KOMPAS.com – Keberadaan teknologi digital membawa pengaruh besar terhadap kehidupan manusia lantaran mampu mempermudah berbagai aktivitas. Salah satunya dalam hal kemudahan mencari informasi.
Meski begitu, hal tersebut bak pedang bermata dua. Di balik kemudahan akses terhadap informasi, teknologi digital juga membuat seseorang lebih rentan terpapar berita palsu atau hoaks.
Hal tersebut terbukti dari banyaknya masyarakat Indonesia yang masih mudah percaya terhadap berita bohong.
Oleh karena itu, diperlukan literasi digital yang baik bagi setiap orang agar dapat terhindar dari penyebaran hoaks.
Hal tersebut disampaikan oleh Finalis Abang None Jakarta Selatan 2020 Shafa Lubis dalam web seminar(webinar) #MakinCakapDigital dengan tema “Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks)”, Rabu (1/9/2021).
Sebagai informasi, webinar "Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks)" merupakan seri webinar yang diadakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital untuk memperkuat literasi digital di masyarakat.
Shafa mengatakan, saat ini, dirinya kerap menemukan berbagai berita palsu di ranah digital.
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat agar mengecek terlebih dahulu sumber berita tersebut guna memastikan validitasnya.
“Saat ini, banyak sekali fitur-fitur gratis di internet yang bisa digunakan untuk belajar. Kalau kita punya media sosial, kita harus pintar dalam memilih dan mengikuti akun yang menyebarkan berita benar serta konten yang positif. Selain itu, unfollow dan blokir akun yang menyebarkan berita-berita hoaks dan negatif,” ujar Shafa dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (27/9/2021).
Di sisi lain, founder dan CEO PT Malline Teknologi Internasional Samuel Berrit Olam mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia yang hampir semua penggunanya terpapar oleh hoaks.
“Masyarakat Indonesia paling banyak aktif di internet, terutama di media sosial, seperti YouTube, WhatsApp, dan Facebook. Hoaks paling banyak ditemukan di WhatsApp dan Facebook. (Hoaks) biasanya muncul dalam bentuk satir atau parodi yang dibuat untuk merugikan orang lain,” kata Samuel.
Oleh karena itu, Samuel mengajak masyarakat untuk dapat mengenali ciri dari hoaks. Menurutnya, pelaku hoaks kerap membingkai informasi palsu dengan sebuah isu.
Selain itu, informasi yang disebarkan kerap meniru berita dari sumber lain yang kemudian dipelintir hingga berbeda dari aslinya.
“Konten atau informasi itu (hoaks) 100 persen palsu dan dibuat untuk menipu orang lain. Adapun istilah keterkaitan yang salah, yaitu konten yang tidak berkaitan antara yang satu dengan yang lain dan ini bertujuan pada keuntungan konvensional,” jelasnya.
Saat ini, lanjut Samuel, terdapat juga infodemik yang berhubungan dengan suatu penyakit, yakni seperti berita hoaks terkait situasi pandemi Covid-19.
Terkait cara mengontrol diri agar dapat terhindari atau mengatasi pengaruh hoaks, Samuel mengatakan, cara terbaik mengatasi hal itu adalah jangan sekali pun memberi like, membagikan, atau mengomentari akun yang menyebar berita tersebut.
“Jangan kita ikut-ikutan komen di unggahannya. Kalau kita masuk ke dalam media sosialnya, kita bisa saja terpengaruhi oleh konten-kontennya,” kata Samuel.
Sebagai informasi, webinar “Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks)” merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital yang diadakan di Kota Jakarta Selatan.
Masyarakat yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital dapat mengikuti kegiatan webinar tersebut.
Kegiatan webinar itu diharapkan dapat mengundang banyak partisipan dan dukungan banyak pihak agar dapat terselenggara dengan baik. Pasalnya, program literasi yang digagas Kemenkominfo tersebut ditargetkan dapat menjaring 12,5 juta partisipan.
Bagi yang berminat mengikuti webinar pada program literasi digital, silakan ikuti akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.