KOMPAS.com – Keindahan Air Terjun Pelaruga yang terletak di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, menjadi magnet ekonomi untuk masyarakat sekitarnya, khususnya Desa Rumah Galuh.
Untuk merawat dan memastikan keberlangsungan ekosistem hijau di kawasan tersebut, para dosen peneliti dari Universitas Sumatera Utara (USU) berinisiatif melakukan pendampingan.
Melalui program Desa Binaan USU, Desa Rumah Galuh pun disulap menjadi laboratorium sosial pendidikan pariwisata. Di laboratorium ini, masyarakat diberikan edukasi mengenai pentingnya menjaga keseimbangan alam dan sosial serta menciptakan iklim sosial yang kondusif, aman, dan ramah.
Edukasi tersebut bertujuan agar masyarakat sekitar sadar bahwa keberlangsungan ekonominya ditopang oleh habitat alam yang harus mereka jaga dan rawat. Dengan begitu, jumlah wisatawan dapat terus meningkat.
Sementara bagi USU, Desa Rumah Galuh menjadi sarana belajar jangka panjang. Mahasiswa yang mengambil konsentrasi program studi (prodi) D3 Perjalanan Wisata, misalnya, dapat melihat persoalan yang menghinggapi para penduduk desa wisata.
Selain itu, mahasiswa USU juga dapat belajar langsung mengenai dinamika pengembangan wisata alam di Sumatera Utara.
Ketua Tim Program Desa Binaan Langkat 2021 sekaligus dosen D3 Perjalanan Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) USU Samerdanta Sinulingga mengatakan, laboratorium Desa Rumah Galuh telah dirintis oleh dosen dan mahasiswa D3 sejak 2014.
Alhasil, Desa Rumah Galuh telah menjadi mitra eksklusif prodi D3 Perjalanan Wisata untuk menyelenggarakan praktik mahasiswa dan kegiatan kuliah kerja nyata (KKN).
“Pada tahun kedelapan kami, proses kegiatan belajar tidak pernah terputus, antara institusi D3 Perjalanan Wisata maupun mitra Desa Rumah Galuh. Dengan program Desa Binaan USU, kegiatan (belajar) bisa lebih ditingkatkan,” papar Samerdanta dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (10/12/2021)
Pada 2021, Samerdanta mengatakan, pihaknya fokus dalam meningkatkan sarana dan prasarana untuk menunjang sektor pariwisata Desa Rumah Galuh. Seperti diketahui, desa ini memiliki ikon Air Terjun Pelaruga sebagai tujuan wisata baru di Sumatera Utara.
Adapun fungsi dari laboratorium sosial di Desa Rumah Galuh adalah memperkuat industri jasa, seperti pelayanan masyarakat dan penyelenggaraan organisasi. Hal ini selaras dengan moto USU, yakni “Toward Excellence as University for Industry”.
“Untuk mencapai world class university, ada beberapa syarat yang harus USU dicapai, yakni kualitas pembelajaran dalam perkuliahan, keunggulan penelitian, dan keragaman ranah keilmuan,” tutur Samerdanta.
Menurutnya, ketiga syarat tersebut tidak akan tercapai oleh keilmuan dalam bidang humaniora bila tidak memiliki laboratorium sosial, seperti Desa Binaan USU.
Tidak hanya menjadi proyek tahunan, Desa Binaan USU juga diharapkan dapat menjadi konsentrasi pelaksanaan tridarma perguruan tinggi.
Program USU untuk Desa Rumah Galuh
Adapun sejumlah program yang telah dilakukan untuk Desa Rumah Galuh adalah pembuatan sarana dan prasarana untuk keselamatan wisatawan Desa Rumah Galuh, pembinaan peduli lingkungan, serta pembuatan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan.
Selanjutnya, pemberdayaan masyarakat dan memberikan sarana peningkatan fasilitas pendukung, pembinaan pelayanan prima untuk pengelola wisata dengan mengedepankan senyum, salam, sapa, sopan dan santun (5S), serta pembinaan dan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dengan membuat mini cafe.
Tantangan pengembangan Desa Rumah Galuh
Samerdanta kembali menjelaskan, Desa Rumah Galuh memiliki potensi wisata yang besar dan lengkap, yaitu alam, budaya, dan sejumlah atraksi wisata yang masih dalam proses pengembangan.
Di lain sisi, desa tersebut juga masih memiliki beragam konflik, yaitu lingkungan, sosial, dan budaya, yang sering terjadi saat pengembangan industri wisata.
Ia menilai, permasalahan tersebut diakibatkan oleh kesiapan masyarakat yang minim untuk menghadapi industrialisasi pariwisata.
“Masalah-masalah tersebut adalah perebutan dan sengketa lahan yang menjadi jalur wisata, kepedulian yang rendah terhadap lingkungan, tidak adanya grand design, gesekan antara budaya kota dan budaya induk, serta pelayanan yang hanya sebatas (kewajiban) transaksi ekonomi,” jelas Samerdanta.
Selain itu, keuntungan ekonomi yang besar dalam bidang pariwisata juga membuat sistem pemerintahan desa bagai makelar, mafia administrasi hukum di desa, serta kemampuan penguasaan bahasa yang lemah dari pihak tuan rumah saat melayani wisatawan internasional.
“Wilayah Desa Rumah Galuh juga masih terbilang tinggi dalam indeks pernikahan dini. Keuntungan yang dihasilkan dari aktivitas wisata juga sering tidak dikelola dengan baik oleh pelaku wisata dan perangkat desa,” paparnya.
Menanggapi berbagai permasalahan tersebut, USU menawarkan beragam solusi dari sisi hukum, lingkungan, teknik, budaya, psikologi, politik, bahasa, kesehatan, dan ekonomi.
“Inilah alasan Desa Rumah Galuh menjadi desa pilihan Desa Binaan USU. Tidak hanya setahun atau dua tahun, tetapi untuk 20 hingga 25 tahun ke depan. Desa Rumah Galuh akan terus menjadi laboratorium sosial untuk USU,” tutur Samerdanta.