Advertorial

Lawan Hoaks, Wujud Peran Serta Masyarakat Bantu Pemerintah Tangani Pandemi

Kompas.com - 05/11/2021, 19:36 WIB

KOMPAS.com – Meski situasi pandemi berangsur melandai, informasi hoaks seputar Covid-19 masih tersebar. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengidentifikasi 1.971 hoaks pada 5.065 unggahan media sosial sepanjang Januari hingga November 2021.

Lewat keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (5/11/2021), Juru Bicara (Jubir) Kemenkominfo Dedy Permadi mengatakan, pihaknya juga menemukan bahwa Facebook merupakan platform dengan sebaran hoaks terbanyak, yakni 4.368 hoaks.

“Kemenkominfo pun telah menutup aktivitas 4.936 unggahan hoaks dan tengah menindaklanjuti 129 unggahan berunsur hoaks lainnya,” katanya.

Dedy melanjutkan, hoaks soal vaksinasi Covid-19 menjadi hoaks yang paling banyak tersebar di media sosial. Jumlahnya mencapai 374 isu dengan pemberitaan bahwa vaksin Covid-19 berisikan antena 5G yang dapat mengendalikan manusia dan mengandung parasit hidup. 

Selain itu, ada pula isu soal Irlandia mengeluarkan efek samping vaksin corona. Isu-isu tersebut berembus kencang sepanjang Oktober-November 2021.

Tak berhenti sampai di situ, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga menjadi sasaran hoaks. Kemenkominfo mengidentifikasi 48 isu terkait hal tersebut dari 1.110 unggahan media sosial.

“Kemenkominfo telah memutus akses terhadap 964 unggahan dan 146 unggahan lainnya tengah ditindaklanjuti. Kami menyatakan semua temuan tersebut adalah informasi yang tidak benar dan menyesatkan,” tegas Dedy.

Pemerintah terus berupaya meminimalkan dan melawan penyebaran hoaks, terutama terkait pandemi Covid-19. Namun, agar upaya tersebut menuai hasil, peran serta masyarakat diperlukan.

Dedy memaparkan beberapa cara yang dapat dilakukan masyarakat untuk mengidentifikasi hoaks. Pertama, berhati-hati jika menemukan berita dengan judul provokatif dan clickbait.

“Jadi, harus dicurigai dulu dari judulnya (berita. Kemudian, baca terlebih dahulu isinya),” ujar Dedy.

Kedua, cermati alamat situs yang menjadi sumber pemberitaan. Berita-berita hoaks biasanya berasal dari situs web palsu. Karena itu, lebih baik baca berita dari situs yang kredibel.

Ketiga, masyarakat perlu mengecek sumber pernyataan. Pastikan informasi berasal dari perwakilan pemerintahan, lembaga kredibel, atau ahli terkait.

Keempat, sebaiknya ikuti akun media sosial dan kanal pemberitaan media yang kredibel untuk mendapatkan informasi tepercaya.

Kelima, periksa gambar dan video melalui mesin pencari sehingga dapat ditelusuri dari mana asalnya.

Apabila masyarakat menemukan informasi hoaks atau konten lain yang melanggar aturan, segera adukan melalui media sosial Kemenkominfo, situs www.aduankonten.id, atau e-mail aduankonten@mail.kominfo.go.id.

“Media sosial memang menjadi sarana penyebaran hoaks yang masif. Namun, platform ini juga menjadi sarana memerangi hoaks. Platform media sosial pada umumnya sudah menyediakan fitur Report atau Lapor untuk mengirimkan aduan,” ujar Dedy.

Ia menambahkan, saat ini, Kemenkominfo menggelar program Gerakan Nasional Literasi Digital. Program ini dapat menjadi wadah bagi masyarakat meningkatkan literasi digital, termasuk membentuk sikap waspada akan berbagai informasi hoaks.

Bersama 114 mitra terkait, Kemenkominfo akan meningkatkan kecakapan 12,4 juta masyarakat setiap tahun hingga 2024. Dengan begitu, lebih dari 50 juta masyarakat Indonesia diharapkan dapat terliterasi digital lewat Gerakan Nasional Literasi Digital.

“Ada empat pembahasan yang diberikan dalam Gerakan Nasional Literasi Digital, yaitu kecakapan digital, kultur digital, etika digital, dan keamanan digital. Kegiatan ini dapat diikuti tanpa biaya,” jelas Dedy.

Pemerintah dengan segala upayanya bekerja keras memulihkan kesehatan dan perekonomian negara. Sementara, masyarakat bisa ambil peran dengan melawan penyebaran hoaks.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com