Advertorial

Ajak Lestarikan budaya, Amantara Gelar Webinar “Preserving Culture and Heritage Through Retail”

Kompas.com - 26/11/2021, 09:00 WIB

KOMPAS.com – Salah satu bagian dari Agung Sedayu Group, Amantara, kembali mengadakan webinar dengan judul “Preserving Culture and Heritage Through Retail”, Jumat (19/11/2021). Webinar ini mengangkat latar belakang warisan budaya sebagai topik utama.

Sejumlah narasumber dihadirkan pada webinar tersebut, antara lain CEO Hotels and Malls Divisi 2 Agung Sedayu Group Natalia Kusuomo, principal dari A+A Architecture Interior Anggraito Suhartono, dan perwakilan Tugu Group Annette Anhar.

Dipandu oleh Keenan Pearce, ketiga narasumber tersebut menceritakan cara melestarikan warisan budaya Indonesia dan mengimplementasikannya pada desain retail, mulai dari arsitektur, interior, hingga kuliner.

Natalia mengatakan, sebagai perusahaan retail, mempertahankan budaya Indonesia merupakan hal yang penting.

“Peran retail tidak hanya sebagai housing dan membangun lanskap Jakarta saja, tetapi juga harus bisa mempreservasi budaya kita. Salah satu yang sudah dilakukan (Amantara) adalah melalui Pantjoran Pantai Indah Kapuk (PIK) dan Batavia PIK,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (24/11/2021).

Sebagai informasi, Amantara sedang mengembangkan kawasan Batavia PIK. Bagian dari Agung Sedayu Group ini menggandeng Legacy Entertainment sebagai konsultan perencanaan kawasan.

Lebih lanjut, Natalia mengungkapkan bahwa Agung Sedayu Group-Amantara memiliki peran dalam mempresentasikan warisan budaya.

“Kami tidak hanya ingin memiliki image sebagai builder, tetapi juga bisa bergerak maju sebagai perusahaan yang berperan dalam pelestarian budaya Indonesia serta menjadi platform untuk memberikan pengalaman kepada para konsumen secara 5 senses,” katanya.

Menurutnya, sejarah merupakan elemen berkelanjutan yang perlu dijaga. Amantara sendiri memiliki misi sustainability dan membantu pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Selain itu, Amantara turut memberi arti kepada setiap tempat yang dikembangkan dengan cara mengombinasikan warisan budaya Indonesia.

Hal tersebut dibenarkan oleh Anggraito. Menurutnya, dari kacamata arsitektur, pengembang suatu tempat harus dapat mengadopsi budaya dalam desain. Salah satunya adalah menciptakan ruang sensorik. Selain itu, pengembang harus berevolusi sesuai dengan perkembangan sosial dan kultur dari konsumen, terutama generasi muda.

“Sebab, (kami) tidak bisa mengadopsi mentah-mentah apa yang sudah ada di masa lalu tanpa adaptasi dengan kondisi masyarakat,” kata Anggraito.

Pada kesempatan sama, Annette juga berbagi pengalaman dan tantangan dalam usaha mengimplementasikan nilai-nilai Indonesia pada Tugu yang merupakan dari akurasi arsitektur.

“Saya belajar dari ayah saya tentang bagaimana membangun Tugu Group sebagai retailer yang fokus pada visi dan misi dalam menunjukkan Indonesia pada masa lalu dengan tetap mempertahankan bangunan aslinya secara interior dan eksterior,” ujarnya.

Pelestarian warisan budaya Indonesia, lanjutnya, membutuhkan banyak orang yang mengerti dan mendalami budaya. Sebab, budaya Indonesia memiliki komplesitas.

 Hal tersebut dikarenakan budaya Indonesia memiliki banyak elemen. Oleh karena itu, pelestarian budaya membutuhkan konsistensi.

“Salah satu hal yang dilakukan Tugu adalah bekerja sama dengan semua orang yang ingin mendalami budaya, dimulai dari hobi memasak hingga menari,” kata Annette.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau