KOMPAS.com – Bagi seorang atlet, berlaga di ajang Olimpiade dan Paralimpiade merupakan sebuah pencapaian. Pasalnya, untuk bisa ikut ambil bagian, atlet harus lolos kualifikasi sesuai persyaratan masing-masing cabang olahraga (cabor).
Itu berarti, tiap atlet yang bertanding di ajang multicabor empat tahunan tersebut merupakan yang terbaik dari seluruh penjuru dunia. Tak heran, seorang atlet merasa bangga bila berlaga di Olimpiade dan Paralimpiade sekalipun pihak penyelenggara tak memberikan hadiah materiel.
Perasaan bangga tersebut juga dirasakan oleh dua srikandi Indonesia, yakni Nurul Akmal dan Leani Ratri Oktila. Kedua atlet ini berhasil menorehkan prestasi di ajang Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo 2020.
Meski tak berhasil membawa pulang medali, prestasi Nurul di ajang Olimpiade patut mendapatkan apresiasi. Sebab, ia merupakan atlet putri pertama dari Indonesia yang tampil di cabang angkat besi kelas berat Olimpiade.
Sebagai rookie atau pendatang baru di ajang Olimpiade, Nurul tidak serta merta patah semangat kala berhadapan dengan juara dunia angkat besi kelas berat 2019 dari China, Li Wenwen, ataupun juara dunia 2017 asal Amerika Serikat, Sarah Robles.
Atlet asal Aceh itu berhasil melakukan angkatan snatch 115 kg dan clean and jerk 141 kg. Dengan demikian, total angkatan yang berhasil dia lakukan mencapai 256 kg. Total angkatan ini menempatkan Nurul di posisi kelima Grup A kelas +87 kilogram (kg) kategori putri. Ia juga berhasil melampaui target yang ditetapkan pelatihnya.
Tak pelak, atlet kelahiran 1993 tersebut mendapatkan banyak pujian dari pencinta olahraga Indonesia. Nurul pun diharapkan dapat meningkatkan prestasi pada ajang internasional berikutnya.
Sebelum tampil di Olimpiade Tokyo 2020, Nurul sudah menorehkan sejumlah prestasi. Ia berhasil mendapatkan medali perak di kelas 90 kg pada ajang Islamic Solidarity Games (ISG) 2017. Pada test event Asian games 2018 di Jakarta, Nurul memperoleh medali emas dan peringkat ke-6 pada Asian Games 2018 Jakarta-Palembang.
Setahun berselang, Nurul berhasil membawa pulang medali perunggu di Qatar Cup 2019. Di ajang ini, ia kalah dari lifter Selandia Baru, Laurel Hubbar, dan lifter Australia, Charisma Amoe-Tarrant. Menariknya, Nurul berhasil mengalahkan kedua atlet tersebut di Olimpiade Tokyo 2020.
Sementara, di turnamen dalam negeri, Nurul mampu meraih tiga medali emas pada Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Bandung 2018.
Pada webinar #YukBeriSemangat yang diselenggarakan oleh Allianz bekerja sama dengan Kompas.com, Jumat (24/9/2021), Nurul bercerita, perjalanannya sebagai atlet angkat besi dunia penuh dengan lika-liku. Terlebih, di kampungnya, Serba Jaman Tunong, ataupun di Banda Aceh, angkat besi bukan olahraga populer untuk kalangan perempuan.
Meski demikian, salah satu alasan Nurul memilih angkat besi justru karena cabor ini kurang peminat.
“Memilih olahraga angkat besi karena saat itu belum memiliki banyak saingan,” tutur Nurul dengan nada bercanda.
Nurul mengaku bahwa dirinya sempat tak diizinkan orangtuanya untuk menggeluti cabor angkat besi. Menurut orangtuanya, cabor ini dapat menghambat pertumbuhan tubuh Nurul.
Hal tersebut tidak membuat Nurul berhenti begitu saja. Ia meyakinkan orangtuanya dengan beragam prestasi. Pada kejurnas pertama yang ia ikuti di Yogyakarta pada 2010, Nurul langsung berhasil menyabet medali perunggu di kelas +75 kg.
“Dari situ, mungkin orangtua dapat melihat bakat saya. Karena baru sekali mengikuti kejurnas, langsung mendapatkan medali. Sekarang, orangtua saya selalu memberikan semangat supaya saya bisa memberikan yang terbaik dalam setiap kejuaraan,” ujar Nurul.
Bagi Nurul, cabor angkat besi punya makna mendalam. Sebab, ia tidak melawan atlet lain seperti pada cabor-cabor kebanyakan saat bertanding.
“Karena pada olahraga angkat besi, saya melawan diri sendiri. Bukan orang lain. Yang saya lawan adalah benda mati, (yakni) beban yang saya angkat,” papar Nurul.
Memetik inspirasi dari peraih emas Paralimpiade Tokyo
Setali tiga uang dengan Nurul, atlet difabel bulu tangkis Leani Ratri Oktila juga berhasil mengharumkan nama Indonesia. Tak tanggung, Leani berhasil mempersembahkan dua media emas bagi Indonesia di Paralimpiade Tokyo 2020.
Perolehan emas dari Leani sekaligus menyudahi paceklik emas kontingen Indonesia di Paralimpiade selama 41 tahun. Terakhir kali Indonesia mendapatkan emas pada Paralimpiade Arnhem 1980.
Selain dua emas, Leani juga menyumbang satu medali perak. Prestasi tersebut menempatkan Leani sebagai penyumbang medali terbanyak sepanjang sejarah keikutsertaan Indonesia di Paralimpiade.
Kisah perjalanan Leani sebagai atlet bulu tangkis dimulai sejak ia berusia 8 tahun. Leani menceritakan, ayahnya yang merupakan petani karet di Riau ingin anak-anaknya bermain badminton supaya tubuh mereka sehat. Saat itu, ayahnya tidak berharap Leani menjadi atlet badminton, bahkan juara dunia.
Sejak kelas 5 SD, Leani sudah mengikuti berbagai perlombaan, mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga nasional. Dari sanalah, orangtua Leani melihat bakat bulu tangkis anaknya. Mereka bahkan mendorong Leani untuk menjadi atlet bulu tangkis.
Leani mengaku, sejak masa anak-anak, ia sudah berlatih bulu tangkis secara keras. Hal ini membuat ia kehilangan masa kecil untuk bermain selayaknya anak-anak seumurannya.
“Karena takut dengan orangtua, saya mengikuti arahan mereka,” tutur Leani pada webinar yang sama.
Saat duduk di bangku SMA, Leani bergabung dengan klub bulu tangkis. Ia juga mengikuti berbagai kejuaraan, mulai dari Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda), Pekan Olahraga Wilayah (Popwil), hingga kejuaraan di tingkat nasional.
Pada 2011, saat berusia 20 tahun, Leani mengalami kecelakaan yang membuat kaki kiri dan tangan sebelah kanan patah. Akibat kecelakaan, kaki kirinya lebih pendek 7 sentimeter.
Usai kecelakaan, ia memutuskan beralih menjadi atlet para-bulu tangkis. Kariernya pun semakin menanjak sejak saat itu.
Ia berhasil menjadi juara dunia para-bulu tangkis pada nomor tunggal putri 2019 serta ganda campuran 2017 dan 2019. Karena prestasi ini, Federasi Badminton Dunia (BWF) menetapkan Leani sebagai atlet Para-Badminton Putri Terbaik pada 2018 dan 2019.
Puncaknya, di Paralimpiade 2020, Leani berhasil membawa pulang dua emas di nomor ganda putri dan campuran serta satu perak di tunggal putri. Berkat prestasi ini, Leani menempati urutan pertama peringkat BWF untuk tiga nomor sekaligus.
“Bila ditanya mulai kapan saya mencintai bulu tangkis, jawabannya adalah 2013. Saat itu, saya mulai membawa bendera Indonesia di kancah internasional untuk kelas difabel,” ujar Leani.
Semangat atlet jadi inspirasi Allianz
Semangat para atlet untuk berprestasi seperti yang ditunjukkan Nurul dan Leani menjadi inspirasi bagi Allianz dalam menjalankan bisnis. Perusahaan asuransi global ini pun secara resmi menjadi Mitra Asuransi Global pagelaran Olimpiade dan Paralimpiade hingga 2028.
Chief Marketing Officer (CMO) Allianz Indonesia Karin Zulkarnaen mengatakan, kerja sama tersebut merupakan wujud komitmen Allianz dalam mendukung perkembangan olahraga di seluruh dunia. Dengan demikian, Allianz turut mendukung prestasi yang mampu dicapai oleh atlet-atlet dunia.
“Olimpiade memiliki pesan optimisme dan positif. Begitu juga dengan Paralimpiade yang mengampanyekan inklusivitas bahwa olahraga bisa dilakukan oleh semua orang dari latar belakang dan kemampuan apa pun,” kata Karin.
Kemitraan global dengan Olimpiade dan Paralimpiade, lanjut Karin, membuat Allianz ingin menjadi bagian dari perkembangan karakter atlet ataupun masyarakat yang menjadikan olahraga sebagai bagian dari gaya hidup.
Menurutnya, setiap orang bisa mendapatkan berbagai nilai positif dari olahraga, yakni kegigihan, keinginan mempelajari hal baru, dan pantang menyerah. Semua hal itu penting dilakukan untuk dapat menyongsong masa depan yang lebih baik
Hal tersebut juga sejalan dengan semangat Allianz yang berupaya memberikan perlindungan dengan layanan proteksi. Pasalnya, seorang atlet ataupun orang yang memiliki hobi traveling, misalnya, membutuhkan proteksi terhadap sejumlah risiko, mulai dari kecelakaan hingga cedera.
“Kami ingin membawa pesan bahwa kita harus melindungi diri kita dari berbagai risiko yang mungkin terjadi kepada masyarakat,” kata Karin.
Dukung semangat berolahraga masyarakat Indonesia
Allianz juga turut aktif mendukung perkembangan olahraga di dalam negeri. Salah satunya melalui gelaran Allianz Sports Festival (ASF) 2021.
Karin mengatakan bahwa pada acara tersebut, Allianz bekerja sama dengan RoccaSpace untuk menggelar event olahraga secara virtual yang bisa diikuti peserta secara mandiri.
Sebagai informasi, RoccaSpace merupakan sebuah komunitas yang menghubungkan berbagai komunitas olahraga.
ASF 2021, kata Karin, merupakan festival olahraga yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berolahraga dari mana pun. Semuanya bisa dilakukan melalui satu aplikasi Cause.
Terdapat tiga kategori challenge yang bisa diikuti peserta pada ajang ASF 2021, yakni kategori Run dengan jarak 21.000 kilometer (km), Ride dengan jarak 120.000 km, dan Workout selama 300 menit. Semua kategori tersebut bisa dicicil untuk mencapai target yang sudah ditentukan.
“Event ini bisa diikuti oleh semua orang. Bukan hanya oleh atlet profesional saja, melainkan juga masyarakat yang memiliki minat terhadap olahraga,” kata Karin.
Sementara itu, Founder Komunitas Rocca Space Julia Nurdin mengatakan bahwa pada ASF 2021, pihaknya berperan sebagai fasilitator pada kelas-kelas virtual workout. Setiap bulan, Rocca Space mengadakan kelas workout yang bisa diikuti secara gratis oleh siapa pun.
Pada Agustus di ASF 2021, Rocca Space mengadakan kelas yoga. Sebulan berselang, giliran kelas cardio dance diadakan oleh komunitas hub ini.
Meski digelar secara virtual, kata Julia, peserta bisa melihat background Allianz Ecopark yang serba hijau.
“Pada Oktober, kami masih memiliki satu sesi kelas virtual yang seru dan bisa diikuti masyarakat,” tutur Julia.
Selain mengajak masyarakat untuk sehat, penyelenggaraan ASF 2021 juga memiliki misi untuk mendukung komunitas olahraga.
Karin mengatakan, pada fase satu ASF 2021, Allianz telah memberikan donasi untuk Agung Mulyawan Trek Club di Pangalengan, Bandung, Jawa Barat. Klub tersebut memiliki misi untuk melahirkan calon atlet atletik kelas dunia
“Kami menyiapkan donasi untuk komunitas itu supaya cita-cita tersebut dapat terwujud,” ujarnya.
Pada fase kedua ASF 2021, kata Karin, pihaknya akan berdonasi ke sekolah sepak bola bernama Persigawa. Klub ini mendidik anak usia 8-18 tahun yang bermimpi menjadi pemain sepak bola kelas dunia.
Sayangnya, klub tersebut tidak memiliki cukup dana. Karenanya, sang pelatih, Alajri, kerap menggunakan dana pribadi untuk membiayai pelatihan pribadi klub.
“Bahkan, menurut cerita yang saya dengar, dia sampai menggadaikan BPKB motornya. Itu menunjukkan dia begitu tulus mendukung anak-anak ini untuk terus berlatih. Oleh karena itu, kami akan berdonasi kepada Persigawa,” ujarnya.
Untuk ASF 2021 fase ketiga, Allianz telah membuka acaranya sejak Kamis (23/9/2021). Acara ini akan berlangsung sampai Sabtu (23/10/2021). Menurut Karin, sudah banyak masyarakat mengantre untuk mengikuti ASF fase ketiga.
Pada Minggu (26/9/2021), ASF 2021 mengadakan Virtual Workout Cardio Dance dengan kapasitas 300 peserta.
“Bagi peserta yang ketinggalan, bisa mengikuti Virtual Workout ASF 2021 berikutnya pada Oktober 2021,” kata Karin.
Selama ASF 2021 berlangsung, masyarakat bisa mengikuti kompetisi foto bertema “#YukBeriSemangat diri sendiri & keluarga untuk hidup sehat”. Anda bisa langsung memostingfoto di Instagram sebanyak-banyaknya dengan menggunakan Twibbon ASF 2021.
Untuk informasi lebih lengkap mengenai ASF 2021, Anda bisa mengunjungi akun Instagram @allianzindonesia dan laman www.allianz.co.id/yukberisemangat.