KOMPAS.com - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) berkomitmen memperkuat sektor produksi, terutama koperasi yang bergerak di sektor pangan, lewat korporatisasi petani dan nelayan.
Karenanya, lembaga koperasi didorong agar dapat mengkonsolidasikan para petani berlahan sempit agar bergabung sebagai anggota.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, upaya penguatan sektor pangan dilakukan karena adanya potensi krisis pangan dunia sebagaimana hasil kajian Lembaga Pangan Dunia (FAO).
Hal itu dikatakan Teten dalam acara diskusi koperasi sektor pangan se-Provinsi Jawa Barat (Jabar) dengan tema “Model Bisnis Koperasi Sektor Pangan” di Subang, Jumat (17/9/2021).
"Indonesia punya potensi ekonomi di sektor pangan yang sangat besar, termasuk buah-buahan tropis, hortikultura, produk herbal, hingga rempah-rempahan. Bahkan, (produk-produk tersebut) berkualitas ekspor dan bisa menjadi substitusi impor,” ujar Teten dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (17/9/2021).
Sayangnya, lanjut Teten, banyak produk pangan di Indonesia yang masih impor, seperti beras, kedelai, dan susu.
Teten mengakui, sektor pangan saat ini dikelola oleh banyak kementerian. Dalam hal ini, Kemenkop UKM ditugaskan untuk membenahi kelembagaan usaha melalui koperasi.
Teten menegaskan, koperasi harus berperan sebagai konsolidator sekaligus aggregator. Koperasi dapat menjadi solusi bagi sektor pertanian pada struktur ekonomi di level mikro.
"Petani yang mengolah pertanian di lahan sempit digabungkan dan dikonsolidasi lewat koperasi. Kemudian, diwujudkan dalam corporate farming,” kata Teten.
Saat ini, imbuh Teten, Kemenkop UKM berkolaborasi dengan sejumlah kementerian dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memperkuat korporatisasi petani.
Hal itu bertujuan untuk membangun kelembagaan ekonomi petani berbentuk koperasi dalam skala ekonomi yang terhubung dengan lembaga pembiayaan dan pasar.
Pasalnya, menurut Teten, selama ini lembaga perbankan masih enggan memberikan pembiayaan ke sektor pangan karena dinilai berisiko tinggi.
“(Konsolidasi) ini bisa menjadi solusi sistem pertanian kepada petani lahan sempit. Kalau petaninya digabung dalam koperasi, pembiayaan jadi mudah,” paparnya.
Teten menambahkan, jika petani dan nelayan bergabung dalam wadah koperasi, ketahanan pangan Indonesia dapat diwujudkan.
Di Subang, misalnya, terdapat 6.000 hektare (ha) lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai lumbung pertanian untuk menyiapkan padi premium.
Lahan itu ditargetkan bisa memproduksi minimal 10 ton padi per hari. Selain itu, petani juga bisa memanfaatkan perhutanan sosial. Melalui skema ini satu kepala keluarga akan memperoleh 2 ha lahan yang izin pengelolaannya bisa diperpanjang hingga 30 tahun.
“Kemenkop UKM dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar merevitalisasi koperasi pangan yang potensial untuk diperbesar dan dihubungkan ke lembaga pembiayaan," jelas Teten.
Berdasarkan online data system (ODS) Kemenkop UKM, per Desember 2020, terdapat 127.124 unit koperasi yang bergerak di sektor riil.
Jumlah tersebut terdiri dari koperasi konsumen 57,6 persen, koperasi jasa 19,8 persen, koperasi simpan pinjam 13,9 persen, koperasi produsen 5,76 persen, dan koperasi pemasaran 2,85 persen.
Sementara, kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) naik 15,46 persen atau senilai Rp 570,11 triliun. Kontribusi ini menjadi yang terbesar kedua setelah industri pengolahan.
Sektor lain seperti industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, dan konstruksi justru mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif pada triwulan II-2020.
"Jumlah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang berusaha di bidang pangan dengan proporsi 31,27 persen dari total jumlah UMKM sebanyak 64 juta unit," papar Teten.
Pada kesempatan yang sama, Bupati Subang Ruhimat menuturkan, di luar 6.000 ha lahan potensial untuk padi, Subang juga memiliki 20.000 ha lahan perhutani yang saat ini dikelola masyarakat dan lahan eks PT Perkebunan Nusantara (PTPN) sebesar 16.000 ha.
"Lahan tersebut menjadi berkah bagi rakyat Subang jika dikelola dengan baik. Selain itu, pantai sepanjang 44 kilometer (km) di Subang juga sudah dimanfaatkan pengusaha peternak udang vaname. Kami baru saja memberikan bantuan kepada petambak berupa 9 juta bibit ikan bandeng dan udang windu," jelas Ruhimat.
Tak hanya itu, Subang juga tengah membangun Pelabuhan Patimban yang diharapkan dapat mempermudah jalur ekspor.
“Kami mohon bantuan dari pemerintah pusat untuk mengirim tim teknis dan tenaga ahli untuk membantu mengembangkan potensi pangan di Subang. Masalah modal, Kemenkop UKM sudah hadir melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM)," kata Ruhimat.