Advertorial

Ingin Investasi Aset Kripto? Pahami Dulu Seluk-beluknya

Kompas.com - 06/10/2021, 10:21 WIB

KOMPAS.com – Aset kripto sendiri merupakan mata uang digital yang keamanannya dijamin dengan teknologi kriptografi. Aset ini bisa digunakan sebagai alat tukar pada sejumlah transaksi virtual.

Berdasarkan data CoinMarketCap, ada 5.811 koin mata uang yang diperdagangkan di bursa kripto saat ini. Jenis yang paling populer sekaligus menjadi pelopor cryptocurrencies adalah Bitcoin (BTC). Kemudian, ada juga Ethereum, Litecoin, Dogecoin, dan Polkadot.

Perkembangan valuasi per keping aset kriptoterbilang pesat. Bitcoin, misalnya, kini mampu menembus 40.000 dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 500 juta dalam kurs Rp 14.497 per dollar AS.

Hingga saat ini, sebanyak 18 juta dari total 21 juta keping Bitcoin beredar di pasaran. Hal ini membuat valuasi dari jenis aset kripto tersebut terus menanjak. Secara hukum ekonomi, kondisi tersebut lumrah. Ketika permintaan tinggi dan persediaan barang menipis, harga pasar akan cenderung naik.

Keadaan itu pula turut menjadikan Bitcoin sebagai cryptocurrency terdesentralisasi pertama. Selain itu, aset kripto tersebut juga menjadi pionir dalam penggunaan blockchain dengan skema konsensus kerja.

Hingga saat ini, penggunaan cryptocurrency untuk transaksi masih menuai pro dan kontra di banyak negara. Pasalnya, kelahiran mata uang tersebut disinyalir bertujuan untuk menggeser mata uang fiat, seperti rupiah di Indonesia.

Di Indonesia, misalnya, aset kripto tidak bisa digunakan untuk bertransaksi. Bila nekat bertransaksi menggunakan aset kripto, ada sanksi hukum yang menanti.

Meski demikian, aset kripto tetap diperbolehkan sebagai instrumen investasi berupa komoditas berjangka. Hanya saja, investor diimbau membeli aset kripto dari bursa kripto yang berada dalam pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Sekalipun dibolehkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil sikap tegas terkait instrumen aset kripto. Ini mengingat aset kripto rentan mengalami fluktuasi. Lembaga ini tidak hanya mewanti-wanti masyarakat mengenai risiko, tapi juga menyatakan bahwa instrumen tersebut belum memiliki landasan ekonomi yang jelas.

Dengan kata lain, investasi aset kripto belum memiliki aspek legalitas sehingga pemerintah tidak bisa ikut campur terhadap naik turunnya nilai aset.

Cara berinvestasi Bitcoin

Bagi kamu yang tertarik dengan investasi Bitcoin, sebaiknya pahami terlebih dahulu mekanisme perdagangan instrumen tersebut.

Ada beberapa strategi khusus agar investasi Bitcoin bisa menjadi cuan dan aman. Salah satunya, jeli melihat pasar.

Berbeda dengan pasar saham yang memiliki waktu buka dan tutup, pasar kripto tidak ada penutupan perdagangan. Bursa kripto selalu hidup sepanjang waktu dan hari. Karena itu, kamu bisa membeli dan menjual koin kapan saja dan di mana saja melalui ponsel cerdas.

Selain itu, pergerakan harga Bitcoin Indonesia dan aset kripto lainnya sangat fluktuatif. Jadi, tidak ada yang dapat memprediksi harga Bitcoin.

Bagi investor pemula, usahakan untuk tidak terbawa oleh euforia fear of missing out (FOMO). Dengan kata lain, jangan membeli koin hanya karena tren. Tindakan ini akan meningkatkan risiko investasi.

Ada baiknya pelajari dulu koin yang hendak dibeli untuk menghindari kerugian di masa mendatang. Bahkan, kamu disarankan untuk melakukan riset mendalam, mulai dari sisi teknologi, kecepatan transaksi, hingga prospek bisnis koin ke depan.

Selain Bitcoin, ada pula jenis aset kripto pendatang baru yang memiliki potensi cerah. Sebut saja, Cardano (ADA) yang dirilis pada 2017. Saat ini, aset kripto tersebut berada di jajaran 10 koin teratas berdasarkan kapitalisasi pasar di CoinMarketCap.

Untuk diketahui, kapitalisasi pasar Cardano mencapai lebih dari 41 miliar dollar AS dan menempati peringkat kelima dalam pasar kripto dunia. Dengan teknologi proof-of-stake, Cardano mampu bersaing dengan aset kripto lainnya.

Strategi berikutnya adalah lakukan diversifikasi portofolio investasi. Caranya, tempatkan dana di dalam beberapa jenis aset kripto untuk mengurai tingkat risiko. 

Terakhir, jangan pernah menggunakan uang kebutuhan sehari-hari atau dana pinjaman untuk berinvestasi. Tindakan ini hanya akan menambah beban keuangan.

Selain itu, sebaiknya penuhi dulu pundi-pundi dana darurat dan tabungan sebelum memutuskan berinvestasi. Jika ada uang lebih, kamu bisa mengalokasikannya untuk investasi. 

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com