Advertorial

Ini Alasan Generasi Muda Perlu Memiliki Etika Digital dalam Beraktualisasi Diri di Dunia Maya

Kompas.com - 29/09/2021, 20:53 WIB

KOMPAS.com – Tidak dapat dimungkiri, kemajuan teknologi dan perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala aspek kehidupan. Saat ini, hampir tidak ada sisi kehidupan masyarakat yang tidak terpengaruh oleh proses digitalisasi.

Sayangnya, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa memiliki kemampuan untuk memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik. Akibatnya, banyak masyarakat terpapar informasi tidak benar.

Menyikapi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia menggelar webinar bertajuk “Media Digital sebagai Wahana Aktualisasi Pelajar”, Kamis (23/9/2021).

Pada kesempatan tersebut, dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Indah Wenerda mengatakan, kaum muda sangat lihai dalam memilah jenis informasi sesuai kebutuhannya.

“Kaum muda mampu menilai kebenaran suatu informasi. Untuk mendapat informasi digital, mereka dapat melakukan navigasi menggunakan perangkat digital yang mereka miliki,” kata Indah dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (27/9/2021).

Tidak hanya itu, lanjutnya, kaum muda juga memiliki kemampuan kritis untuk memproses informasi yang mereka terima. Di balik kaum muda yang berperan sebagai konsumen, ada relasi aktif, kreatif, dan produktif yang dapat dihasilkan dari pemakaian komoditas secara aktual.

“Oleh karena itu, anak muda merupakan salah satu agen perubahan. Bukan generasi yang enggan menyumbangkan gagasan, baik lisan maupun tulisan,” imbuh Indah.

Dosen Universitas Lancang Kuning Khuriyatul Husna pun mengamini hal tersebut. Ia mengatakan, kaum muda merupakan bagian dari generasi digital.

Generasi digital tumbuh di tengah era teknologi. Mereka pun hampir tak terpisahkan dari telepon pintar.

Pasalnya, melalui perangkat tersebut, mereka dapat terhubung dengan informasi, hiburan, teman, dan keluarga. Mereka seakan tak bisa hidup tanpa telepon pintar.

“Anak-anak bahkan membawa telepon saat ke kamar mandi dan tidur dengan telepon di bawah bantal mereka. Sebagian besar aktivitas mereka (terkait dengan dunia) online, seperti bermain gim, menonton film atau video, serta berkomunikasi melalui jejaring sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan WhatsApp,” papar Husna.

Untuk itu, lanjutnya, generasi digital memerlukan etika digital atau network etiquette (netiket) untuk aktualisasi diri. Etika digital adalah kemampuan individu untuk menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika bermedia digital dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai informasi, netiket merupakan tata krama dan aturan yang berlaku saat menggunakan internet. Hal ini tercipta karena pengguna internet memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Husna menjelaskan, perilaku netiket yang baik dapat ditunjukkan dengan mengakses konten yang baik dan bersifat tidak dilarang, menghormati keberadaan dan privasi orang lain, menghargai karya orang lain, serta memberi saran atau komentar yang baik.

“Sementara, perilaku yang buruk adalah menyebarkan berita hoaks, cyberbullying, dan plagiarisme,” katanya.

Pengaruhi pembentukan karakter

Pada era digitalisasi, masyarakat dapat dengan mudah mengakses beragam informasi secara bebas dan tak terbatas. Hal ini disebabkan oleh kemajuan media digital yang menghadirkan berbagai informasi dan tayangan hiburan dengan skala yang masif.

Akibatnya, media digital dapat memengaruhi pembentukan karakter pada masyarakat yang tidak pandai dalam memilah informasi.

Terkait hal tersebut, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Banten Nanang Fatchurochman mengatakan, anak-anak dan remaja rentan terpengaruh informasi di media digital.

“Anak-anak dan remaja selalu aktif dalam mencari informasi, menyukai hal-hal baru, dan senang mendapatkan hiburan. Berdasarkan karakteristik remaja, perlu untuk memberikan bekal pengetahuan bagi mereka dalam mengkonsumsi informasi dan memilih media digital sebagai sarana aktualisasi diri,” papar Nanang.

Sebab, lanjutnya, kedua kelompok usia tersebut berpotensi menjadi agent of change. Dengan demikian, anak-anak dan remaja dapat memberikan perubahan bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Pada kesempatan yang sama, dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Ayuning Budiarti mengatakan, proses aktualisasi diri bersifat mandiri, realistis, suka memecahkan masalah, memiliki empati, menghargai proses, dan jujur.

“Aktualisasi diri di ruang digital perlu dilakukan secara aman. Hal-hal yang harus diperhatikan di antaranya adalah selalu log out setelah menggunakan media sosial (medsos) atau aplikasi pembelajaran, mengaktifkan pengaturan privasi di akun pribadi, dan menghapus history penelusuran internet,” jelasnya.

Sebagai salah satu narasumber, influencer Decky Tri mengatakan, generasi milenial merupakan generasi yang beruntung di tengah segala kemudahan internet pada kehidupannya.

“Banyak potensi yang (bisa) digunakan dalam internet ini. Misalnya, untuk pengembangan media atau pengembangan diri, serta membuat kita menjadi agen digital,” tuturnya.

Sementara itu, Indah kembali menjelaskan generasi milenial dapat memaksimalkan manfaat internet dalam pengembangan soft skill dan mengasah hard skill.

Soft skill berkaitan dengan kepribadian pengguna. Bagaimana bisa mengatur waktu dengan baik, misalnya. Hard skill adalah keterampilan yang bisa diwujudkan dengan belajar,” papar Indah.

Untuk diketahui, webinar tersebut merupakan rangkaian kegiatan dalam Modul Literasi Digital yang dilaksanakan di Kabupaten Tangerang. Seri Modul Literasi Digital memiliki empat tema besar, yakni Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.

Webinar tersebut terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital. Peserta yang mengikutinya juga akan mendapatkan e-certificate.

Melalui program tersebut, masyarakat Indonesia diharapkan bisa memanfaatkan teknologi digital dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.

Program literasi digital juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak yang terlibat sehingga dapat mencapai target 12,5 juta partisipan.

Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa mengikuti akun Instagram @siberkreasi dan @siberkreasi.dkibanten.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau