KOMPAS.com – Kehadiran ekosistem usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
Pasalnya, UMKM memberikan kontribusi sekitar 60 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) nasional. Terlebih, UMKM juga menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, terdapat lebih dari 64,2 juta UMKM yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Namun, pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 menghantam perekonomian nasional. UMKM pun menjadi salah satu sektor bisnis yang terdampak.
Laporan dari Bank Indonesia yang dirilis pada 2021 menunjukkan, sebanyak 87,5 persen UMKM terdampak pandemi Covid-19. Sekitar 93,2 persen di antaranya terdampak negatif dari sisi penjualan.
Hal tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor. Salah satunya, kenyataan bahwa para pelaku UMKM kurang menguasai platform digital atau minim literasi digital.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2020, lebih dari 80 persen pelaku UMKM yang berada di daerah tier 2 dan 3 kurang memahami platform digital.
Terlebih, UMKM di wilayah tersebut biasanya dijalankan oleh individu yang sudah berumur dan cenderung skeptis terhadap teknologi.
Hal itu menyebabkan sebagian besar UMKM di daerah tier 2 dan 3 lambat mengadopsi layanan digital sehingga memiliki daya saing yang rendah.
Menurut data East Ventures Digital Competitiveness Index 2021, daya saing digital cenderung didominasi oleh UMKM dari provinsi besar, khususnya di Pulau Jawa.
Sementara, UMKM di sejumlah daerah non sentral, seperti Nusa Tenggara dan Sulawesi Selatan, cenderung belum mendapatkan akses yang memadai untuk adopsi layanan digital.
Hal itu menjadi kerugian bagi para pelaku UMKM, terlebih di masa pandemi Covid-19. Sebab, banyak masyarakat yang beralih dari toko fisik ke e-commerce atau platform digital untuk memenuhi berbagai kebutuhan di tengah kebijakan pembatasan sosial.
Digitalisasi UMKM di daerah non sentral
Berdasarkan data dari situs web Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM), sejumlah daerah non sentral atau tier 2 dan 3 di Indonesia memiliki jumlah UMKM yang cukup besar.
Daerah tersebut di antaranya adalah Kabupaten Kupang sebanyak 44.639 UMKM, Kota Pekanbaru 105.445 UMKM, Kabupaten Malang 417.373 UMKM, dan Kota Surakarta 82.531 UMKM.
Melihat jumlah tersebut, upaya membangkitkan UMKM sepatutnya tidak terfokus pada kota-kota besar saja.
Pasalnya, kehadiran UMKM di wilayah tersebut dapat menjadi sarana untuk memeratakan tingkat perekonomian di Indonesia.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membangkitkan UMKM, terutama di wilayah non sentral, adalah peningkatan literasi digital.
Dengan literasi digital yang kuat, pelaku UMKM dapat memanfaatkan berbagai platform digital, seperti media sosial dan e-commerce, untuk memperluas dan mengembangkan pangsa pasar.
Pelaku UMKM juga dapat mengetahui tren terkini sehingga bisa menciptakan berbagai inovasi dan kreativitas yang sesuai dengan pangsa pasar.
Tidak hanya itu, literasi digital pun akan memudahkan pelaku UMKM untuk berkomunikasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan operasional usaha, mulai dari supplier, distributor, hingga konsumen.
Dukungan semua pihak
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk membangkitkan geliat UMKM, mulai dari pendampingan untuk transformasi digital hingga vaksinasi.
Bahkan, pemerintah menargetkan sebanyak 30 juta pelaku UMKM masuk dalam ekosistem digital pada 2024.
Upaya tersebut pun menuai hasil positif. Perekonomian di sejumlah daerah, termasuk wilayah non sentral, perlahan bangkit dari tekanan pandemi.
Nusa Tenggara Timur, misalnya, mencatatkan pertumbuhan kinerja perekonomian sebesar 4,22 persen secara year on year (yoy) pada triwulan II 2021. Angka ini naik cukup signifikan ketimbang triwulan II 2020 yang hanya mencapai 0,12 persen yoy.
Meski demikian, pemerintah memerlukan dukungan dari berbagai pihak untuk terus membangkitkan perekonomian dan geliat UMKM di berbagai daerah.
Merespons hal itu, Grab dan Elang Mahkota Teknologi (Emtek Group) bersinergi untuk mendorong inklusi digital bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya untuk UMKM yang berada di kota tier 2 dan 3. Kerja sama yang diumumkan pada Juli 2021 ini dilakukan untuk mengentaskan ketimpangan digitalisasi yang ada di Indonesia
Selain pendampingan literasi digital, Grab dan Emtek Group juga mendorong pelaku UMKM untuk memaksimalkan potensi digital. Dengan begitu, mereka dapat memperoleh manfaat dari kehadiran ekonomi digital.
Upaya tersebut diwujudkan dengan menggabungkan kekuatan aplikasi Grab dan portofolio bisnis Emtek Group di bidang media, all-commerce, dan produksi konten.
Melalui kolaborasi itu, dua perusahaan tersebut bertekad untuk menyediakan layanan yang lebih terjangkau bagi pelaku UMKM di wilayah tier 2 dan 3dengan menargetkan 4.500 UMKM.
Melalui program digitalisasi tersebut, Grab dan Emtek memfasilitasi pelaku UMKM dengan pelatihan yang dikurasi dan intensif, serta solusi teknologi yang dapat dikostumisasi. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas pelaku UMKM, khususnya yang berasal dari wilayah non sentral, dalam memanfaatkan platform digital.
Dengan demikian, inklusi digital dan pemerataan ekonomi di Indonesia diharapkan dapat terwujud.
“Kami harap kerjasama ini dapat memperkuat infrastruktur digital dan membangun ekonomi digital Indonesia yang menjangkau semua dan membuat kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia menjadi lebih baik melalui teknologi”, ujar Managing Director Emtek Group Sutanto Hartono, seperti dilansir dari Kompas.com, Senin (26/7/2021).