Advertorial

Sektor Jasa Keuangan Stabil dan Membaik, OJK Siapkan 7 Fokus Kebijakan pada 2022

Kompas.com - 09/12/2021, 21:20 WIB

KOMPAS.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sektor jasa keuangan hingga Desember 2021 berada dalam kondisi stabil dengan kinerja yang membaik. Hal ini seiring dengan kerja pengawasan yang solid dan kondisi perekonomian yang meningkat.

Demi menjaga momentum pemulihan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan, OJK juga telah menyiapkan tujuh fokus kebijakan utama pada 2022.

Dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta pada Kamis (9/12/2021), Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, rencana kebijakan tersebut sejalan dengan upaya OJK untuk terus berperan aktif dalam mewujudkan perekonomian nasional yang tumbuh kuat.

“Upaya itu juga diharapkan mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyat Indonesia,” ujar Wimboh dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Kamis.

Sebagai informasi, sektor pasar modal Indonesia berada dalam kondisi yang stabil dan terkendali seiring dengan peningkatan jumlah investor retail di pasar modal.

Hal tersebut tecermin dari berbagai indikator. Pertama, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat pada level 6.602,57 atau tumbuh 10,45 persen secara year to date (ytd) sampai Rabu (8/12/2021).

Kinerja tersebut dinilai jauh lebih baik dibandingkan kondisi IHSG pada 24 Maret 2020. Kala itu, IHSG berada mencapai titik terendah pada level 3.937,63 seiring kasus positif Covid-19 yang terpantau meningkat.

Kedua, penghimpunan dana melalui pasar modal hingga Selasa (7/12/2021) mencapai Rp 335,8 triliun dari 180 penawaran umum. Capaian ini jauh melampaui perolehan sepanjang 2020 yang hanya mencapai Rp 118,7 triliun.

Selain itu, terdapat 11 penawaran umum senilai Rp 13,99 triliun yang masih berada di pipeline.

Ketiga, pasar modal domestik mencatatkan lonjakan pertumbuhan investor yang didominasi oleh investor milenial.

Hingga November 2021, jumlah investor pasar modal mencapai 7,2 juta investor. Angka ini tumbuh sebesar 101,72 persen secara year on year (yoy). Untuk diketahui, sebanyak 99 persen dari jumlah tersebut merupakan investor ritel.

“Selain pasar modal, sektor perbankan juga menunjukkan kondisi stabil dan terkendali. Hal ini terlihat dari tingkat permodalan dan likuiditas yang memadai dengan tingkat risiko yang terjaga baik,” ujar Wimboh.

Hingga Oktober 2021, rasio kecukupan modal minimum atau capital adequacy ratio (CAR) berada pada level 25,34 persen dan dipertahankan pada level di atas 20 persen selama periode pandemi. Dengan demikian, perbankan Indonesia memiliki kemampuan yang baik untuk menyerap setiap potensi risiko (risk taking capacity).

Di tengah penanganan pandemi, fungsi intermediasi juga menunjukkan peningkatan. Hingga Oktober 2021, tercatat pertumbuhan kredit perbankan mencapai angka 3,24 persen secara yoy dan 3,21 persen secara ytd. Bahkan, pada Rabu (1/12/2021), kredit perbankan tumbuh sebesar 3,98 persen secara ytd.

Dari sisi segmen debitur, kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mulai tumbuh positif sebesar 3,04 persen secara yoy atau 3,35 persen secara ytd.

Sejalan dengan hal tersebut, kredit korporasi juga tumbuh positif sebesar 1,87 persen secara yoy dan 2,40 persen secara ytd.

Sementara itu, pertumbuhan kredit turut didukung penyaluran kredit bank persero sebesar 6,84 persen secara yoy dan 5,31 secara ytd. Kemudian, penyaluran kredit bank pembangunan daerah (BPD) mencapai 5,99 persen secara yoy dan 4,04 persen secara ytd.

Adapun kinerja 200 debitur besar telah tumbuh positif seiring dengan tren kenaikan kredit nasional. Pertumbuhan kredit pada 200 grup debitur terpantau mix dengan nett pertumbuhan kredit mencapai Rp 64,58 triliun atau tumbuh sebesar 5,7 persen secara ytd pada Oktober 2021.

Di sisi lain, sejalan dengan pemulihan ekonomi, total kredit restrukturisasi Covid-19 telah menurun menjadi Rp 714 triliun hingga Oktober 2021. Angka ini mencakup 4,4 juta debitur. Sementara itu, total kredit restrukturisasi pada perusahaan pembiayaan mencapai Rp 216,22 triliun pada 5,19 juta kontrak.

Dari sisi risiko kredit, rasio non-performing loan (NPL) gross menyentuh 3,22 persen hingga 21 Oktober 2021. Artinya, NPL nasional tetap terjaga di bawah ambang batas, yakni sebesar 5 persen. Angka tersebut juga sama dengan NPL gross per September 2021 yang sebesar 3,22 persen.

“Perbaikan signifikan tersebut juga tercatat pada Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), misalnya industri asuransi,” kata Wimboh.

Premi asuransi umum dan reasuransi tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 7,9 persen secara yoy, meskipun premi asuransi jiwa masih terkontraksi tipis sebesar -0,2 persen yoy.

Pada sisi permodalan industri asuransi, repayment capacity (RBC) per jenis perusahaan tetap terjaga pada angka di atas threshold atau sebesar 605,89 persen untuk asuransi jiwa serta 352,02 persen untuk asuransi umum dan reasuransi.

Dengan demikian, OJK menyimpulkan bahwa tingkat inklusi keuangan nasional berada pada level 76,19 persen. Angka ini meningkat jika dibandingkan 2016 yang mencapai 67,8 persen. Angka tersebut juga berada di atas target 2019, yaitu sebesar 75 persen.

Sementara, untuk tingkat literasi keuangan nasional berada pada level 38,03 persen. Angka ini meningkat jika dibandingkan 2017 yang hanya mencapai 29,7 persen. Angka tersebut juga berada di atas target 2019, yaitu 35 persen.

“Sejak implementasi Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen, data layanan meningkat pesat. Hingga 30 November 2021, aplikasi tersebut sudah menerima 600.794 layanan,” kata Wimboh.

Fokus kebijakan 2022

Demi menjaga stabilitas sektor jasa keuangan, meningkatkan perlindungan konsumen, serta mendorong perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat, OJK menyiapkan sejumlah kebijakan pada 2022.

Pertama, mengantisipasi dampak normalisasi kebijakan di negara maju dan penyebaran varian baru Covid-19. Hal ini dilakukan dengan pemantauan pre-emptive dan memperkuat asesmen terhadap sektor jasa keuangan (SJK) secara berkala.

OJK menyiapkan tujuh fokus kebijakan utama pada 2022 demi menjaga stabilitas sektor jasa keuangan. Dok. OJK OJK menyiapkan tujuh fokus kebijakan utama pada 2022 demi menjaga stabilitas sektor jasa keuangan.

Kemudian, melakukan kajian pertumbuhan ekonomi secara periodik serta memperkuat sinergi kebijakan dan kolaborasi dalam lingkup Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Kedua, mengimplementasikan Roadmap Sustainable Finance Fase Kedua 2021-2025. OJK terus mengoptimalkan peluang pengembangan sumber pertumbuhan ekonomi baru dan langkah mitigasi climate-related financial risk di sektor jasa keuangan untuk memperkuat resiliensi ekonomi dalam kerangka sustainable finance.

Ketiga, mempercepat transformasi ekonomi digital dan pengawasan SJK secara terintegrasi berbasis teknologi, termasuk memberikan ruang bagi lembaga keuangan mikro (LKM) dan badan perkreditan rakyat (BPR) atau badan perkreditan rakyat (BPRS) untuk masuk ke dalam ekosistem digital.

OJK juga terus mempercepat transformasi digital di sektor jasa keuangan, khususnya skala kecil, melalui kolaborasi antar-SJK dan sektor riil dalam satu ekosistem yang terintegrasi secara nasional.

Kolaborasi tersebut dilakukan melalui berbagai hal, antara lain penyusunan regulatory framework dan tata kelola risiko untuk memitigasi serangan siber, risiko kebocoran dan penyalahgunaan data nasabah, serta risiko penyalahgunaan teknologi.

Kemudian, pengimplementasian teknologi maju di sektor jasa keuangan yang mendukung keamanan dan efisiensi transaksi dengan memperhatikan infrastruktur teknologi.

Lalu, penerapan supervisory technology (suptech) serta regulatory technology (regtech) demi meningkatkan keamanan siber dan mengantisipasi berbagai tantangan dalam transformasi digital SJK.

Keempat, meningkatkan efektivitas program inklusi keuangan serta perlindungan konsumen melalui percepatan akses keuangan bagi pelaku UMKM dan masyarakat yang belum mendapat akses perbankan (bankable), serta penguatan kebijakan perlindungan konsumen yang seimbang antara SJK dan konsumen.

Hal tersebut juga mencakup partisipasi aktif dalam program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), serta peningkatan penanganan pengaduan (complaint handling).

Kelima, melanjutkan implementasi penguatan sektor jasa keuangan syariah melalui pengembangan inovasi produk layanan serta aktivitas. Adapun aktivitas ini harus memiliki kualitas dan aspek pricing kompetitif dalam satu ekosistem ekonomi dan keuangan syariah yang terintegrasi.

Keenam, menyelesaikan reformasi industri keuangan nonbank yang merupakan program multi-years. Hal ini dilakukan demi membangun IKNB yang sehat, berdaya saing, dan berperan optimal bagi perekonomian nasional, sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada IKNB.

Ketujuh, memperkuat tata kelola serta manajemen strategis dalam pelaksanaan tugas dan fungsi OJK secara akuntabel, efektif, dan efisien sekaligus dalam rangka mempersiapkan transisi kepemimpinan OJK.

Wimboh menambahkan, sebagai bentuk dukungan OJK atas pelaksanaan Presidensi Group of Twenty (G20) Indonesia pada 2022, OJK telah melakukan persiapan untuk aktif berpartisipasi, baik dalam forum finance track maupun penyelenggaraan side events.

Partisipasi tersebut dioptimalkan dalam beberapa working group, seperti sustainable finance, financial inclusion, serta financial services board task force yang sesuai dengan mandat dan pelaksanaan fungsi OJK.

Guna mendukung biaya tugas dan kegiatan pada 2022, OJK mengajukan anggaran sebesar Rp 6,33 triliun. Angka tersebut terdiri atas Rp 498,9 miliar untuk kegiatan operasional, Rp 5,29 triliun biaya administrasi, Rp 538,7 miliar pengadaan aset, dan Rp 80 juta biaya kegiatan pendukung lain.

Adapun anggaran tersebut meningkat tipis jika dibandingkan anggaran 2021 yang mencapai sebesar Rp 6,207 triliun.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com