KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 membuat ancaman krisis di dunia semakin nyata, termasuk Indonesia. Penyebaran virus yang cepat dan luas mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia serta menghadirkan situasi krisis dengan implikasi luas.
Kondisi tersebut diperburuk oleh kenyataan bahwa tidak ada yang tahu kapan krisis akan berakhir. Dalam konteks itulah, ketahanan bisnis menjadi sangat penting, yakni bagaimana bisnis dapat beradaptasi dengan perubahan yang cepat. Bagaimana bisnis dapat bertahan dalam situasi krisis dan bisa cepat pulih kembali bila krisis berakhir.
Sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) Didiek Hartantyo menjelaskan bahwa sektor transportasi merupakan salah satu sector industri yang terdampak langsung wabah virus corona. Ia juga mengatakan, pandemi Covid-19 membuat cash flow KAI terganggu.
“Namun, manajemen KAI melakukan langkah untuk berkomitmen melayani dan melindungi seluruh pegawai dan pelanggan (protect our people), serta menjaga keberlangsungan bisnis perusahaan di tengah kondisi yang serba menantang," ujar Didiek dalam rilis yang diterima Kompas.com, Minggu (26/9/2021).
Menurutnya, dalam kondisi pandemi hal yang paling utama adalah keberlangsungan hidup pegawai. KAI melakukan protect our people, baik dari sisi kesejahteraan maupun kesehatan.
Dari sisi kesejahteraan, lanjutnya, KAI tidak melakukan sama sekali pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada pegawai dan membayarkan gaji sesuai dengan hak mereka tepat pada waktunya.
KAI juga melengkapi para pegawainya dengan sarana-sarana kesehatan, seperti menyediakan masker, pelindung tangan, pelindung wajah, dan menyediakan hand sanitizer di setiap sudut ruangan kantor.
"Semuanya ini dalam rangka memproteksi pegawai kami, terutama bagi para frontliner atau yang bersinggungan langsung dengan pelanggan. Apabila pegawai kami sudah terlindungi dengan baik, pelanggan akan yakin bahwa layanan kami adalah selamat dan sehat," kata Didiek.
Selain itu, KAI juga berkomitmen untuk memberikan perlindungan kepada pelanggan. Caranya, dengan patuh menjalankan protokol kesehatan yang baik dan benar sesuai dengan arahan pemerintah, baik itu dari Satgas Covid, Kementerian Kesehatan, maupun dari Kementerian Perhubungan, untuk memutus rantai penyebaran Covid-19.
"Setiap aturan yang dikeluarkan pemerintah, kami akan terus beradaptasi dan ikuti dengan tertib apa pun dampaknya pada KAI. Ini bertujuan untuk melindungi pelanggan agar merasa aman saat menggunakan transportasi kereta api," ujar Didiek.
Lebih lanjut, Didiek menjelaskan, KAI tetap menerapkan aturan okupansi sesuai aturan dari pemerintah. KAI hanya menjual tiket 70 persen dari kapasitas maksimal tempat duduk untuk kereta api jarak jauh, 50 persen untuk kereta api lokal, dan 32 persen untuk kereta rel listrik (KRL) Commuterline.
Hal tersebut dilakukan sebagai upaya penerapan jaga jarak antar pelanggan di dalam kereta api. Selain itu, KAI juga menyediakan healthy kit yang berisi masker dan tisu basah disinfektan bagi pelanggan kereta api jarak jauh, fasilitas rapid tes antigen dengan harga terjangkau di stasiun, dan fasilitas vaksinasi gratis untuk pelanggan kereta api di stasiun.
Walaupun mengalami penurunan jumlah pelanggan yang berdampak pada pendapatan, manajemen KAI menyiapkan strategi lain di tengah pandemi Covid-19. Langkah tersebut dilakukan guna menjaga kinerja perusahaan agar tidak terkontraksi negatif lebih dalam.
Didiek mengatakan, salah satu langkah yang dilakukan pihaknya adalah dengan menjaga likuiditas perusahaan. Langkah ini diyakini mampu menjaga kinerja perusahaan saat krisis kesehatan dan ekonomi melanda Indonesia.
“Likuditas adalah kunci. Kami juga menjaga likuiditas perusahaan agar berjalan dengan baik sehingga bisa bertahan dalam masa krisis,” ujar Didiek.
Langkah selanjutnya yang dilakukan perusahaan adalah dengan efisiensi. Menurut Didiek, pihaknya terus melakukan langkah efisiensi untuk memaksimal kinerja perseroan. Bahkan, KAI harus bersikap adaptif dalam kondisi krisis agar perusahaan tetap berjalan dengan baik.
Selain angkutan penumpang, Didiek menjelaskan, performa perusahaan juga ditentukan oleh bisnis angkutan barang. KAI meyakini bisnis angkutan barang dapat menjadi kunci menjaga performa bisnis selama pandemi Covid-19.
Berbagai upaya dilakukan KAI untuk meningkatkan volume dan layanan angkutan barang di masa pandemi. Selanjutnya, KAI pun mendorong optimalisasi komersialisasi nonangkutan (optimalisasi aset).
Dengan demikian, ada pendapatan-pendapatan ekstra yang bisa diraup dalam rangka penyelamatan perusahaan untuk mengompensasi adanya penurunan yang terjadi pada angkutan penumpang. Inilah yang akan dioptimalkan KAI dalam masa mendatang.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memerankan fungsi public service obligation (PSO), di tengah pandemi, KAI ingin tetap melaksanakan amanah itu dengan membangun transportasi yang ramah lingkungan, terjangkau, dan efisien sesuai dengan arahan dari pemerintah.
KAI berkomitmen untuk memenuhi penugasan tersebut dengan sebaik-baiknya. Caranya, dengan memberikan layanan yang prima dari sisi sarana, fasilitas, dan pelayanan kepada para pelanggan kereta api dengan memenuhi standar pelayanan minimum yang sudah ditetapkan.
"KAI ingin melayani seluruh lapisan masyarakat. Kami pun berpikir bagaimana membangun transportasi yang ramah lingkungan, terjangkau, dan efisien ke depan. Sesuai dengan visi perusahaan, yaitu menjadi solusi ekosistem transportasi terbaik untuk Indonesia," kata Didiek.
Hal tersebut diwujudkan dalam soft launching pengoperasian Kereta Api Bandara Yogyakarta International Airport (KA Bandara YIA) bersama dengan Kementerian Perhubungan.
Sebagai informasi, KA Bandara YIA mematok tarif Rp 20.000. Tarif ini sudah mendapat subsidi dari pemerintah melalui skema PSO.
Kehadiran KA Bandara YIA, kata Didiek, akan mempersingkat waktu tempuh dari Yogyakarta ke Bandara YIA menjadi hanya sekitar 39 menit dengan tarif yang sangat efisien.
“Dengan adanya dukungan pemerintah dalam membangun infrastruktur dan integrasi bersama moda transportasi lain, KAI akan menjadi transportasi yang ramah lingkungan, terjangkau, dan efisien,” ucapnya.