Advertorial

Hari Jadi Ke-126, BRI Bertransformasi dan Beri Makna bagi Indonesia

Kompas.com - 17/12/2021, 15:38 WIB

KOMPAS.com - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI genap berusia 126 tahun pada Kamis (16/12/2021).

Sebagai salah satu bank kenamaan di Tanah Air, BRI secara konsisten berkarya memberi dampak bagi masyarakat dan perekonomian Indonesia.

BRI mengerahkan seluruh sumber dayanya untuk mendongkrak pemulihan ekonomi, terutama segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Upaya tersebut diiringi oleh sederet transformasi yang dilakukan BRI guna memperkuat lini bisnisnya.

Pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-126 BRI, Direktur Utama (Dirut) BRI Sunarso menyampaikan terima kasih pada seluruh Insan BRILian (pekerja BRI) atas semangat serta upayanya sehingga BRI berhasil mempertahankan kinerja positif di tengah pandemi Covid-19.

Sunarso pun turut memberikan apresiasi bagi Insan BRILian yang senantiasa bekerja dan mengawal proses transformasi BRI sejak 2016.

Untuk diketahui, perayaan HUT BRI tahun ini digelar secara virtual dengan dihadiri lebih dari 125.000 pekerja BRI di seluruh Indonesia.

“Transformasi ini kami susun dengan blueprint BRIvolution. Bayangkan, kami bisa mentransformasi digitalisasi dan culture, bahkan sebelum pandemi Covid-19 sehingga kami lebih siap menghadapi ‘tsunami’ Covid-19,” ujar Sunarso dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (17/12/2021).

Sunarso mengatakan, segmen UMKM yang menjadi tulang punggung BRI berhasil melewati tantangan pandemi berkat transformasi digital.

BRI secara konsolidasi mencatatkan pertumbuhan aset 11,87 persen secara tahunan atau year on year (yoy), yakni sebesar Rp 1.619,77 triliun hingga September 2021.

Kepercayaan nasabah menempatkan dana di BRI juga terjaga dengan baik. Hal ini terlihat dari penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh menjadi Rp 1.135,31 triliun.

“Dana yang masyarakat simpan sebagian besar kami salurkan (dalam bentuk) kredit untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Alhasil, pada September 2021, kredit BRI menembus Rp 1.026 triliun atau tumbuh 9,74 persen yoy. Di tengah situasi melambatnya kredit, BRI masih tumbuh kuat,” jelas Sunarso.

Selain itu, imbuhnya, BRI berhasil melalui berbagai program restrukturisasi dan tetap tumbuh secara selektif.

Sunarso menambahkan, di usianya yang ke-126, BRI secara aktif meneruskan komitmennya untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.

Dengan kinerja keuangan yang solid saat ini, terdapat ruang bagi perseroan untuk memantik pertumbuhan ekonomi lewat ekspansi kredit.

Kemampuan BRI untuk melakukan ekspansi tecermin dari loan to deposit ratio (LDR) yang masih berada di angka 83 persen. 

Kemampuan ekspansi tersebut ditopang oleh permodalan yang kuat dengan capital adequacy ratio (CAR) sebesar 24 persen atau tiga kali lipat di atas threshold yang diatur Bank Indonesia (BI).

“Bagaimana melihat peluang ke depan? LDR BRI berada di kisaran 83 persen, sedangkan yang optimal, bahkan regulator memberikan batasan atas 92 persen. Ini artinya, BRI masih punya ruang yang cukup secara likuiditas untuk menumbuhkan kredit,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Sunarso, BRI masih punya kesempatan untuk tumbuh secara agresif ke depan yang disertai dengan kehati-hatian.

Tiga aksi korporasi

Selain pertumbuhan bisnis secara organik yang sejalan dengan visi BRI untuk menjadi The Most Valuable Banking Group In Southeast Asia and Champion of Financial Inclusion, BRI juga terus melakukan pengembangan bisnis melalui pertumbuhan anorganik.

Sunarso mengungkapkan, selama pandemi Covid-19, BRI telah melakukan tiga aksi korporasi besar.

Pertama, melalui konsolidasi Bank Syariah Indonesia di mana saham BRI Syariah (BRIS) mengalami peningkatan hingga 4 kali lipat. Dari sebelum konsolidasi sekitar Rp 500, saham BRIS naik mencapai kisaran harga Rp 3.000.

Kedua, anak usaha di bidang asuransi jiwa, yaitu BRI Life.

“Valuasi BRI Life telah meningkat mencapai Rp 7,5 triliun pada 2021 setelah BRI mengakuisisi BRI Life dengan nilai Rp 1,6 triliun pada 2015. Di luar itu, BRI masih mendapatkan extra cash berupa access fee sebesar Rp 4,4 triliun yang dibayar secara bertahap pada 2021-2024,” paparnya.

Ketiga, penambahan modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau rights issue dalam rangka pembentukan ekosistem ultra mikro (UMi).

Total nilai right issue BRI mencapai Rp 95,9 triliun yang terdiri dari Rp 54,7 triliun dalam bentuk partisipasi nontunai pemerintah berupa inbreng saham Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM), dan Rp 41,2 triliun dalam bentuk cash proceed dari pemegang saham publik.

Pencapaian tersebut menjadikan rights issue BRI menorehkan sejarah sebagai yang terbesar di kawasan Asia Tenggara, peringkat ke-3 di Asia, dan nomor 7 di seluruh dunia.

“Maka, kami makin memaknai bahwa anak perusahaan itu ada untuk menjalankan fungsi dalam rangka value creation terhadap BRI Group. Setidaknya, anak perusahaan kami fungsikan, kami perankan untuk men-diversifikasi income,” paparnya.

Berikutnya, lanjut Suranso, melakukan spreading risk agar risiko BRI tidak menumpuk di satu item.

“Kemudian, rasanya kami sadari ialah untuk memperkuat dan memperluas customer base,” papar Sunarso.

Konsolidasi entitas usaha

Sunarso menambahkan, konsolidasi dengan entitas usaha diperkuat untuk mewujudkan visi BRI menjadi champion of financial inclusion pada 2025.

Sembilan anak perusahaan yang terkonsolidasi dengan BRI, kata Sunarso, tengah meningkatkan integrasi dalam rangka menambah value added pada seluruh produk BRI Group.

Di samping itu, BRI juga terus melakukan transformasi manajerial dan kultur agar dapat meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG).

Penerapan praktik GCG tersebut salah satunya tecermin dari pengukuran-pengukuran yang dilakukan pihak independen.

Pada kesempatan tersebut, Sunarso juga memberikan apresiasi kepada seluruh Insan BRILian atas pencapaian Corporate Governance Perception Index (CGPI) yang telah bekerja dengan tata kelola yang baik.

Adapun indeks CGPI BRI saat ini menjadi yang tertinggi di antara seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Seiring dengan semangat BRIVolution 2.0, Sunarso juga menekankan pentingnya efisiensi organisasi sekaligus kultur agility.

“Organisasi BRI harus punya agility yang tinggi sehingga di kemudian hari hierarki disederhanakan menjadi lebih flat dan lebih agile,” tambahnya.

Dalam perjalanannya yang ke-126, BRI juga berfokus pada isu-isu krusial. Salah satunya, environment, social, and governance (ESG).

Untuk itu, BRI akan membentuk unit khusus sebagai bukti keseriusan dalam mengakomodasi penerapan ESG dalam operasional bisnis perseroan.

Tak kalah penting, lanjut Sunarso, BRI pun akan terus mengikuti perkembangannya. Pasalnya, investor, pemegang saham, serta stakeholder menaruh perhatian terhadap masalah ESG.

“BRI juga harus menyesuaikan organisasi untuk menunjukkan bahwa kami juga berkomitmen dan serius terhadap pengelolaan ESG sebagai bagian dari transformasi,” kata Sunarso.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com