Advertorial

Kemenlu dan Kementerian ESDM Dorong Investasi di Sektor EBT

Kompas.com - 30/11/2021, 19:30 WIB

KOMPAS.com – Dalam upaya peningkatan dan percepatan pembangunan rendah karbon, pemerintah perlu berkolaborasi dengan organisasi internasional, lembaga keuangan regional dan global, dunia usaha dan korporasi, serta filantropis. Adapun kolaborasi tersebut dilakukan untuk menyediakan dukungan finansial.

Hal itu disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif pada acara webinar bertajukStrengthening International Cooperation to Enhance Business Opportunities and Investment in Indonesia's Renewable Energy Development,” Senin (29/11/2021).

Webinar tersebut digelar oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM).

Arifin menjelaskan, dukungan finansial merupakan unsur penting dalam pembangunan rendah karbon dan akan berdampingan dengan kerangka peraturan yang telah disusun pemerintah.

“Peraturan tersebut di antaranya adalah Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL 2021 - 2030), Roadmap Toward Net Zero Emission 2060, serta peraturan terkait carbon economy,” ujar Arifin dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (30/11/2021).

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal (Dirjen) Kerja Sama Multilateral Kemenlu Febrian A Ruddyard mengatakan bahwa Indonesia memerlukan investasi sebesar 70 miliar dollar Amerika Serikat (AS).

Investasi tersebut diperlukan untuk mencapai target 23 persen energi terbarukan pada 2025 sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2014 dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2017.

“Tanpa investasi yang memadai, tentunya akan mustahil mencapai target tersebut,” terang Febrian.

Sementara itu, Dirjen International Renewable Energy Agency (IRENA) Francesco La Camera mengatakan, pihaknya sepakat bahwa kerja sama internasional diperlukan untuk mencapai target energi transisi, termasuk di Indonesia.

“Karenanya, IRENA siap bekerja sama dengan Indonesia dalam upaya tersebut,” kata Francesco.

Dalam webinar tersebut, Kemenlu menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai bidang, yaitu Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan (EBT) Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya dan Head of Energy and Materials Platform sekaligus Member of the Executive Committee of the World Economy ForumRoberto Bocca.

Kemudian, Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) sekaligus Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma, serta Pendiri Society of Renewable Energy(SRE) Zagy Berlian.

Pada webinar tersebut, pada narasumber menyoroti penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi di Indonesia. Sebagai informasi, saat ini 92 persen kebutuhan energi di Indonesia masih disuplai dari bahan bakar fosil.

Sementara, sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dapat dimaklumi bahwa Indonesia memiliki pertumbuhan permintaan energi yang sangat besar.

Dewan Energi Nasional memproyeksikan bahwa permintaan energi akan tumbuh dengan laju 4,3-5 persen sampai 2050. Dengan tren saat ini, permintaan energi akan berlipat ganda pada tahun 2030.

Merespons hal itu, Pejabat Fungsional Diplomat Djatu Riyanda Primadini menyepakati bahwa diperlukan upaya berkesinambungan untuk mengangkat dan menunjukkan potensi-potensi Indonesia di bidang energi terbarukan.

Dengan begitu, Indonesia dapat menarik lebih banyak investor untuk mendorong laju transisi energi nasional.

Sementara itu, Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Kemenlu Yayan GH Mulyana menggarisbawahi bahwa pemerintah Indonesia memberikan dukungan penuh dalam pengembangan sektor EBT.

Pihaknya juga menekankan pentingnya upaya penggalangan keterlibatan dan penguatan komitmen kerja sama internasional, termasuk dengan calon investor serta masyarakat internasional menuju optimalisasi pemanfaatan sektor energi terbarukan Indonesia.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau