Advertorial

Cegah Stunting, Kemenkominfo Siapkan Program Edukasi kepada Calon Pengantin, Ibu Hamil, dan Ibu Setelah Melahirkan

Kompas.com - 09/02/2022, 16:53 WIB

KOMPAS.com – Indonesia masih berjibaku dengan masalah stunting. Berdasarkan Survei Status Gizi Balita Indonesia (2019), angka prevalensi stunting sebesar 27,67 persen. Artinya, satu dari empat anak usia di bawah lima tahun (balita) di Indonesia mengalami stunting. Angka ini melebihi prevalensi stunting yang ditoleransi Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni di bawah 20 persen.

Adapun angka prevalensi stunting Indonesia berada pada posisi ke-115 dari 151 negara di dunia. Sementara itu, Indonesia menempati posisi kedelapan dari sepuluh negara penderita stunting di kawasan Asia Tenggara.

Sebagai informasi, kondisi gagal tumbuh pada anak balita itu terjadi akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, terutama pada periode 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Meski demikian, stunting baru terlihat ketika anak berusia dua tahun.

Stunting dapat menghambat pertumbuhan dan memengaruhi tingkat kecerdasan anak. Di masa depan, penderita stunting juga lebih rentan terkena penyakit sehingga dapat menurunkan produktivitas. Bila tak diatasi, dalam jangka panjang, stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan angka kemiskinan.

Riset World Bank pada 2015 menyatakan bahwa kerugian akibat stunting mencapai 3-11 persen dari produk domestik bruto (PDB) dunia. Angka ini setara dengan Rp 11.000 triliun.

Untuk menghadapi stunting, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Lewat beleid ini, pemerintah menargetkan dapat menurunkan angka prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024.

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah menyiapkan intervensi percepatan penurunan stunting yang dibagi menjadi tiga fase, yakni fase calon pengantin, calon pasangan usia subur (pranikah), fase hamil, serta fase pascasalin atau interval.

Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga memberikan edukasi terkait stunting kepada masyarakat melalui komunikasi publik.

Dalam diskusi bertajuk “Strategi Komunikasi Stunting Tahun 2022”, Direktur Jenderal Informasi Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan bahwa sasaran dari edukasi tersebut adalah pasangan usia subur atau calon pengantin, ibu hamil, dan ibu setelah melahirkan.

“Dengan edukasi tersebut, pasangan usia subur atau calon pengantin, ibu hamil, dan ibu setelah melahirkan diharapkan dapat bersama-sama mencegah stunting,” ujar Usman dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (9/2/2022).

Meski demikian, pencegahan stunting juga perlu dimulai dari kelompok usia remaja. Pada fase ini, pencegahan stunting dapat dilakukan melalui edukasi kesehatan reproduksi, gizi, dan persiapan kehidupan berkeluarga.

Remaja perempuan juga perlu mendapatkan suplemen tambah darah untuk mencegah anemia. Sementara itu, remaja laki-laki bisa mendapatkan akses suplemen zink untuk menjamin kualitas sperma.

Kemudian, kelompok ibu yang baru melahirkan perlu mendapatkan pemahaman tentang urgensi pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi secara eksklusif, termasuk pemberian bantuan bagi keluarga dengan risiko tinggi stunting.

Beberapa pihak terkait, seperti bidan, kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), serta kader Keluarga Berencana (KB) pun perlu melakukan identifikasi dan deteksi dini faktor risiko stunting. Upaya ini juga termasuk pendampingan dan surveilans berupa penyuluhan, fasilitasi pelayan rujukan, serta penerimaan bantuan sosial.

Adapun kegiatan dan sasaran pendampingan keluarga itu meliputi calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca-persalinan, serta anak usia nol hingga lima tahun.

Sementara itu, dalam upaya memberi pemahaman kepada masyarakat, khususnya kepada calon pengantin, ibu hamil, dan ibu setelah melahirkan, Kemenkominfo melakukan berbagai strategi komunikasi publik untuk menyebarluaskan informasi terkait stunting.

Strategi komunikasi publik tersebut meliputi produksi konten serta penyebarluasan informasi melalui berbagai media, seperti televisi, radio, media cetak, dan media luar ruang.

Kemudian, komunikasi publik juga dilakukan dengan target spesifik, yaitu pasangan usia subur, calon pengantin, ibu hamil, serta ibu setelah melahirkan melalui forum hybrid Generasi Bersih dan Sehat (GENBEST) dan pertunjukan rakyat.

Selain itu, Kemenkominfo juga menerapkan strategi gabungan melalui kampanye ruang digital dan media daring.

Menurut Usman, kearifan lokal juga merupakan salah satu materi yang dapat digunakan dalam penyusunan strategi kebijakan publik pencegahan stunting di Indonesia.

“Kearifan lokal, misalnya sumber makanan lokal, dapat membantu meningkatkan nutrisi masyarakat supaya tidak stunting,” kata Usman.

Sebagai contoh, jagung yang banyak tumbuh di Gorontalo dapat digunakan untuk mengatasi masalah kekurangan nutrisi.

Dalam penyusunan strategi komunikasi publik penurunan stunting, Usman menekankan bahwa pihaknya juga berkoordinasi dengan leading sector percepatan penurunan stunting, yaitu Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Dengan berbagai upaya dan dukungan berbagai pihak, termasuk masyarakat, dalam percepatan penurunan stunting, Kemenkominfo berharap gerakan Indonesia Emas 2045 “SDM Unggul dan Berkualitas” dapat terwujud.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com