Advertorial

Wayang Jogja Night Carnival Edisi ke-6, Ulas Pagebluk dengan Tema Semar Boyong

Kompas.com - 05/10/2021, 12:15 WIB

KOMPAS.com – Sebagai salah satu event wisata rujukan bagi pelancong global, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta menggelar Wayang Jogja Night Carnival edisi ke-6 (WJNC #6).

Pertunjukkan megah bertajuk “Semar Boyong” tersebut akan menjadi bagian dari puncak acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-265 Kota Yogyakarta, Kamis (7/10/2021). Pada tema itu, WJNC #6 akan mengulas cerita yang mengangkat tema pagebluk atau pandemi melalui beragam street art performance.

Walaupun masih dalam suasana pandemi Covid-19, Dinas Pariwisata (Dispar) Kota Yogyakarta tetap berusaha menghadirkan penampilan yang berbeda. Pasalnya, WJNC merupakan agenda event pariwisata nasional yang rutin digelar setiap tahun.

Kepala Bidang Pemasaran Hasil Wisata Dispar Kota Yogyakarta Andrini Wiramawati mengungkapkan, persiapan teknis penyelenggaraan WJNC #6 sudah mencapai 80-90 persen.

“Kami berharap agar event WJNC bisa mendunia. Kami juga sudah menggandeng berbagai pihak agar tahun selanjutnya bisa menghadirkan inovasi baru yang disesuaikan dengan kondisi sehingga ada warna baru di WJNC,” papar Aan, sapaan akrab Andrini, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (4/10/2021).

Oleh karena pandemi Covid-19 belum berlalu, Aan mengatakan bahwa WJNC #6 tahun ini diselenggarakan dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. 

Namun, lanjut Aan, pihaknya tetap akan menghadirkan berbagai hal yang menjadi konsep dasar WJNC, seperti kendaraan, wayang, pelaksanaan acara di malam hari, karnaval, dan kehadiran tugu.

“Nantinya, masing-masing kemantren akan dibagi ke dalam empat zona atau stage. Satu zona berisi tiga sampai empat penampil dari perwakilan kemantren. Tema turunan yang diusung oleh para penampil juga disesuaikan dengan tema besar kami,” jelas Aan.

Pada zona satu, tambahnya, akan diisi oleh penampil dari Umbulharjo, Pakualaman, dan Jetis dengan tema “Indraprastha”. Tema ini akan bernuansa megah dan romantis.

“Sementara pada panggung kedua, ada perwakilan dari Kraton, Gondomanan, Mantrijeron, serta Mergangsan yang mengusung tema 'Poncowati'. Tema ini sarat dengan tampilan-tampilan tragedi yang divisualisasikan lewat penampilan ksatria, panah, atau cakra,” tutur Aan.

Adapun tema yang diangkat pada panggung ketiga adalah “Kahyangan”. Tema ini mengusung konsep percintaan yang agung.

“Panggung ketiga akan menampilkan penampilan dengan kostum dewa, bidadari, figur hewan, dan lokananta atau gamelan. Perwakilan kemantren dalam panggung ini berasal dari Ngampilan, Gedongtengen, Tegalrejo, dan Wirobrajan,” kata Aan.

Protokol kesehatan untuk menghindari klaster baru

Meski digelar pada masa pandemi Covid-19, WJNC #6 menerapkan sejumlah protokol kesehatan yang ketat. Hal ini bertujuan agar penyelenggaraan event nasional itu tidak menimbulkan klaster baru, baik di kalangan pelaku seni maupun penonton.

Secara teknis, seluruh pihak yang terlibat dalam WJNC #6 harus sudah menerima vaksinasi Covid-19 minimal satu kali. Kelengkapan syarat tersebut akan dicek melalui aplikasi Peduli Lindungi.

“Untuk yang telah divaksin dosis pertama akan diberi gelang kuning. Sementara itu, yang telah divaksin dosis 2 akan diberi gelang hijau,” kata Aan.

Tidak hanya itu, lanjutnya, penampil dan tamu undangan juga harus menunjukkan hasil tes swab antigen negatif.

Pelaksana akan segera mencari pengganti apabila ada kru dari kemantren yang dinyatakan positif Covid-19 lewat tes swab antigen

Aan kembali menjelaskan, terdapat beberapa tampilan yang sedikit berbeda yang akan disuguhkan kepada khalayak dalam memaknai peringatan HUT Kota Yogyakarta di masa pagebluk. Namun, tetap dengan filosofi WJNC yang khas dan kuat.

Salah satunya, penyelenggaraan WJNC #6 berupa tapping atau perekaman acara, bukan sebuah perhelatan. Penerapan konsep ini dilakukan untuk memberi contoh Kota Budaya di masa pandemi bagi wilayah lain.

Aan mengatakan, konsep acara juga berubah. Perubahan ini ditandai dengan penampilan para penampil yang dipusatkan di panggung sepanjang acara. Sementara, para tamu akan berkeliling dengan kendaraan hias untuk menyaksikan penampilan setiap grup.

“Pada waktu acara, semua digabung baik itu pembukaan, inti acara, dan penutup. Selain perwakilan kemantren, kami juga mengajak beberapa penampil dari seniman lokal yang digabung saat penyelenggaraan daring dan luring,” ungkap Aan.

Sutradara sekaligus koordinator penampil dari Kemantren Kotagede Hendi Setyo Yulianto mengatakan, WJNC #6 menjadi harapan baru dan titik balik bagi para seniman dan budayawan di Kota Yogyakarta dalam berkarya.

“Pemkot berupaya dalam mengeksplorasi seni budaya di masyarakat walaupun di masa pandemi. Kegiatan dibuat bisa beriringan artinya kita tidak bersenggolan secara langsung, tetapi tidak juga berdekatan. Artinya, ada harmoni yang coba ditawarkan dan karya seni harus dijalankan,” papar Hendi.

Dengan demikian, lanjutnya, WJNC #6 dapat menjadi titik balik dalam berkarya bagi teman seni dan pelaku budaya.

Dalam gelaran itu, Hendi mendapat tema “Hastinapura” yang dikreasikan lewat tarian karnaval.

Pada tema tersebut, pihaknya akan menampilkan koreografi yang menceritakan mengenai kerajaan Astina yang dibawakan oleh sosok buto atau raksasa dengan wujud wanita jelita.

“Aliran postmodern yang menjadi wajah WJNC membuat karya-karya yang ditampilkan mesti bertabrakan dari pakem,” tutur Hendi.

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai WJNC #6, kunjungi laman YouTube Dispar Kota Yogyakarta https://youtube.com/channel/UC6zORYhctlaHDsgmYoBDnhQ dan Pemkot Yogyakarta https://youtube.com/channel/UCorpoVqJaPCdyVEtnZAS9pw.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com