KOMPAS.com - Generasi muda atau milenial kerap menjadi sasaran paham radikalisme yang terkadang berujung pada tindak terorisme.
Hal itu disebabkan sejumlah hal. Salah satunya, persebaran disinformasi yang masif di dunia digital.
Selain itu, kecenderungan konten singkat yang semakin digemari, khususnya ceramah keagamaan yang tidak utuh, turut menyebabkan penerima informasi tidak dapat memahami sebuah isu secara menyeluruh.
Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar bertajuk “Berantas Radikalisme Melalui Literasi Digital”, Senin (8/11/2021).
Webinar yang digelar di Jakarta Barat tersebut diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Narasumber yang menjadi pemateri webinar tersebut adalah Deputi Direktur PT Interns Endika Wijaya, penelti Institut Humor Indonesia Kini Mikhail Gorbachev Dom, motivator keuangan dan kejiwaan kekeluargaan Alviko Ibnugroho, perwakilan Kaizen Room Erista Septianingsih, dan key opinion leader sekaligus Putra Dirgantara Indonesia 2018 Kevin Benedict.
Dalam pemaparannya, Endika Wijaya menyampaikan beberapa cara penanggulangan radikalisme di Indonesia, khususnya di ranah digital.
Pertama, content creator tidak boleh membuat konten yang berpotensi menipu orang lain.
Kedua, jangan membingkai sebuah isu atau seseorang secara menyesatkan. Pembuat konten harus memastikan untuk selalu menggunakan sumber asli dalam pembuatan konten atau ketika membagikan informasi.
Ketiga, pahami bahwa judul, visual, serta keterangan yang tidak mendukung konten merupakan sebuah konten yang bersifat menipu. Saat ini, banyak informasi atau gambar yang dimanipulasi pihak-pihak tertentu untuk menggiring opini masyarakat.
“Oleh karena itu, penting untuk memiliki bekal literasi digital agar terhindar dari radikalisme. Selain itu, kita juga bisa berkontribusi dengan menyebarkan konten bermuatan positif di dunia maya,” ujar Endika dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (26/11/2021).
Sementara itu, Kevin menyampaikan bahwa saat ini, informasi bisa didapat secara mudah oleh siapa pun melalui internet. Hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan, terlebih bagi dirinya yang sedang menjalani aktivitas kuliah.
“Terkait isu radikalisme, saya menyarankan agar masyarakat selalu waspada dari mana asal informasi, termasuk dengan lingkungan sendiri,” ujar Kevin.
Dalam sesi tanya jawab, peserta webinar bernama Bima Saputra mengatakan bahwa saat ini, terdapat banyak konten bermuatan radikalisme di media digital.
Menurutnya, pelaku media, baik televisi, radio, maupun media sosial perlu berperan aktif mengedukasi dan meningkatkan literasi masyarakat, khususnya anak muda, untuk mengingatkan bahaya radikalisme.
“Mengapa media masih kurang aktif dalam mengedukasi dan meliterasi masyarakat akan bahaya radikalisme?” tanya Bima.
Endika menjawab, setiap penyedia layanan media memiliki tanggung jawab sosial untuk membantu pemerintah mencegah penyebaran radikalisme.
“Pemerintah memberi pengawasan pada lembaga. Sementara, kita bisa melakukan pencegahan dengan memperbanyak literasi. Benteng terakhir pertahanan terhadap radikalisme adalah diri kita sendiri,” tutur Bima.
Sebagai informasi, webinar tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital yang diselenggarakan Kemenkominfo di Jakarta Barat.
Kegiatan seri webinar #MakinCakapDigital terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Kemenkominfo mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga webinar tersebut dapat berjalan dengan baik.
Terlebih, seri webinar #MakinCakapDigital menargetkan 12,5 juta jumlah partisipan. Oleh karena itu, Kemenkominfo membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua pihak untuk berpartisipasi pada webinar selanjutnya. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.