Advertorial

Menyiasati Dampak Buruk Internet dan Menjaga Jejak Digital

Kompas.com - 23/09/2021, 11:26 WIB

KOMPAS.com – Internet bak pedang bermata dua. Di satu sisi, teknologi ini bermanfaat bagi kehidupan penggunanya, seperti membantu mengefisienkan pekerjaan, sebagai sumber informasi, sarana belajar, dan hiburan.

Sisi lainnya, internet juga marak dengan aksi kejahatan dan perundungan siber. Bahkan, bisa membahayakan reputasi jika tidak digunakan secara bertanggung jawab.

Di era teknologi, reputasi seseorang juga ditentukan dari rekam jejak digital. Seseorang dengan jejak digital yang menyalahi norma kesusilaan, sosial, hukum, dan agama otomatis dicap sebagai individu tidak baik sehingga mempersulit dalam berbagai hal. Contohnya, saat melamar kerja.

Hampir setiap perusahaan kini melakukan pengecekan rekam jejak digital pelamar, terutama di media sosial. Hal ini dikatakan Dosen Universitas Negeri Padang Siska Sasmita dalam webinar bertajuk “Kenali dan Pahami: Rekam Jejak di Ruang Digital” yang digelar di Serang, Banten, Kamis (9/9/2021).

Siska mencontohkan, di Amerika Serikat, sebanyak 60 persen manajer perusahaan tidak jadi mempekerjakan orang lantaran pelamar punya jejak digital yang buruk. Sebanyak 77 persen perekrut kerja memanfaatkan Google untuk mencari tahu calon karyawannya.

Tak hanya itu, Siska pun memperingatkan agar berhati-hati dalam berselancar di dunia maya. Pasalnya, ada yang namanya jejak digital pasif.

“Jejak digital pasif adalah data yang ditinggalkan tanpa sadar oleh pengguna ketika berinternet. Contohnya, server menyimpan alamat internet proxy (IP address), lokasi, dan search history,” bebernya dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Kamis (16/9/2021).

Guna menciptakan jejak digital yang baik, praktisi pendidikan dan budaya Oetari Noor Permadi mengatakan, pengguna internet mesti paham soal etika bermedia digital.

Dijelaskan olehnya, etika bermedia digital adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiket) dalam kehidupan sehari-hari.

“Jagalah pikiran, ucapan, tindakan, dan jejak digital karena akan menunjukkan karaktermu," imbuhnya.

Sepakat dengan Oetari, Siska kembali berkata, netiket sejatinya wajib jadi kesadaran para pengguna internet.

“Menggunakan bahasa yang sopan dan tepat sesuai sasaran, serta selektif dalam menerima maupun membagikan informasi,” ujarnya.

Dosen Universitas Serang Raya dr Delly Maulana MPA juga menuturkan hal serupa. Ia pun berpesan agar masyarakat bijak dalam bermedia digital. Caranya, dengan berpikir sebelum mengunggah konten, menyaring sebelum membagikan informasi, dan ikut menyebarkan berita-berita positif.

Bahaya lain internet dan media sosial

Dosen Universitas Indonesia sekaligus Dewan Pengurus Pusat (DPP) Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Lina Miftahul Jannah mengungkapkan, ranah digital juga marak dengan serangan malware.

Maka dari itu, kata Lina, pengguna internet harus berhati-hati dalam mengakses situs, membuka lampiran pada surel, dan mengunduh dokumen agar terhindar serangan malware.

"Unduhlah file dan dokumen dari situs tepercaya. Jangan mengakses dan mengunduh file dari situs berbagi file. Selain itu, jangan sembarangan berbagi perangkat keras penyimpanan file kepada orang atau komputer," tuturnya.

Lina juga mengimbau agar berhati-hati dalam bermedia sosial karena berdampak pada kesehatan mental. Banyak penggunanya menjadi terobsesi akan jumlah like.

Akibatnya, tak sedikit dari mereka yang rela mengubah penampilan hingga melakukan challenge berbahaya demi mendapat validasi dari pengguna media sosial lainnya.

"Kecanduan media sosial dapat membuat gelisah dan kesal. Selain itu, membuat seseorang jadi suka membanding-bandingkan diri sendiri dalam fisik, kehidupan sosial, hingga kekayaan dengan teman. Tak jarang, media sosial juga memicu kecemburuan hingga menimbulkan aksi perundungan,”ungkapnya.

Guna melindungi anak-anak dari konten negatif yang beredar di dunia maya, termasuk media sosial, Siska kembali mengatakan, guru serta orangtua bertanggung jawab dalam mengawasi anak saat menggunakan gawai dan internet.

Sebagai informasi, webinar bertajuk “Kenali dan Pahami: Rekam Jejak di Ruang Digital” merupakan salah satu rangkaian program Indonesia #MakinCakapDigital yang diinisiasi Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) bersama Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) serta Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital.

Lewat program itu, Kemenkominfo juga menyosialisasikan Seri Modul Literasi Digital sebagai bagian dari program Literasi Digital Nasional yang diinisiasi pemerintah.

Ada empat tema besar yang dibahas dalam Seri Modul Literasi Digital, yakni Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.

Untuk diketahui, webinar Indonesia #MakinCakapDigital ditargetkan menyerap 12,5 juta partisipan. Karenanya, Kemenkominfo mengharapkan seluruh elemen masyarakat bersedia berpartisipasi dalam acara tersebut. Dengan begitu, literasi digital dapat terwujud di Indonesia. 

Kegiatan tersebut terbuka untuk umum. Bagi siapa saja yang ingin memahami literasi digital dapat mengikuti acara ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau