Advertorial

Waspada, Belajar Agama dari Internet Mesti Selektif

Kompas.com - 23/09/2021, 11:07 WIB

KOMPAS.com – Pada era digital, sebagian besar masyarakat memanfaatkan internet untuk mencari informasi yang mereka butuhkan. Bahkan, tak jarang masyarakat belajar sesuatu atau menimba ilmu dari konten-konten yang ada di dunia maya.

Hal tersebut memang tidak dilarang, tetapi ada baiknya dalam proses belajar dari internet, masyarakat tetap didampingi seorang guru, terutama saat belajar tentang agama.

Dalam menyikapi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menggelar seri webinar literasi #MakinCakapDigital dengan tema "Cara Belajar Agama di Internet, Amankah?".

Webinar yang digelar pada Jumat (10/9/2021) tersebut turut mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, di antaranya financologist, motivator keuangan, dan kejiwaan keluarga Alviko Ibnugroho, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah (Kasi Penmad) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Dr H Suhardi, peneliti dan pengasuh Tarbiyahislamiyah.id Ridwan Muzir, dan perwakilan dari Kaizen Room Puji F Susanti.

Terkait fungsi digitalisasi terhadap pembelajaran agama, khususnya Islam, Alviko mengatakan bahwa terdapat beberapa masalah utama yang dialami masyarakat. Salah satunya, perkara memilih orang yang akan dijadikan guru.

“Masyarakat perlu waspada dan selektif dalam memilih aplikasi, informasi, dan dalil-dalil tentang agama. Jadikan belajar agama di internet untuk meningkatkan wawasan dan bukan menjadikan seorang fanatik,” kata Alviko dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Kamis (16/9/2021).

Alviko mengatakan, hal yang perlu dilakukan masyarakat pengguna platform digital adalah mencari guru yang tepat untuk mendampingi belajar agama. Sebab, belajar agama tanpa guru merupakan sesuatu yang rawan karena bisa gagal paham terhadap dalil agama dan mudah ditipu aliran sesat.

Pada kesempatan yang sama, Ridwan Muzir turut menjelaskan bahwa mempelajari agama di internet dapat berbahaya. Sebab, ajaran radikalisme dan intoleransi berkedok pelajaran agama Islam tidak jarang disusupi oleh oknum tertentu.

“Cara belajar agama yang ideal dalam budaya pendidikan Islam adalah yang bertalaqqi (tatap muka) dengan seorang guru yang otoritatif. Selain itu, inti metode belajar dalam Islam adalah teladan (uswatun hasanah) dan seseorang yang bisa diteladani adalah seorang guru,” jelas Ridwan.

Adapun teladan dari guru hanya bisa diperoleh jika dia disaksikan dan didengar secara langsung.

“Bahasa yang dipakai guru dalam mengajar dan memberi teladan murid tidak hanya disampaikan lewat verbal (lisan), tapi juga tatapan, nada suara, usapan, dan gerak tingkah lakunya sendiri," papar Ridwan.

Sebagai pembicara terakhir, Puji F Susanti mengatakan bahwa saat ini, sebagian besar masyarakat Indonesia gemar belajar atau mencari informasi tentang agama melalui media sosial.

Padahal, banyak konten di media sosial hadir tanpa proses verifikasi sehingga rentan terpapar sikap intoleran dan rawan ideologi radikal.

“(Biasanya), orang yang belajar agama lewat internet merasa dirinya sudah tahu banyak dan tidak memerlukan informasi lain dari orang yang lebih paham. Padahal, tidak ada siapa pun yang dapat mengontrol benar atau salahnya informasi di internet," ujar Puji.

Sebagai informasi, webinar tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital yang diselenggarakan oleh @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi. Kunjungi dan ikuti akun Instagram tersebut untuk mengetahui agenda webinar selanjutnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com