Advertorial

Antisipasi Varian Baru, Pemerintah Perketat Syarat Masuk ke Indonesia

Kompas.com - 05/11/2021, 18:23 WIB

KOMPAS.com – Untuk mengantisipasi penyebaran varian baru virus corona yang ditemukan di sejumlah negara, pemerintah memperketat pemeriksaan kesehatan bagi pendatang yang berasal dari luar negeri.

Upaya tersebut dilakukan beriringan dengan vaksinasi dan penguatan protokol kesehatan (prokes) juga tetap digencarkan.

Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, kemunculan varian baru bisa melalui dua cara, yaitu dibawa pelaku perjalanan dan mutasi virus.

Hal tersebut ia utarakan dalam Dialog Produktif Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) yang digelar Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis (4/11/2021).

“Jadi, ada dua langkah antisipasi pemerintah untuk mencegah varian baru ini. Pertama, pengetatan pintu masuk dari luar negeri ke Indonesia,” kata Nadia dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (5/11/2021).

Langkah pengetatan tersebut terdiri dari mewajibkan pendatang untuk melakukan vaksinasi lengkap minimal 14 hari sebelum keberangkatan dan hasil negatif tes polymerase chain reaction (PCR) yang diambil maksimum 3x24 jam sebelum keberangkatan.

Terakhir, menjalankan karantina 3 hari dengan melakukan entry test pada hari pertama dan exit test pada hari ketiga.

“Pemerintah juga bisa membatasi negara yang hendak masuk ke Indonesia. Hanya negara level 1 dan 2 dengan tingkat positivity rate Covid-19 di bawah 5 persen (yang boleh masuk),” tutur Nadia.

Selanjutnya, di dalam negeri, pemerintah terus melakukan pemantauan sekaligus percepatan vaksinasi untuk menekan virus agar tidak berkembang lebih lanjut.

Saat ini, menurut Nadia, sudah hampir 200 juta dosis vaksin disuntikkan di Indonesia dengan cakupan sekitar 57 persen dari sasaran vaksinasi.

Walau sudah ada perlindungan, kondisi Indonesia sebenarnya belum aman dari ancaman varian baru. Ini lantaran cakupan vaksinasi belum mencapai 70 persen, khususnya pada kelompok rentan seperti kalangan lanjut usia (lansia).

Menyoroti hal tersebut, Nadia juga menyatakan bahwa kesadaran masyarakat dan literasi vaksinasi di Indonesia masih harus ditingkatkan.

Setelah Covid-19 berubah menjadi penyakit endemik, kepatuhan prokes dan cakupan vaksinasi sangat diperlukan agar masyarakat dapat hidup berdampingan dengan virus tersebut.

“Upaya pengendalian pandemi butuh kepatuhan, dukungan, dan kesadaran masyarakat. Kebijakan gas dan rem, yaitu membuka dan mengetatkan peraturan, diberlakukan di banyak negara dengan kearifan lokal masing-masing negara, tidak hanya di Indonesia,” papar Nadia.

Senada dengan Nadia, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengatakan, selain pengetatan pintu masuk, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah memperbanyak sequencing pada pelaku perjalanan, terutama yang berasal dari negara dengan tingkat infeksi berat.

Terkait herd immunity, ia mengatakan bahwa kekebalan kelompok di tiap wilayah Indonesia bervariasi. Walaupun vaksinasi dengan capaian terbaik berada di Pulau Jawa dan Bali, pemerintah tetap harus meningkatkan capaian vaksinasi hingga 70 persen pada akhir 2021.

Selain itu, kekebalan kelompok tidak hanya didapatkan melalui vaksinasi, tetapi juga infeksi secara natural.

“Kita tidak boleh fokus hanya pada herd immunity. Meski tingkat vaksinasi sudah baik, semua orang masih memungkinkan untuk terinfeksi,” tambahnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa proses mutasi pada virus sudah berlangsung cukup lama. Saat ini, hal yang harus diperhatikan adalah mencegah varian virus baru agar tidak tersebar antarnegara.

Mutasi, lanjutnya, merupakan proses adaptasi virus ketika masuk ke tubuh inang. Mutasi akan terus dilakukan sampai menuju kestabilan, melemah, dan bermutasi kembali.

“Jadi, yang paling harus diwaspadai adalah masuknya varian-varian pertama,” ujar Masdalina.

Misalnya, varian Delta yang memiliki tingkat penularan dan penyebaran lebih tinggi daripada varian lainnya. Pada varian ini, 1 kasus dapat menularkan pada 6-8 orang.

Ia melanjutkan, varian Delta sudah memiliki 75 variasi. Sementara, Indonesia sudah terdapat 23 variasi, tetapi sampai saat ini varian AY 4.2 belum ditemukan di Indonesia. Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan virus corona varian Delta bisa bermutasi di Indonesia.

Di banyak negara, kasus varian Delta turun sendiri atau disertai intervensi masing-masing negara setelah 8-14 minggu. Virus tersebut tidak hilang, tetapi melemah atau bermutasi lagi.

“Hal terpenting, virus tersebut tidak menyebabkan kematian atau kesakitan yang tinggi. Fungsi kita bersama untuk saling mengingatkan masyarakat akan protokol kesehatan, tidak bisa selalu mengharapkan petugas, baik di lapangan maupun di rumah sakit,” ujar Masdalina.

Contoh kebiasaan hidup baru di Inggris

Terkait kesadaran masyarakat dalam adaptasi kebiasaan baru berdampingan dengan Covid-19, sport caster di Inggris Aldi Bawazier meminta masyarakat mencontoh penduduk di Negeri Ratu Elisabeth itu.

Meski pemerintah Inggris hanya mengimbau dan tidak mewajibkan, kata Aldi, masyarakat setempat sadar melakukan upaya perlindungan kesehatan seperti vaksinasi, serta mengenakan masker saat berada di dalam ruangan, transportasi umum, dan di ruang publik.

Untuk memasuki arena event atau lokasi acara, masyarakat Inggris juga diharuskan melakukan skrining dengan aplikasi serupa PeduliLindungi. Masyarakat Inggris, lanjut Aldi, juga harus menunjukkan vaccinated certification sebagai bukti telah divaksin lengkap, misalnya sebagai syarat untuk membeli tiket pertandingan olahraga.

“Hal terpenting adalah masyarakat fully aware atau sadar penuh dan fully vaccinated,” ujar Aldi.

Warga Inggris yang bergabung dalam dialog tersebut, M A Kevin Brice mengatakan, hampir semua rakyat Inggris sudah divaksin. Sementara, lansia mulai mendapatkan vaksin booster.

“Saat ini, Inggris sudah mulai lebih bebas, tetapi pemerintah memberikan pesan untuk tetap waspada kepada masyarakat agar berpikir bahwa Covid-19 belum berakhir. Dengan adanya varian baru, mungkin harus ada langkah (pencegahan) yang lebih ketat,” tutur Kevin.

Kevin menjelaskan, pemerintah Inggris bisa menjalankan kebijakan pengetatan, seperti wajib masker dan kebijakan bekerja dari rumah, bila sewaktu-waktu terjadi lonjakan kasus yang dinilai berbahaya. Langkah apa pun dapat diambil pihak pemerintah bila situasi mendesak.

“Mudah-mudahan masyarakat di Indonesia dapat lebih sadar dan waspada. Sebab, tindakan yang kita lakukan ada pengaruhnya bagi orang lain. Jadi, langkah-langkah ini bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk orang lain,” papar Kevin.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com