Advertorial

Wujudkan Pemerataan Pembangunan, Pemprov Kepri Bangun Megaproyek Jembatan Batam-Bintan

Kompas.com - 23/11/2021, 15:31 WIB

KOMPAS.com – Kepulauan Riau (Kepri) merupakan salah satu daerah terdepan di Indonesia. Secara geografis, Kepri berbatasan dengan tiga negara sekaligus, yakni Malaysia, Singapura, dan Vietnam.

Di sisi utara, Kepri berbatasan dengan Vietnam dan KambojaAdapun di bagian selatan, kepulauan ini berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi.

Di sebelah barat berbatasan dengan Singapura, Malaysia, dan Provinsi Riau. Sementara, di sisi timur berbatasan dengan Malaysia, Brunei Darussalam, dan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar).

Sebagai pintu masuk Selat Malaka, Kepri memiliki letak geografis yang strategis. Terlebih, kawasan ini juga berbatasan dengan pusat bisnis dan keuangan di Asia Pasifik di sisi timur.

Gubernur Provinsi Kepri Ansar Ahmad mengatakan, dengan moto “Berpancang Amanah Bersauh Marwah”, Kepri menjadi salah satu pusat pertumbuhan perekonomian nasional.

Hal itu selaras dengan visi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri, yakni terwujudnya Kepri yang makmur, berdaya saing, dan berbudaya.

“Dengan mempertahankan nilai-nilai budaya Melayu dan sumber daya manusia (SDM) yang berdaya saing, Pemprov Kepri berpotensi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Ansar dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Selasa (23/4/2021).

Mengulik sejarah Kepri

Untuk diketahui, Provinsi Kepri terbentuk berlandaskan Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2002. Adapun Ibu Kota Provinsi Kepri adalah Kota Tanjungpinang.

Usia Provinsi Kepri tergolong muda. Pada 2021, Kepri genap berusia 19 tahun. Meski begitu, nama Kepri tidak asing di telinga masyarakat Indonesia, bahkan internasional.

Berbagai prestasi pun ditorehkan provinsi tersebut. Tak heran, Kepri menjadi salah satu provinsi pemekaran baru di Indonesia yang diperhitungkan serta menjadi contoh bagi provinsi lain di Tanah Air.

Kepri memiliki 5 kabupaten dan 2 kota. Adapun kabupaten di Kepri di antaranya adalah Bintan, Karimun, Natuna, Lingga, dan Kepulauan Anambas. Sementara, kota di Kepri yakni Tanjungpinang dan Batam.

Setiap kabupaten dan kota tersebut dipersatukan oleh laut yang terhubung dengan transportasi air.

“Setiap kabupaten dan kota di Kepri memiliki potensi alam yang bisa dieksplorasi guna menumbuhkan perekonomian. Tujuannya, untuk kesejahteraan masyarakat,” terang Ansar.

Ansar menjelaskan, Kepri memiliki kawasan laut yang lebih luas dibandingkan daratan. Adapun 96 persen kawasan Kepri merupakan lautan dan hanya 4 persen daratan. Setiap kabupaten dan kota dipisahkan oleh laut.

Karenanya, lanjut Ansar, dibutuhkan dana serta tenaga yang tak sedikit untuk membangun Kepri.

“Tak dimungkiri, antara satu daerah dengan lainnya di Kepri masih terdapat kesenjangan di berbagai sisi. Hal paling mencolok adalah dalam pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, pendidikan, dan kehidupan sosialnya,” paparnya.

Atas hal tersebut, Ansar kerap mendapatkan keluhan dari masyarakat. Pasalnya, sejak 19 tahun terbentuk sebagai provinsi, masyarakat belum merasakan dampak pembangunan yang signifikan.

Masyarakat menilai, pembangunan di Kepri hanya berfokus di Kota Batam sehingga lebih maju dan berkembang dibandingkan daerah lain. Sementara, daerah lain belum dikelola secara optimal.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, berbagai cara dilakukan Pemprov Kepri agar pembangunan semakin merata.

“Bagaimana pun juga, Batam berada di posisi paling strategis, baik dari potensi investasi maupun ekonomi dibandingkan daerah lainnya. Pasalnya, Batam berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia,” jelas Ansar.

-Dok. Humas Pemprov Kepri -

Karena itu, lanjut Ansar, tercetus gagasan agar pertumbuhan perekonomian tidak hanya berpusat di Kota Batam saja, tetapi juga merata ke kabupaten dan kota lain di Kepri. Salah satunya, gagasan untuk membangun jembatan yang menghubungkan Kota Batam dan Pulau Bintan.

“Jembatan tersebut diyakini bisa membuka keterisolasian masyarakat, mempercepat mobilisasi barang, orang, dan uang, serta mendongkrak perekonomian Kepri dengan cepat dan merata,” paparnya.

Tak kalah penting, imbuh Ansar, jembatan Batam-Bintan ke depannya akan menjadi solusi mempercepat pemerataan pembangunan dan perekonomian di Provinsi Kepri.

Hal itu sejalan dengan Rencana Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan. Dalam RUU tersebut dijelaskan bahwa masa depan Indonesia adalah laut.

Untuk itu, pembangunan tidak dapat mengandalkan daratan saja, tetapi juga memperhatikan kawasan kepulauan serta pulau-pulau terluar sebagai bagian dari Indonesia. Setiap daerah perlu diperhatikan dan mendapat peran yang sama.

Ansar menilai, sebagai negara maritim, kewibawaan bangsa di kancah internasional harus terus dijaga.

“Laut Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara lain. Sudah saatnya Indonesia membangun wilayah maritim dengan infrastruktur-infrastruktur yang ikonik sekaligus bermanfaat bagi masyarakat banyak. Salah satu jawabannya adalah Jembatan Batam-Bintan,” kata Ansar. 

Jembatan terpanjang di Indonesia

Untuk diketahui, jembatan yang menghubungkan Pulau Batam dan Bintan akan menjadi jembatan terpanjang di Indonesia.

Jembatan Batam-Bintan dibangun dengan panjang 14.763 kilometer (km) dengan nilai investasi Rp 13,66 triliun.

Jembatan tersebut diharapkan dapat memudahkan mobilitas kendaraan dari kedua wilayah. Selain itu, juga mendukung mobilitas orang, barang, dan uang guna meningkatkan percepatan pertumbuhan ekonomi di kedua wilayah.

Dengan demikian, dampak pembangunan tersebut dapat berlanjut ke wilayah-wilayah lain di Provinsi Kepri.

“Desain Jembatan Batam-Bintan dirancang Pemprov Kepri sejak 2005 yang kemudian diperbarui pada 2010. Jembatan ini dirancang untuk dilewati kendaraan dengan kecepatan hingga 80 km per jam,” jelas Ansar.

Ansar menambahkan, Jembatan Batam-Bintan juga dirancang dengan memiliki vertical clearance yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), yaitu Batam-Tanjung Sauh setinggi 27 meter dan Tanjung Sauh-Batam setinggi 40 meter.

Penetapan vertical clearance tersebut menyebabkan perubahan nilai investasi dari semula Rp 8,78 triliun menjadi Rp 13,66 triliun. Tujuannya, agar tidak mengganggu aktivitas lalu-lalang kapal-kapal besar.

Selain itu, Jembatan Batam-Bintan juga didesain dengan satu on atau off ramp yang berlokasi di Pulau Tanjung Sauh.

Lajur jembatan sendiri memiliki lebar 3,6 meter dengan bahu luar selebar 3 meter. Sementara, bahu dalam lebarnya 1,5 meter serta lebar median 4 meter.

Pembangunan konstruksi jembatan Batam-Bintan akan dilakukan pada 2022 dan direncanakan beroperasi pada 2025.

Sebagai informasi, pembangunan Jembatan Batam-Bintan menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) solicited (pemrakarsa pemerintah).

Adapun saat ini, status proyek jembatan tersebut sudah memasuki finalisasi business case (FBC) dan basic design (desain dasar).

Pembiayaan pembangunan infrastruktur dengan skema KPBU memiliki keunggulan dibandingkan skema Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Salah satunya, pihak swasta memiliki kepastian pengembalian investasi ditambah keuntungan. Dari sisi pemerintah, banyak pihak yang melakukan pengawasan sehingga proyek menjadi lebih tertib administrasi dan teknis.

Untuk itu, Pemprov Kepri optimistis Jembatan Batam-Bintan merupakan solusi tepat dalam upaya mempercepat pemerataan pembangunan dan perekonomian di Provinsi Kepri.

Ansar mengatakan, kehadiran jembatan tersebut dapat mempercepat laju lalu lintas dan mendukung mobilitas yang efisien.

“Hal tersebut akan berdampak pula pada cepatnya alur barang dan uang. Muaranya adalah pemerataan perekonomian serta kesejahteraan yang adil dan pendidikan yang setara,” ungkap Ansar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com