkelanjutan setelah kanker.

Mayapada Hospital Oncology Center menyediakan berbagai pengobatan kanker, mulai dari operasi, kemoterapi, radioterapi, imunoterapi, hingga targeted therapy.

Onkologis Mayapada juga didukung ahli bedah dan perawat onkologis yang menyediakan perawatan rawat inap, rawat jalan, dan one-day care.

Tak hanya itu, Mayapada Hospital juga membuka layanan telekonsul terkait penyakit apa pun. Bagi yang ingin menggunakan layanan tersebut, silakan hubungi 150770.

Sebagai informasi, pada kuartal III 2021, Mayapada Hospital akan membuka cabang di Jalan Mayjen Sungkono nomor 20, Surabaya Barat, Jawa Timur.

Yuk, lakukan skrining rutin kesehatan kanker di Mayapada Hospital untuk menjaga kesehatan Anda dan keluarga.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com