Advertorial

Cegah Stunting, Ini “4 Terlalu” yang Perlu Dihindari oleh Calon Ibu

Kompas.com - 30/11/2021, 10:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia berada di urutan ke-4 di dunia dan urutan ke-2 di Asia Tenggara dalam hal jumlah balita stunting.

Sebagai informasi, stunting adalah gangguan pertumbuhan pada anak yang disebabkan oleh kekurangan asupan gizi. Salah satu ciri anak stunting adalah tidak berkembangnya tinggi dan berat badan. 

Berdasarkan survei Status Gizi Balita yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2019, sebanyak 27,67 persen balita di Indonesia mengalami stunting. Angka tersebut terbilang mengkhawatikan.

Pasalnya, menurut standar rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk setiap negara, jumlah maksimum balita stunting adalah 20 persen. Bila jumlahnya berada di atas standar WHO, stunting di negara tersebut menjadi public health problem.

Dengan demikian, masyarakat Indonesia perlu meningkatkan kewaspadaan dan mencegah terjadinya stunting. Rumusan untuk mencegah stunting tersebut dipaparkan dalam sesi K Talk bertajuk “Cegah Stunting dengan Hindari 4 Terlalu” yang diselenggarakan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Jumat (26/11/2021).

Rumusan pertama 4 Terlalu untuk mencegah stunting adalah tidak melahirkan dalam usia terlalu muda atau terlalu tua. Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) dr Eni Agustina mengatakan, usia ideal ibu melahirkan ada pada rentang 21-35 tahun.

Dokter Eni menjelaskan, tulang panggul perempuan yang berusia di bawah 20 tahun belum siap untuk proses melahirkan. Selain itu, dr Eni mengatakan bahwa umumnya, pertumbuhan tulang pada perempuan akan berhenti pada usia 21 tahun.

“Bisa dibayangkan kalau belum 21 tahun dan sudah hamil, makanan yang masuk, khususnya kalsium, akan terbagi dua untuk ibu dan janin. Jadi, tidak maksimal,” ujarnya.

Dengan demikian, lanjut dr Eni, ibu tersebut berpotensi melahirkan bayi dengan berat dan tinggi lahir rendah. Selain itu, perkembangan tulang ibu juga otomatis akan berhenti.

Sementara itu, melahirkan di usia lebih dari 35 tahun juga akan memengaruhi kondisi kesehatan ibu dan bayi. Ibu rentan mengalami preeklamsia atau pecah ketuban dini.

Kondisi preeklamsia akan membuat bayi prematur. Seperti diketahui, kelahiran prematur menjadi salah satu risiko stunting pada anak.

Kemudia, dua “terlalu” lainnya yang termasuk rumusan 4 Terlalu dalam mencegah stunting adalah menghindari jarak melahirkan terlalu dekat dan terlalu banyak jumlah anak.

“Paling baik jarak anak adalah 5 kali masa kehamilan, yaitu kira-kira 4-5 tahun. Untuk itu, kami menyarankan selepas melahirkan sebaiknya menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang,” kata dr Eni.

Hal senada juga diungkapkan oleh dr Raissa Edwina Djuanda yang turut menjadi narasumber dalam acara yang diadakan Kompas.com dan BKKBN tersebut.

Menurutnya, banyak kasus seorang ibu masih menyusui anak tetapi sudah hamil lagi. Padahal, ibu tersebut memerlukan waktu untuk meregenerasi sel-sel di dalam tubuhnya, termasuk mengisi kembali gizi yang hilang saat melahirkan anak.

“Mikronutrien tersebut harus digantikan. Vitamin, mineral, zat besi, dan folat harus diisi kembali. Stunting bisa terjadi pada anak yang ibu hamil sebelum zat gizi mikro tersebut tergantikan,” ujar dr Raissa.

Pemenuhan nutrisi penting pada awal kehidupan anak

Selain rumusan 4 Terlalu, pemenuhan nutrisi penting yang dibutuhkan anak pada 1.000 hari pertama kehidupan juga menjadi hal yang harus dilakukan untuk mencegah stunting.

Dokter Raissa mengatakan bahwa keluarga memiliki peran penting untuk mencegah stunting. Ia menyarankan, jika ada seorang ibu hamil dalam satu keluarga, harus dibantu untuk memenuhi nutrisi yang baik.

Setelah lahir, lanjutnya, ibu juga harus memberikan ASI eksklusif minimla selama 6 bulan dan maksimal 2 tahun. Selanjutnya, berikan makanan pendamping ASI (MPASI) setelah bayi berusia 6 bulan.

“Jangan menunggu anak menangis dan lapar untuk memberikan MPASI, tetapi harus sesuai dengan jadwal. Berikan juga makanan dengan gizi seimbang yang lengkap dan variatif,” ujar dr Raissa.

Ia juga mengingatkan bagi para calon ibu untuk screening status gizi terlebih dahulu sebelum merencanakan kehamilan. Jangan sampai ibu baru mengetahui status gizinya bermasalah setelah hamil atau melahirkan. Anak yang dilahirkan akan berisiko stunting.

Sebagai informasi, BKKBN memiliki sejumlah program untuk mengentaskan stunting di Indonesia, seperti aplikasi “Siap Nikah” sebagai cara untuk melihat kesiapan seseorang menikah dan melahirkan serta bekerja sama dengan Kementerian Agama melakukan pendampingan kepada calon pengantin dalam mengetahui kesiapan kehamilan.

Di sisi lain, BKBN juga bermitra kepada 1.000 mitra untuk 1.000 hari pertama kehidupan. Mitra tersebut dapat memilih ingin mengintervensi pada remaja, ibu hamil, atau balita.

BKKBN juga membangun dapur sehat antistunting yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dapur tersebut akan memberikan bantuan nutrisi kepada ibu hamil dan balita yang mengalami stunting.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com