Advertorial

OJK: Proses Cepat dan Mudah Jadi Penyebab Masyarakat Terjebak Pinjol

Kompas.com - 12/02/2022, 11:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Digitalisasi membuat masyarakat semakin mudah menjangkau berbagai produk keuangan atau financial technology (fintech). Salah satu produk tersebut adalah pinjaman online (pinjol).

Sayangnya, kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pinjaman secara cepat dan mudah justru dimanfaatkan oleh pelaku pinjol ilegal. Mereka menjebak calon korban dengan kemudahan mendapatkan pinjaman untuk mendulang keuntungan besar.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, kemudahan dalam pengajuan pinjaman membuat masyarakat menjadi tidak sabar dan teliti dalam mengecek legalitas platform pinjol.

“Pada akhirnya, masyarakat terjebak pinjol ilegal. Para pelaku pinjol ilegal umumnya mengabaikan aturan hukum yang berlaku,” ujar Wimboh dalam seminar edukasi bertajuk “Pinjaman Online Legal atau Ilegal: Kebutuhan Masyarakat dan Penegakan Hukum” yang disiarkan melalui Zoom, Jumat (11/2/2022).

Wimboh melanjutkan, pinjol ilegal kerap mematok bunga pinjaman dan denda keterlambatan yang tinggi. Tak jarang, mereka pun melakukan penagihan secara kasar dan meneror nasabah yang telat atau gagal bayar.

Untuk menghindari hal tersebut, Wimboh meminta masyarakat untuk lebih teliti sebelum mengakses pinjol. Sebagai contoh, pastikan terlebih dahulu perizinan perusahaan pembiayaan melalui laman resmi OJK.

Wimboh mengakui, pinjol ilegal sulit diberantas. Bersama Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi (SWI), OJK telah menutup 3.784 platform pinjol ilegal hingga Januari 2022. Namun, upaya tersebut dinilai masih kurang efektif.

“(Platform pinjol ilegal) ditutup pada pagi hari. Lalu, sore harinya muncul lagi dengan nama berbeda,” jelas Wimboh.

Oleh sebab itu, OJK bersama SWI mendorong kolaborasi antar-kementerian/lembaga untuk bersama-sama memberantas pinjol ilegal. Salah satunya dengan memperkuat upaya hukum sehingga para penyedia layanan pinjol ilegal mendapatkan efek jera.

Pada kesempatan yang sama, Ketua SWI Tongam L Tobing juga mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan praktik pinjol yang tak wajar.

“Ciri-ciri pinjol ilegal adalah tidak memiliki identitas pengurus dan alamat kantor yang jelas, terlalu mudah memberikan pinjaman, informasi bunga dan denda tidak jelas, serta bunga dan biaya pinjaman tidak terbatas,” ujar Tongam.

Dia menjelaskan, pinjol ilegal juga kerap meminta akses seluruh data di ponsel, tidak memiliki layanan pengaduan, dan melakukan penawaran melalui berbagai saluran komunikasi pribadi.

Tongam menyadari, masyarakat membutuhkan pinjaman sebagai alternatif sumber pendanaan. Namun, dia meminta masyarakat untuk berhati-hati saat mengajukan pinjaman secara online.

“Sebelum mengajukan pinjol, pahami terlebih dahulu manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda, dan risikonya,” jelas Tongam.

Selain itu, masyarakat juga sebaiknya meminjam dana sesuai kebutuhan dan kemampuan pada fintech yang terdaftar di OJK.

“Jika dilakukan secara bijak, pinjol bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan pendanaan guna kepentingan produktif,” imbuh Tongam.

Senada dengan Tongam, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa praktik pinjol ilegal sebenarnya sama dengan rentenir.

“Pemerintah melalui sejumlah kementerian dan lembaga terus berupaya memberantas dan menindak tegas praktik pinjol ilegal yang merugikan masyarakat,” ujar Mahfud.

Meski demikian, Mahfud menekankan bahwa pinjol resmi yang berizin OJK harus tetap didukung dan dikembangkan. Selain itu, mereka juga harus didorong agar menaati aturan dan etika di dalam penagihan.

“(Pemerintah juga) mengimbau agar pinjol legal memberi suku bunga yang rendah dan terjangkau, serta memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat,” jelas Mahmud.

Sebagai informasi, seminar edukasi “Pinjaman Online Legal atau Ilegal: Kebutuhan Masyarakat dan Penegakan Hukum” juga dihadiri oleh sejumlah narasumber.

Narasumber-narasumber tersebut adalah Ketua Dewan Pembina (DPP) Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI) Jimly Asshiddiqie dan Ketua Umum DPP ISHI Amzulian Rifai.

Kemudian, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Komisaris Besar (Kombes) Polisi Helfi Assegaf serta akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Henny Marlina.

Acara itu juga dihadiri oleh Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming, Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi, dan investment storyteller Felicia Putri Tjiasaka.

Adapun acara tersebut juga dapat disaksikan melalui saluran Youtube OJK pada tautan berikut.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com