Advertorial

Wujudkan Net Zero Emission pada 2060, Pemerintah Indonesia Terapkan Pajak Karbon

Kompas.com - 18/11/2021, 16:11 WIB

KOMPAS.com – Indonesia berkomitmen untuk terus menurunkan emisi gas Rumah Kaca dalam kontribusi pencapaian net zero emission (NZE) pada 2060. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah penerapan skema carbon tax atau pajak karbon.

Pajak karbon akan mulai diberlakukan di sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara pada 1 April 2022 sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Hal tersebut disampaikan secara langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR, Senin (15/11/2021).

“Mulai 1 April 2022, carbon tax akan diterapkan di sektor PLTU batu bara dengan skema batas emisi atau cap and tax. Tarif pajak karbon yang ditetapkan paling rendah adalah Rp 30 per kilogram (kg) karbon dioksida equivalent,” ujar Arifin dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Rabu (17/11/2021).

Arifin juga menjelaskan bahwa pelaksanaan peta jalan pajak karbon telah dimulai sejak 2021 dengan penyiapan pengembangan mekanisme perdagangan karbon.

Kemudian, pada periode 2022-2024 akan diberlakukan penerapan mekanisme pajak yang mengarah pada batas emisi untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada PLTU batu bara.

"Selanjutnya, pada 2025 dan seterusnya dilakukan implementasi perdagangan karbon secara penuh dan perluasan sektor pemajakan pajak karbon. Ini dilakukan sesuai kesiapan sektor terkait dengan memperhatikan kondisi ekonomi, kesiapan pelaku, dampak, dan atau skala yang perlu ditentukan,” jelas Arifin.

Arifin juga menjelaskan mengenai berbagai opsi Carbon Policy dalam upaya transisi energi. Opsi pertama adalah skema carbon tax yaitu seluruh emisi yang dihasilkan dikenakan pajak. Sedangkan yang kedua adalah cap and tax yaitu hanya emiter yang memproduksi emisi melebihi cap tertentu yang dikenakan pajak. Namun dua opsi ini menurut Arifin tidak akan diberlakukan dalam waktu 3 tahun kedepan.

“Kemudian yang ketiga opsi cap and trade yaitu emiter yang memproduksi emisi melebihi cap diharuskan membeli dari emiter yang memproduksi emisi dibawah cap. Sedangkan bagi emiter yang memproduksi emisi melebihi cap namun tidak bisa trading keseluruhan kelebihan emisi, maka sisa emisi dikenakan tax,” kata Arifin.

Opsi keempat menurut Arifin adalah Energy Transition Mechanism (ETM) yang saat ini sedang disusun. Opsi ketiga dan keempat tersebut disebut Arifin dapat diterapkan terbatas dan bertahap untuk PLTU tanpa ada kerugian apapun.

Arifin mengatakan bahwa total emisi sektor energi Indonesia pada 2020 telah mencapai 580 juta ton CO2e.

Pembangkit fosil mendominasi sebesar 279,3 juta ton CO2e, transportasi sebesar 132,9 juta ton CO2e, industri manufaktur sebesar 105,1 juta ton CO2e, pengolahan batu bara dan emisi fugitive 31,4 juta ton CO2e, sektor kilang minyak sebesar 8,6 juta ton CO2e, dan sektor komersial sebesar 29,4 juta ton CO2e.

“Kami berharap dengan implementasi strategi menuju NZE, kita dapat menekan emisi sektor energi menjadi tidak lebih dari 400 juta ton emisi pada 2060,” harapnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Zulkifli Zaini menyampaikan bahwa target NZE pada 2060 merupakan upaya bersama dalam membangun industri energi baru terbarukan (EBT).

Menurut Zulkifli, transisi EBT dibangun bukan hanya berdasarkan pada kebijakan semata, melainkan juga memerlukan inovasi dalam perkembangannya. Dengan begitu, pembangkit fosil bisa digantikan dengan pembangkit EBT baseload.

“PLN juga telah melakukan beberapa simulasi biaya pajak karbon. Pada uji coba ini, biaya pajak karbon yang mesti dibayar sebesar Rp 153 miliar. Pajak ini ditanggung oleh PLN dan sisanya oleh independent power producer (IPP),” kata Zulkifli.

Seperti diketahui, biaya tersebut didapatkan dari hasil perhitungan dengan menggunakan asumsi bahwa seluruh PLTU batubara akan dikenakan pajak karbon. Untuk saat ini penerapan cap and trade dan cap and tax belum diberlakukan seluruhnya pada PLTU batubara.

Tags: emisi gas buang karbon dioksida, net zero emission, Kementerian ESDM, pembangkit listrik tenaga uap, carbon tax, pajak karbon, energi baru terbarukan

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com