Advertorial

Pengamat Hukum Minta Masyarakat Belajar dari Kasus Indah Harini yang Jadi Tersangka pada Kasus Salah Transfer

Kompas.com - 29/12/2021, 09:27 WIB

KOMPAS.com - Kasus yang melibatkan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) atau BRI dan seorang nasabah bernama Indah Harini perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut dari aspek hukum.

Kasus Indah bermula saat ia mendapatkan kiriman uang sebesar 1.714.842 pound sterling Inggris (GBP) atau setara lebih dari Rp 30 miliar ke rekeningnya pada November 2019.

Pada Desember 2019, Indah memindahkan dana itu ke rekening deposito berjangka juga ke bank lain. Selanjutnya, uang tersebut Indah gunakan untuk keperluan pribadi selama periode 2019-2020.

Pihak BRI menyebut tak ada itikad baik dari nasabah untuk mengembalikan uang yang bukan menjadi haknya.

Padahal, pihaknya sudah melakukan investigasi dan melanjutkan langkah persuasif agar Indah dapat mengembalikan dana tersebut kepada BRI. 

Oleh karenanya, pihak BRI menempuh jalur hukum secara pidana pada 2021.

Berbeda pandangan dengan BRI, Tim Kuasa hukum Indah yang tergabung pada pada kantor Hukum Mastermind & Associates menyatakan bahwa kliennya telah menunjukan itikad baik dengan mempertanyakan dana yang masuk ke rekeningnya pada customer service BRI.

Berdasarkan pengakuan Indah, customer service BRI kala itu mengatakan, tidak ada keterangan dan klaim dari divisi lain. Artinya, tidak ada kemungkinan salah transfer. 

Kemudian, saat pihak BRI menghubungi kembali karena dugaan salah transfer, Indah juga sudah meminta bukti kepada pihak BRI. Permintaan tersebut disampaikan dalam rapat Zoom dengan BRI pada November 2020.

Saat itu, pihak bank bersedia serta berjanji akan memenuhi keinginan Indah, berupa bukti transaksi, surat resmi, dan penawaran dari BRI.

Menanggapi gugatan BRI, Indah kemudian melakukan gugatan balik. Ia merasa tersinggung dan mengalami kerugian materiel serta immateriel akibat kasus tersebut. Bahkan, sampai menyebabkan dirinya menjadi tersangka. Lewat kuasa hukumnya, Indah menggugat BRI sebesar hampir Rp 1 triliun.

"Pada tanggal 24 November 2020, Indah mengirim surat kepada BRI untuk mempertanyakan janji dan mempertegas keseriusan dalam menyelesaikan persoalan ini," ucap salah satu Tim Kuasa Hukumnya, Chandra.

Pandangan praktisi hukum

Praktisi hukum Rinto Wardana menilai, tindakan Indah yang tidak bisa mengembalikan dana yang diterimanya tergolong tindakan penggelapan.

Menurutnya, penguasaan dana yang dilakukan Indah dapat dijerat Pasal 85 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.

Pasal tersebut berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah)”.

Terlebih, menurut Rinto, Indah secara sadar menerima dana yang bukan haknya.

Seharusnya, kata Rinto, Indah segera mengembalikan dana tersebut saat pihak BRI memberitahu bahwa dana tersebut bukan haknya.

“Jadi, masyarakat harus selalu diingatkan bahwa uang yang masuk ke rekening mereka akibat salah transfer tidak otomatis menjadi hak mereka,” ujar Rinto dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (28/12/2021).

Pria yang mendapatkan gelar doktor hukum dengan Profesor Indriyanto Seno Adji itu menambahkan bahwa selain Pasal 85 UU No 3 Tahun 2011, Indah juga dapat dikenakan pasal berlapis.

Menurutnya, tindakan yang dilakukan Indah sudah termasuk penggelapan karena menguasai dana orang lain yang dia ketahui bukan haknya.

“Karena sebab tersebut, BRI melaporkan Indah ke Polda Metro Jaya dan (kini) telah menjadi tersangka,” katanya.

Rinto menjelaskan bahwa proses hukum yang kini dijalani Indah akibat gugatan BRI beralasan karena tindakan nasabah dianggap sebagai tindak pidana pencucian uang sekaligus upaya menggunakan dan mengubah dana yang bukan haknya.

Tindakan tersebut, lanjut Rinto, sudah berlapis sehingga tidak bisa dianggap remeh. Indah dijerat dengan tindak pidana sesuai Pasal 85 UU No 3 Tahun 2011 serta penggelapan dan pencucian uang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Jadi, sepanjang Indah tidak dapat memberikan bukti bahwa uang itu adalah miliknya, maka dia bisa dikenakan tiga pasal tersebut,” tuturnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com