KOMPAS.com - Keberadaan teknologi digital bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, digitalisasi mampu mempermudah beragam aktivitas manusia.
Di sisi lainnya, teknologi digital juga mampu membawa dampak negatif jika tak diiringi dengan literasi digital yang baik.
Hal tersebut terlihat dari jumlah konten negatif dan dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat. Tak sedikit masyarakat memercayai isi konten negatif tanpa mencari kebenarannya. Alhasil, konten tersebut berpotensi memicu keresahan dan perpecahan.
Konsultan sumber daya manusia dan praktisi keuangan Eva Yayu mengatakan, jejak digital netizen Indonesia selama ini dikenal buruk.
Hal tersebut ia sampaikan dalam web seminar (webinar) #MakinCakapDigital dengan tema "Etika Dunia Internet: Jarimu, Harimaumu". Webinar ini diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital, Senin (11/10/2021).
Menurut Eva, ada beberapa faktor yang menguatkan pendapat tersebut. Salah satunya, banyak orang merasa jadi pahlawan saat mengetahui masalah orang lain.
“(Mereka) langsung memberikan pendapat atau aksi terkait hal tersebut. Lalu, merasa bahwa dirinya lebih baik saat menemukan kekurangan dan masalah pada diri orang lain," ujar Eva dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Senin (25/10/2021).
Eva menambahkan, saat ini, banyak netizen yang suka berperan menjadi hakim di dunia maya. Ketika ada seseorang yang dianggap melanggar norma tertentu, mereka merasa berhak untuk menghakimi.
Tak hanya itu, saat orang terdekat punya masalah, banyak orang cenderung ingin ikut campur karena merasa bahwa itu adalah masalah mereka juga.
“Agar masyarakat Indonesia menjadi netizen yang baik, bijaklah dalam menggunakan internet untuk meningkatkan kualitas diri. Selain itu, waspada, berpikir jernih, dan bertindak secara cerdas saat berada di dunia digital,” jelas Eva.
Pada webinar yang sama, aktivis kepemudaan lintas iman Novita Sari menekankan pentingnya etika netizen. Etika ini berisi kode perilaku baik yang seharusnya dimiliki masyarakat Indonesia saat mengakses internet.
Menurutnya, berperilaku baik di dunia digital bukan hanya kewajiban, melainkan tanggung jawab semua pihak.
Novita pun menjelaskan perbedaan antara etika dalam masyarakat dan etika dalam teknologi. Etika dalam masyarakat adalah sebuah kode perilaku sopan yang perlu untuk diperhatikan dan lakukan sebagai warga yang baik.
“Sementara, etika dalam teknologi merupakan sebuah kode perilaku yang perlu diperhatikan dan dilakukan saat berinteraksi dengan orang lain secara online," tuturnya.
Etika tersebut dapat mencegah miskomunikasi karena kurangnya ekspresi fisik saat berinteraksi secara virtual.
Novita membenarkan bahwa berkomunikasi secara online memang menjadi tantangan. Meski demikian, bukan berarti hal tersebut tidak dapat diatasi.
Saling menghormati, lanjut Novita, dapat membantu memahami satu sama lain, menambah pengalaman, dan membangun komunitas.
Proteksi perangkat digital
Selain soal etika, webinar tersebut juga menyoroti persoalan keamanan perangkat digital. Isu ini diangkat oleh anggota Kaizen Room Daniel J Mandagie.
Ia mengatakan, maraknya aktivitas digital yang dilakukan mengharuskan seseorang untuk peduli dan memproteksi perangkat digital yang dimiliki.
Sebab, aktivitas penting yang dilakukan di ranah digital, seperti bekerja, mencari hiburan, dan bertransaksi secara daring sudah mulai menjadi kebiasaan baru.
"Kebiasaan baru tersebut menimbulkan banyaknya kejahatan di dunia digital, yakni berupa upaya peretasan teknologi. Adapun media sosial (medsos) yang mengambil data pribadi terbanyak adalah aplikasi Instagram," jelas Daniel.
Oleh karena itu, Daniel meminta pengguna untuk selalu logout setelah masuk ke jejaring medsos atau akun pribadi, aktifkan pengaturan privasi di akun pribadi, buat susunan kata sandi yang rumit dan kuat, serta gunakan situs yang tepercaya. Hal ini dapat menjaga akun dan perangkat digital.
“Jangan membuka web yang tidak dikenal atau link aneh yang justru bisa membuat informasi atau data pribadi dicuri. Hapus history penelusuran internet agar orang lain tidak bisa mencari tahu apa yang dicari sebelumnya. Lalu, minimalisasi penggunaan free WiFi, apalagi saat melakukan transaksi online,” kata Daniel.
Dalam sesi key opinion leader (KOL), Ayonk menyampaikan kiat terhindar dari paparan berita bohong atau hoaks. Dua di antaranya adalah lebih tenang dan selalu mengecek kebenaran informasi di media sosial.
Marketing Consultant Daru Wibowo menambahkan, konten negatif juga bisa ditekan manakala kreator konten menyaring konten yang dibuat sebelum diunggah di medsos.
"Selain itu, jangan lupa ingatkan orang lain juga untuk tidak menampilkan konten yang tidak baik ataupun kegiatan negatif. Tujuannya, agar media digital semakin positif," ucap Daru.
Sebagai informasi, webinar "Etika Dunia Internet: Jarimu, Harimaumu" merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital yang diadakan di Kabupaten Serang, Banten.
Masyarakat yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital dapat mengikuti kegiatan webinar tersebut.
Kegiatan webinar itu diharapkan dapat mengundang banyak partisipan dan dukungan banyak pihak agar dapat terselenggara dengan baik. Pasalnya, program literasi yang digagas Kemenkominfo tersebut ditargetkan dapat menjaring 12,5 juta partisipan.
Bagi yang berminat mengikuti webinar pada program literasi digital, silakan ikuti akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.