KOMPAS.com – Nilai utama dalam dunia digital adalah kreativitas, kolaborasi, dan kritis. Dengan tiga kemampuan ini, pengguna media digital dapat berkontribusi pada berbagai hal positif, seperti meningkatkan ide dan solusi di ranah digital.
Penulis buku Kita Sebelum Sebuah Lupa, Suci Patia mengatakan, melalui penggunaan media sosial yang baik, bijak, serta konsisten, dirinya dapat menghasilkan konten dengan tulisan yang menarik, kreatif, positif, dan edukatif.
Hal tersebut Suci sampaikan saat menjadi narasumber webinar bertajuk “Positif, Kreatif, dan Aman di Internet” yang digelar pada Selasa (14/9/2021).
“Melalui media sosial, saya juga dapat memperluas pertemanan dan mengajak kolaborasi pada sejumlah pihak. Potensi apa pun yang ada di dalam diri bisa diwujudkan jika ada keinginan,” kata Suci dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (16/9/2021).
Ia melanjutkan, pengguna media digital juga harus membuat konten secara konsisten. Namun, tetap perlu memilah berbagai informasi untuk membedakan fakta dan hoaks.
“Itulah pentingnya literasi digital. Dengan adanya literasi digital, pengguna dapat membedakan hal tersebut,” tutur Suci.
Adapun untuk membuat konten yang menarik bagi pemula, research analyst Oka Aditya mengatakan, content creator perlu menentukan tema yang berkualitas terlebih dahulu.
“Pastikan ada aspek edukatif dan hiburan, seperti mengandung sesuatu yang lucu, tetapi jangan menghina. Lalu, jawab saja jika ada yang mengomentari konten. Akan tetapi, kalau ada yang memaki dan menjelekkan, hiraukan saja,” jelas Oka.
Ruang lingkup etika dalam ranah digital
Selain berfokus pada pembuatan konten yang konsisten, pengacara teknologi informasi sekaligus dosen Universitas Gunadarma Sandy Nayoan mengatakan, pengguna media digital juga harus menetapkan ketertiban, kenyamanan, keamanan, dan kebahagiaan ketika menjelajahi dunia maya.
Untuk dapat melakukan hal tersebut, lanjutnya, pengguna media digital perlu memahami ruang lingkup etika digital yang terdiri dari kesadaran, kebajikan, kejujuran, dan tanggung jawab.
“Mengapa demikian? Tentu saja karena publik memiliki kesadaran menjadikan etika digital sebagai panduan menggunakan media digital. Dengan demikian, pengguna media digital akan melakukan tindakan yang etis pula,” papar Sandy.
Ia juga mengingatkan bahwa saat ini sudah ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengatur informasi, transaksi elektronik, dan teknologi informasi secara umum.
“UU ITE juga mengatur cara kita menggunakan media digital. Sebagai pengguna internet, masyarakat diharapkan memahami aturan hukum yang mengatur gerak-gerik di dunia digital,” tutur Sandy.
Sebagai informasi, webinar “Positif, Kreatif, dan Aman di Internet” merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam Modul Literasi Digital yang diselenggarakan di Kota Jakarta Selatan.
Webinar tersebut terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital. Peserta yang mengikutinya juga akan mendapatkan e-certificate.
Adapun rangkaian webinar Modul Literasi Digital merupakan gagasan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia.
Seri Modul Literasi Digital memiliki empat tema besar, yakni Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.
Melalui program tersebut, masyarakat Indonesia diharapkan bisa memanfaatkan teknologi digital dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
Program literasi digital juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak yang terlibat sehingga dapat mencapai target 12,5 juta partisipan.
Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa mengikuti akun Instagram @siberkreasi dan @siberkreasi.dkibanten.