KOMPAS.com – Kehadiran internet membuat masyarakat dari berbagai kalangan dapat mengakses dan menyebarkan informasi dengan mudah. Hanya dalam hitungan detik, informasi apa pun dapat tersebar dan diakses oleh jutaan pengguna internet.
Karena kemudahan itu, berita palsu atau hoaks juga turut tersebar. Akibatnya, keresahan dan kegaduhan terjadi di tengah masyarakat. Bukan itu saja, pihak yang disudutkan di hoaks tersebut pun rentan terkena intimidasi.
Pada webinar bertajuk “Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks)”, Selasa (9/11/2021), praktisi pendidikan dan training Mathelda Christy menjelaskan bahwa hoaks adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya.
Christy melanjutkan, berita hoaks bertujuan untuk membuat pembaca dan korban merasa tidak aman dan nyaman, serta kebingungan. Dalam posisi kebingungan, korban dan pembaca akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan salah.
Pada kesempatan sama, key opinion leader (KOL) Putri Juniawan mengatakan bahwa awal mula hoaks muncul dimulai sejak media sosial mulai digunakan oleh masyarakat. Saat itu, banyak pengguna media sosial merupakan akun anomin. Bahkan, ada pengguna memalsukan identitas.
“Oleh karena itu, banyak sekali orang yang berkontribusi (berbohong) di situ,” paparnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (26/11/2021).
Selain keresahan, hoaks yang disebarkan oleh sejumlah oknum bisa saja memiliki maksud dan tujuan lain, seperti penipuan berbasis digital. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan link phishing kepada calon korbansehingga oknum dapat meretas informasi data pribadi ataupun rekening bank melalui perangkat pintar.
“Untuk itu, pastikan keamanan perangkat digital yang dimiliki. Selain membantu memudahkan pekerjaan dan mencari hiburan, transaksi secara daring juga mulai menjadi kebiasaan baru. Kebiasaan ini menimbulkan beragam modus kejahatan (siber). (Perangkat digital pun) menjadi incaran upaya peretasan,” papar Christy.
Adapun untuk menghindari hal tersebut, pengguna internet harus rutin melakukan check dan recheck link yang dikirimkan.
“Jika tidak menggunakan tanda gembok, bukan (diawali) https, dan menggunakan URL yang aneh, kemungkinan itu adalah hoaks, link palsu, atau phishing,” jelasnya.
Putri kembali menjelaskan, ketika menerima informasi atau berita baru, pengguna juga harus melihat terlebih dahulu persamaan antara judul dan isi konten.
“Jangan asal langsung ikut menyebarkan hanya karena menurut kamu bagus tanpa mengetahui kebenarannya,” kata Putri.
Apalagi, hoaks akan selalu ada di era digital. Ini lantaran manusia punya sifat kepo dan selalu ingin tahu.
“Kunci menghindari hoaks adalah selalu konsisten menahan diri, belajar, dan selalu memberikan edukasi kepada diri sendiri serta orang lain secara terus-menerus,” tutur konsultan sumber daya manusia (SDM), praktisi keuangan, sekaligus anggota Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Eva Yayu Rahayu pada kesempatan yang sama.
Christy kembali menjelaskan, selain menghindari hoaks, ia juga mengingatkan bahwa saat membuat konten yang menghibur, pengguna tetap harus menentukan batasan. Misalnya, tidak ada unsur-unsur yang merugikan orang lain dan perundungan.
Bila hal tersebut bisa diterapkan oleh seluruh pengguna internet, dunia maya pun akan semakin aman dan baik-baik saja.
Sebagai informasi, webinar “Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks)” merupakan bagian dari rangkaian kegiatan #MakinCakapDigital yang digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital di Kota Jakarta Selatan.
Kegiatan tersebut diselenggarakan hingga akhir 2021. Setiap webinar terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital. Peserta yang mengikutinya juga akan mendapatkan e-certificate.
Melalui program itu, masyarakat Indonesia diharapkan bisa memanfaatkan teknologi digital dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
Penyelenggara mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak yang terlibat sehingga dapat mencapai target 12,5 juta partisipan.
Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa mengikuti akun Instagram @siberkreasi dan @siberkreasi.dkibanten.