KOMPAS.com – Tak dapat disangkal, keberadaan teknologi digital telah jadi bagian penting bagi kehidupan manusia.
Bahkan, teknologi digital berperan besar terhadap segala kemudahan yang didapat saat ini, termasuk dalam hal mencari informasi.
Sayangnya, segala kemudahan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan maksimal karena tak diiringi dengan literasi digital yang baik.
Inilah yang menjadi salah satu penyebab utama mengapa masih banyak masyarakat yang rentan terhadap berita bohong atau hoaks.
Chief Executive Officer (CEO) Asistenprofesi.id Aam Abdul Nasir mengatakan, dalam berselancar di ruang digital, diperlukan kecakapan digital agar seseorang tidak mudah terpapar berita negatif.
Hal tersebut ia sampaikan dalam web seminar (webinar) #MakinCakapDigital dengan tema “Cara Berinteraksi dan Berkolaborasi di Ruang Digital Sesuai Etika", Senin (1/11/2021).
Untuk diketahui, kecakapan digital adalah kemampuan seseorang untuk memahami, mengarahkan, serta memanfaatkan teknologi digital dengan literasi data dan informasi.
Selain itu, menurut Aam, setiap orang juga harus memahami apa itu kemampuan digital.
“Kemampuan digital adalah bagaimana kita memahami teknologi internet sebagai sebuah sistem komunikasi global yang menghubungkan jaringan komputer diseluruh dunia,” ujar Aam dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (16/11/2021).
Aam menambahkan, dengan kemampuan digital, seseorang dapat mengarahkan teknologi internet dengan literasi data dan informasi kearah yang positif, kreatif, dan produktif.
“Kita juga bisa memanfaatkan literasi data dan informasi tersebut untuk kepentingan diri, keluarga serta masyarakat, khususnya di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan,” jelas Aam.
Sementara itu, dosen Universitas Azzahra Jakarta Dr Arfian Msi mengatakan, siapa pun yang berada di ruang digital harus bisa menjunjung tinggi dan menghormati nilai kemanusiaan, kebebasan berekspresi, perbedaan dan keragaman, keterbukaan dan kejujuran, hak individu atau lembaga, hasil karya pihak lain, norma masyarakat, serta tanggung jawab.
"Kita harus bisa menghargai setiap orang yang ada di dunia siber. Jadi, unggah hal yang baik karena itu mencerminkan kepribadian diri, tidak mengunduh konten bajakan di internet, tidak boleh plagiat, hargai privasi diri dan orang lain, serta berpikir kritis," kata Arfian.
Pengaruh kelompok dominan
Selain kecakapan digital, webinar tersebut juga membahas tentang adanya kelompok yang berusaha memengaruhi pola pikir masyarakat. Hal tersebut dijelaskan oleh founder Klipaa.com AA Subandoyo.
Menurutnya, saat ini, terdapat banyak oknum dalam dunia internet yang berpotensi untuk membuahi pikiran seseorang, mereproduksi gagasan, pikiran dan kepentingan, serta cita-cita.
"Jutaan akun, miliaran konten, jutaan aplikasi, jutaan interaksi, jutaan kehendak, dan jutaan nilai budaya berkompetisi untuk muncul di layar kecil bernama smartphone. Ada yang disebut hegemoni budaya di ruang digital, yakni kelompok yang berhasil memengaruhi kelompok lain untuk menerima nila-nilai moral, politik, dan budaya dari kelompok berkuasa," jelas Subandoyo.
Hegemoni, tambah Subandoyo, terjadi ketika masyarakat bersepakat dengan ideologi, gaya hidup, dan cara berpikir kelompok dominan sehingga mereka tidak merasa ditindas oleh kelas yang berkuasa.
Subandoyo pun menjelaskan cara yang bisa dilakukan agar menjadi masyarakat yang cerdas dan bisa berpartisipasi dengan bijak dalam transformasi digital berdasarkan nilai Pancasila. Menurutnya, hal tersebut cukup dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
"Jawabannya adalah kerjakan. Kita menjadi kaya setelah kita mempraktikkan. Kesadaran kita itu bagus, tetapi sering kali lemah di eksekusinya. Kita cari sasarannya apa, misalnya budaya. Kuncinya ada di eksekusi, kita tidak akan menjadi fasih kalau kita tidak kerjakan. Bayangkan kalau kita eksekusi beberapa tindakan, berapa banyak hal yang bisa kita pelajari," ujar Subandoyo.
Di sisi lain, CEO Pena Enterprise Aidil Wicaksono mengatakan, saat ini kelompok yang memiliki pengaruh besar adalah generasi muda dan perempuan.
"Generasi muda cenderung berani berinovasi dan tertarik untuk mencoba hal-hal baru. Selain itu, mereka juga merupakan trendsetter. Kemudian, terkait segmen perempuan, ketika menghadapi masa sulit, keputusan konsumen perempuan akan lebih rasional," tuturnya.
Selain kelompok tersebut, lanjut Aidil, ada juga pihak berpengaruh seperti netizen. Menurutnya, netizen atau pengguna internet adalah penghubung dan kontributor konten di dunia digital, terutama dalam memberikan berbagai informasi.
Dalam sesi key opinion leader (KOL), Mujab MS mengatakan, salah satu dampak positif dari dunia digital adalah kemudahan berkomunikasi.
Bahkan, hal tersebut mampu membuat seseorang terkoneksi kembali dengan teman lama. Meski begitu, Mujab menyarankan untuk tetap bijak dalam menggunakan internet agar terhindar dari tindak penipuan.
“Di ruang digital memang bebas beropini, tetapi tetap ada batasan, norma, nilai, dan aturan hukum agar kita tetap bisa berekspresi tanpa membuat orang lain tersinggung atau membuat keributan," jelasnya.
Sebagai informasi, webinar “Cara Berinteraksi dan Berkolaborasi di Ruang Digital Sesuai Etika" merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) di Kabupaten Serang, Banten.
Kegiatan tersebut merupakan hasil kerja sama Kemenkominfo dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital untuk memperkuat literasi digital di masyarakat.
Masyarakat yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital dapat mengikuti kegiatan webinar tersebut.
Kegiatan webinar itu diharapkan dapat mengundang banyak partisipan dan dukungan banyak pihak agar dapat terselenggara dengan baik. Pasalnya, program literasi yang digagas Kemenkominfo tersebut ditargetkan dapat menjaring 12,5 juta partisipan.
Bagi yang berminat mengikuti webinar pada program literasi digital, silakan ikuti akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.