KOMPAS.com – Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada aspek kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Selain memudahkan berbagai aktivitas manusia, transformasi digital yang terjadi akibat digitalisasi ternyata membawa dampak negatif. Pasalnya, menurut Direktur Buku Langgar Abdul Rohman, transformasi digital juga memengaruhi kesadaran manusia.
Ruang digital, saat ini, menjadi dunia baru yang berusaha menyerap aktivitas manusia dari realitas konkret ke dunia maya, bahkan muncul istilah hiper-realitas.
"Hal ini tanpa disadari memengaruhi aktivitas kemanusiaan kita, baik dengan diri sendiri maupun manusia lain di sekitar kita. Utamanya, ketika bermedia sosial. Kecepatan dan kebebasan yang ditawarkan otomatisasi sering kali membuat hilangnya nilai-nilai kemanusiaan," paparnya.
Hal tersebut Abdul sampaikan saat menjadi pembicara pada webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema "Pilah Pilih Informasi di Ruang Digital" di Kota Tangerang, Banten, Rabu (17/11/2021).
Webinar tersebut diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital.
Lebih lanjut, Abdul mengatakan, transformasi era digital menjadi fakta baru yang tak mungkin bisa dihindarkan. Akan tetapi, hal yang perlu direnungkan adalah bagaimana cara agar ruang digital tidak mereduksi nilai-nilai manusia dalam berinteraksi sosial. Utamanya, dalam bersikap bijak dan bertanggung jawab di tengah ruang kebebasan di media sosial.
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Achmad Uzair menambahkan, tanpa perubahan sikap mental, transformasi budaya yang terjadi akibat digitalisasi bisa berujung pada “gegar budaya”, yakni keterasingan dan kegagalan memanfaatkan secara optimal manfaat dari kemajuan teknologi.
Akibatnya, masyarakat tidak mampu memahami batasan antara kebebasan berekspresi dan perundungan siber, termasuk ujaran kebencian.
Tidak mampu membedakan antara keterbukaan informasi publik dan privasi. Kemudian, tidak mampu membedakan misinformasi, disinformasi, dan malainformasi.
Selain itu, imbuh Achmad, rendahnya pemahaman masyarakat tentang Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika juga semakin memperparah dampak negatif transformasi digital.
Hoaks semakin marak
Tak hanya hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dan gegar budaya, cepatnya tranformasi digitalisasi juga memberikan dampak negatif bagi masyarakat yang belum memiliki literasi digital yang baik.
Masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa memiliki kemampuan untuk memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik. Akibatnya, masih banyak masyarakat yang terpapar informasi yang tidak benar alias hoaks.
Merespons hal tersebut, penggiat advokasi sosial Ari Ujianto mengingatkan pentingnya masyarakat untuk mengenali ciri hoaks dan cara menghindarinya.
Setidaknya, ada empat ciri hoaks menurut Kemenkominfo, yaitu sumber informasi tidak jelas, pesan tidak mengandung unsur apa, kapan, di mana, siapa, kenapa, dan bagaimana (5W+1H), disebarluaskan semasif mungkin, serta diproduksi untuk menyasar kalangan tertentu.
Selain itu, imbuh Ari, informasi hoaks sering kali membuat pembacanya merasa emosional, marah, benci, ataupun sakit hati.
Informasi hoaks, katanya, berbentuk pesan berantai yang biasa diakhiri dengan perintah untuk menyebarkan, forward, atau share, dan selalu meminta pembacanya untuk diviralkan.
“Tidak menyertakan link atau tautan kepada sumber tertentu atau bukti informasinya asal. Sumber yang dicantumkan kerap merujuk pada situs abal-abal. Informasi disampaikan secara tidak logis," papar Ari.
Dalam webinar tersebut, para partisipan yang hadir dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan.
“Apakah mesin pencarian memiliki filter penyaring informasi agar hanya memunculkan informasi yang valid dan kredibel?,” tanya salah satu peserta, Ariyani Sakila.
Menurut Ari, fitur tersebut sudah tersedia di berbagai mesin pencarian, seperti Google. Ia menjelaskan, Google menyediakan filter untuk menyaring informasi berdasarkan waktu dan bentuk informasi apa yang ingin diperoleh, mulai dari teks, video, hingga gambar.
“Caranya, pada akun Google Chrome, klik saja menu akun kita. Lalu, gulir ke menu personalisasi, kemudian ke referensi umum. Di situ ada pengatur pencarian kita," jawab Ari.
Untuk diketahui, webinar "Pilah Pilih Informasi di Ruang Digital" merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital.
Untuk itulah penyelenggara membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada agenda webinar selanjutnya melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.