Advertorial

Radikalisme di Media Digital Bisa Diberantas dengan Perbanyak Konten Positif

Kompas.com - 27/09/2021, 10:58 WIB

KOMPAS.com – Kemajuan teknologi dan digitalisasi informasi memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah kemudahan mempelajari keterampilan baru secara autodidak.

Sayangnya, sebagian besar pengguna internet belum memiliki kemampuan literasi digital. Akibatnya, mereka mudah terpapar informasi yang tidak benar, seperti paham radikalisme.

Menyikapi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema "Berantas Radikalisme Melalui Literasi Digital", Kamis (16/9/2021). Webinar ini diikuti oleh puluhan peserta secara daring di Kota Tangerang, Banten.

Narasumber yang hadir pada webinar tersebut berasal dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni anggota Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Trisno Sakti Herwanto dan Pradhikna Yunik Nurhayati, anggota Internet Development Institute Sigit Widodo, Head of Centre for Publication London School of Public Relations (LSPR) Institute Xenia Angelica Wijayanto, serta key opinion leader (KOL) Yoggi Sanjaya.

Tema yang dibahas masing-masing narasumber meliputi digital ethics, digital skills, digital culture, dan digital safety.

Trisno Sakti Herwanto yang menjadi narasumber pertama memaparkan, terorisme siber adalah penggunaan internet untuk melakukan tindakan kekerasan yang dapat mengakibatkan atau mengancam hilangnya nyawa serta kerugian fisik yang signifikan.

Tindakan tersebut dilakukan untuk menebar ketakutan. Dengan demikian, kelompok teror bisa mendapatkan keuntungan politik melalui intimidasi.

Ia menambahkan, pelaku teror menyebarkan paham radikalisme melalui media digital guna menggaet anggota baru. Bahan bacaan yang digunakan untuk cuci otak berasal dari sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, mulai dari ulasan di media sosial hingga blog bebas.

“Setiap pengguna media digital harus memastikan kredibilitas informasi, baik media penerbit maupun penulisnya. Cek dan ricek informasi yang Anda peroleh," kata Trisno dalam rilis yang diterima Kompas.com, Kamis (23/9/2021).

Terkait radikalisme, Pradhikna Yunik menjelaskan ciri seseorang yang sudah mulai terpapar paham tersebut. Ia akan mengalami perubahan keyakinan, perasaan, dan perilaku secara ekstrem.

Paparan radikalisme, kata Pradhikna, bisa dihindari dengan beberapa cara, seperti mewaspadai hasutan, mengecek dan memverifikasi informasi, serta memilah dan memilih berita berdasarkan sumber tepercaya.

“Selain itu, menanamkan pemikiran yang terbuka dan toleran kepada anak-anak. Cintailah Tanah Air, diri sendiri, dan orang lain," kata Pradhikna.

Sigit Widodo menambahkan, paham radikalisme bisa pula ditangkal dengan bekal kecakapan literasi digital. Lewat kemampuan ini, seseorang mampu membedakan informasi yang benar dengan misinformasi, disinformasi, dan malainformasi.

Para pelaku teror, imbuh Sigit, biasanya menggunakan disinformasi untuk menimbulkan pertentangan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Sigit mengimbau, pengguna ruang digital untuk tidak menyebarkan berita atau informasi yang tidak jelas sumbernya. Berita sebaiknya disaring terlebih dahulu sebelum di-sharing.

 “Jangan menyebarkan kebencian pada kelompok lain. Selalu kedepankan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Ingatkan hal ini kepada orang-orang terdekat kita," ujar Sigit.

Selain itu, Trisno yang juga menjadi pembicara, menjelaskan bahwa paham radikalisme bisa dilawan dengan memproduksi banyak konten positif.

Oleh karena itu, ia mengajak generasi muda, pengguna media sosial, dan content creator untuk mendalami informasi secara tuntas.

 “Tujuannya, supaya kita bisa memproduksi informasi secara menyeluruh dan tidak setengah-setengah,” jawab Trisno.

Narasumber selanjutnya, Xenia Angelica menekankan pentingnya digital safety agar pengguna merasa aman dan nyaman mengakses internet.

Menurutnya, salah satu ancaman terbesar bagi generasi muda di media sosial (medsos) adalah jejak digital dan reputasi masa depan mereka.

"Tidak hanya kaum muda, tetapi juga tentang kita, para pengguna media digital," ujar Xenia.

Yoggi Sanjaya yang menjadi narasumber dari pihak KOL mengatakan bahwa informasi yang dibagikan pengguna media sosial harus dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, pengguna harus memfilter sebelum membagikan informasi.

Media sosial, kata Yoggi, memiliki banyak manfaat positif. Salah satunya adalah membuat pengguna dari seluruh dunia saling terhubung. Meski demikian, media sosial juga memiliki banyak sisi negatif yang harus diwaspadai oleh pengguna.

“Misalnya, penyebaran hoaks, ujaran kebencian, bullying, serta radikalisme. Hal tersebut harus menjadi perhatian supaya kita bijak dalam menggunakan media sosial," kata Yoggi.

Sebagai informasi, seri webinar tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital yang diselenggarakan Kemenkominfo di Kota Tangerang. Kegiatan seri webinar #MakinCakapDigital terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital.

Kemenkominfo mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga webinar tersebut dapat berjalan dengan baik. Terlebih, seri webinar #MakinCakapDigital menargetkan 12,5 juta jumlah partisipan.

Oleh karena itu, Kemenkominfo membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua pihak untuk berpartisipasi pada webinar selanjutnya. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau